Language and Reading: Development and the difficulty
Solveig-Alma H. Lyster
Pendahuluan
Introduction
Akan membahas perkembangan membaca dan gangguan membaca. Namun, membaca adalah proses linguistik. This chapter will primarily discuss the development of reading and reading disorders. However, reading is a linguistic process. Untuk dapat membaca dengan baik, pembaca harus memahami sintaks dan semantik bahasa dan harus memiliki pengetahuan tentang abjad dan memiliki kesadaran tentang aspek-aspek tertentu dari struktur linguistik bahasa. To be able to read well, readers must understand the syntax and semantics of the language and must have knowledge of the alphabet and have an awareness of certain aspects of the linguistic structure of language. Oleh karena itu, hubungan antara perkembangan bahasa, pengetahuan linguistik dan membaca merupakan aspek sentral bab ini. Therefore, the relationship between language development, linguistic knowledge and reading is a central aspect of this chapter. Kesadaran linguistik, yaitu kemampuan untuk menelaah bahasa, akan menjadi fokus utama. Linguistic awareness, the ability to examine the language, will be the main focus. Kesadaran linguistik sangat berkaitan dengan perkembangan membaca dalam bahasa yang alfabetik, dan karenanya merupakan hal yang sangat penting dalam pengajaran membaca. Linguistic awareness is closely associated with the development of reading in the alphabetical language, and therefore is very important in teaching reading. Perkembangan membaca juga sangat tinggi korelasinya dengan ejaan dan kemampuan untuk menyandikan kata-kata dalam bentuk ortografiknya yang benar. The development of reading is also very high correlation with spelling and the ability to encode the words in the correct form ortografiknya. Oleh karena itu, meskipun membaca merupakan kajian utama bab ini, tetapi bahasan tentang ejaan dan tulisan tidak dapat diabaikan. Therefore, even though reading is a major study of this chapter, but a discussion of spelling and writing can not be ignored. Dengan cara yang berbeda, membaca mempengaruhi menulis dan menulis mempengaruhi membaca. In different ways, reading and writing affect writing affect reading. Ini berarti bahwa latihan mengeja dan menulis bermanfaat untuk perkembangan membaca dan sebaliknya. This means that the spelling and writing exercises beneficial for the development of reading and vice versa. Tidak ada satu pun program pelatihan membaca yang dapat memecahkan semua permasalahan yang dihadapi anak ketika belajar membaca dan menulis. There is no single reading training programs that can solve all the problems faced by children when learning to read and write. Namun, program-program pelatihan membaca yang paling efektif mempunyai fitur-fitur tertentu yang sama. However, training programs are most effective reading has certain features the same. Pengajaran membaca yang formal perlu difokuskan pada perkembangan dua jenis penguasaan: pengenalan kata dan pemahaman. Formal reading instruction needs to be focused on the development of two kinds of mastery: word recognition and comprehension. Kedua aspek ini karenanya akan difokuskan dalam bab ini. Both these aspects will therefore focus in this chapter.
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang menghadapi kesulitan terbesar dalam membaca di kelas-kelas dasar adalah mereka yang mulai bersekolah dengan keterampilan verbal yang kurang, pemahaman fonologi yang kurang, pengetahuan abjad yang kurang, dan kurang memahami tujuan dasar dan mekanisme membaca (Adams 1990; Kamhi 1989; Kamhi & Catts 1989; Snowling 1987, 2001). Research shows that children who face the greatest difficulty in reading the basic classes are those who start school with less verbal skill, less phonological understanding, lack of knowledge of the alphabet, and insufficient understanding of the basic purposes and mechanisms of reading (Adams 1990; Kamhi 1989; Kamhi & Catts 1989; Snowling 1987, 2001). Oleh karena itu, untuk anak yang beresiko tertinggi mengalami kesulitan membaca, pengayaan lingkungan prasekolah dan pengajaran yang baik di kelas-kelas dasar dapat merupakan faktor penentu bagi keberhasilan dalam bidang membaca dan menulis. Therefore, for the highest-risk children who have difficulty reading, enrichment preschool environment and good teaching in primary classes can be the determining factor for success in the field of reading and writing. Tidak ada waktu sepenting tahun-tahun pertama masa kehidupan dan masa sekolah anak. No time as important as the first years of life and the child's school. Oleh karenanya, fokus bab ini lebih pada pencegahan kesulitan membaca daripada kesulitannya itu sendiri. Therefore, this chapter focuses more on prevention of reading difficulties than the difficulties themselves.
Di negara-negara, di mana banyak orang tua yang buta huruf dan mempunyai sedikit pengetahuan tentang cara terbaik mempersiapkan anaknya untuk pelajaran membaca di sekolah, sistem sekolah dan pemerintah menghadapi tantangan besar. In countries, where many parents are illiterate and have little knowledge about the best way to prepare children for learning to read in school, the school system and the government faces huge challenges.
Bagaimanakah caranya anak dari keluarga yang buta huruf dapat dipersiapkan untuk sekolah dan pengajaran membaca?
How do children from illiterate families can be prepared for the school and the teaching of reading?
Atau bagaimanakah sekolah dapat mengindividualisasikan pengajarannya untuk mengatasi kerugian yang datang dari keluarga buta huruf atau dari rumah dengan dukungan yang sedikit atau buruk terhadap membaca dan kegiatan linguistik?
Or how can schools teaching mengindividualisasikan to overcome the losses coming from illiterate families or from home with little support or bad to read and linguistic activities?
A. Bahasa dan membaca
Language and reading
Bahasa adalah kode yang disepakati oleh masyarakat sosial yang mewakili ide-ide melalui penggunaan simbol-simbol arbitrer dan kaidah-kaidah yang mengatur kombinasi simbol-simbol tersebut (Bernstein dan Tigerman, 1993). Language is the code that was agreed by the social communities that represent the ideas through the use of arbitrary symbols and rules that govern the combination of these symbols (Bernstein and Tigerman, 1993). Kode linguistik mencakup kaidah-kaidah kompleks yang mengatur bunyi, kata, kalimat, makna dan penggunaannya. Linguistic code includes complex rules governing the sounds, words, sentences, meaning and usage. Komunikasi adalah proses di mana individu-individu bertukar informasi dan saling menyampaikan buah pikirannya. Communication is a process where individuals mutually exchange information and convey his thoughts. Komunikasi merupakan proses aktif yang menuntut adanya pengirim yang menyandikan atau merumuskan pesan. Communication is an active process that requires the sender to encrypt or to formulate a message. Komunikasi juga menuntut adanya seorang penerima yang menafsirkan sandi atau memahami pesan tersebut. Banyak isyarat non-linguistik yang dapat membantu atau menghambat pengirim dan penerima dalam komunikasi lisannya. Communication also requires a receiver who interprets the code or understand the message. Many non-linguistic cues that can help or hinder the sender and receiver in verbal communication. Tetapi komunikasi melalui bacaan dan tulisan sepenuhnya tergantung pada bahasa penulis dan pembacanya, pada pengetahuannya tentang kata-kata dan sintaks. But communication through reading and writing depend entirely on the language of writers and readers, to his knowledge of words and syntax. Tetapi, pertama-tama, komunikasi melalui membaca dan menulis dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tulis yang alfabetik, tergantung pada pengetahuan dan kesadaran penulis dan pembacanya tentang prinsip-prinsip utama bahasa tulis itu, yaitu prinsip fonematik atau alfabetik dan prinsip morfematik. But, first, communication through reading and writing in a society that uses the alphabetically written language, depends on the knowledge and awareness of writers and readers about the main principles of the written language, namely the principle of alphabetical and fonematik or morfematik principles. Pemahaman prinsip-prinsip ini tergantung pada pemahaman tentang struktur bunyi dan bagian-bagian bermakna dari kata-kata seperti unsur-unsur gramatik. Tetapi karena membaca juga berarti menyampaikan makna struktur ortografik tertulis yang mewakili kata-kata dan kalimat, maka kosa kata dan pemahaman tentang berbagai struktur kalimat juga merupakan hal yang sangat penting untuk perkembangan membaca. Understanding these principles depend on an understanding of the structure of sounds and meaningful parts of words such as gramatik elements. But since reading also means convey the meaning of orthographic structure representing written words and sentences, the vocabulary and understanding of various sentence structures are also essential for the development of reading.
Bahasa merupakan suatu sistem kombinasi sejumlah komponen kaidah yang kompleks.
Language is a combination of several components of the system of complex rules.
Bloom dan Lahey (1978) memandang bahasa sebagai suatu kombinasi antara tiga komponen utama: bentuk, isi dan penggunaan. Bloom and Lahey (1978) looked at language as a combination of three main components: the form, content and usage. Bentuk suatu ujaran dalam bahasa lisan dapat digambarkan berdasarkan bentuk fonetik dan akustiknya, tetapi bila kita hanya menggambarkan bentuknya saja, maka kita akan terbatas pada penggambaran bentuk atau kontur fitur permukaan ujaran saja. Form of a speech in spoken language can be described based on phonetics and acoustics form, but if we only describe the shape, then we will be limited to the depiction of shape or contour of the surface features of speech alone. Ini biasanya dilakukan berdasarkan unit fonologi (bunyi atau struktur bunyi), morfologi (unit-unit makna berupa kata atau infleksi), dan sintaks (kombinasi antara berbagai unit makna). This is usually done on the basis of phonological units (sound or sound structure), morphology (meaning units in the form of a word or inflection), and syntax (a combination of various units of meaning).
Isi bahasa adalah maknanya atau semantik- yaitu representasi linguistik dari apa yang diketahui seseorang tentang dunia benda, peristiwa dan kaitannya.
The contents of the language is the meaning or the semantic-linguistic representation of what a person knows about the world of objects, events and terms. Representasi linguistik tentang isi bahasa tergantung pada kode - yaitu suatu sistem isyarat arbitrer yang konvensional - yang memberi bentuk kepada bahasa (Bloom dan Lahey, 1978). Linguistic representations about the content of language depends on the code - ie a system of arbitrary conventional sign - which gives shape to the language (Bloom and Lahey, 1978).
Menurut Bloom dan Lahey (1978), penggunaan bahasa terdiri dari pilihan perilaku yang ditentukan secara sosial dan kognitif berdasarkan tujuan si penutur dan konteks situasinya (hal. 20). According to Bloom and Lahey (1978), using the language of choice behavior determined by social and cognitive goals the speaker and the context of the situation (p. 20). Kaidah-kaidah yang mengatur penggunaan bahasa dalam konteks sosial juga disebut pragmatik (lihat misalnya Bernstein dan Tigerman 1993). The rules that govern the use of language in a social context is also called pragmatics (see for example Bernstein and Tigerman 1993). Pragmatik mencakup kaidah yang mengatur bagaimana kita berbicara dalam bermacam-macam situasi. Includes pragmatic rules that govern how we speak in a variety of situations. Pembicara harus mempertimbangkan informasi tentang pendengarnya dan harus memahami berbagai isyarat non-linguistik yang dapat menghambat atau mendukung penyampaian pesannya. Speakers should consider information about the audience and must understand the various non-linguistic cues that can hinder or support the delivery of the message. Kesadaran akan penerima pesan dan kebutuhannya akan membantu pengirim menciptakan situasi komunikasi yang optimal. Awareness of the recipient and the message sender's needs will help to create the optimal communication situations.
Anak mungkin berkesulitan dalam mengembangkan pengetahuan yang sesuai usia dalam salah satu dari ketiga dimensi bahasa (isi, bentuk atau penggunaan), dan kesulitan dalam satu dimensi dapat mengakibatkan kesulitan dalam dimensi lainnya. Children may berkesulitan in developing age-appropriate knowledge in one of the three dimensions of language (content, form or use), and difficulties in one dimension can lead to difficulties in other dimensions. Kesulitan dalam dimensi bentuk mungkin terbatas hanya pada fonologi, tetapi kesulitan dalam mengembangkan pengetahuan dan pemahaman tentang fonologi bahasa dapat mempengaruhi perkembangan dalam bidang morfologi dan sintaks. Dimension of difficulty may be limited only to the phonology, but the difficulties in developing knowledge and understanding of the phonology of language can influence developments in the field of morphology and syntax.
Masalah dalam kemampuan mengembangkan kemampuan bahasa yang sesuai usia di dalam berbagai dimensi bahasa biasanya akan menimbulkan masalah dalam pengembangan kemampuan membaca dan menulis yang sesuai usia. Problems in the ability to develop language skills at age-appropriate language in various dimensions will usually cause problems in the development of reading and writing skills appropriate age. Masalah-masalah ini mungkin terkait dengan perkembangan membaca pada berbagai tingkatan. These problems may be related to the development of reading at various levels. Kesulitan dalam dimensi bentuk dapat mengakibatkan masalah dalam “memecahkan” kode bacaan. Difficulties in the dimensions of the problem may result in "breaking" the code reading. Anak yang bermasalah dalam mengembangkan pengetahuan tentang bentuk bahasanya dapat bermasalah dalam memahami struktur bunyi dan dalam memahami hubungan huruf-bunyi yang diperlukan untuk “memecahkan kode” bahasa tulis. Di pihak lain, anak yang berkesulitan memahami isi bahasa mungkin akan dapat “memecahkan kode” dengan mudah, tetapi mereka mungkin berkesulitan dalam memahami apa yang dibacanya. Children with problems in developing knowledge of language forms can be problematic in understanding the sound structure and in understanding letter-sound relationships necessary to "break the code" of written language. On the other hand, children who understand the content of language berkesulitan may be able to "crack the code" with easy, but they may berkesulitan in understanding what they read. Siswa juga mungkin berkesulitan dalam membaca karena mereka berkesulitan dalam menggunakan bahasa. Students also may berkesulitan in reading because they berkesulitan in using language. Tujuan pengajaran membaca adalah membaca untuk belajar (atau membaca untuk kesenangan). The purpose of teaching reading is to read to learn (or reading for pleasure). Pembaca harus dapat masuk ke dalam semacam dialog dengan penulis. The reader should be able to enter into such dialogue with the author. Untuk belajar dan mengerti suatu teks diperlukan pengembangan strategi untuk memahami maksud penulis. To learn and understand a text is needed to understand the development of strategies authors' intentions. Teks yang berbeda memerlukan strategi yang berbeda untuk memahaminya. Different texts require different strategies to understand it.
B. Perkembangan membaca - usia prasekolah
The development of reading - preschool
Prestasi belajar yang memadai dan perilaku sosial dan penghargaan diri yang pantas adalah faktor-faktor penting untuk mengembangkan kehidupan yang pantas di dalam norma-norma masyarakat kita. Adequate school performance and social behavior and appropriate self-esteem is an important factor to develop a proper life in the norms of our society. Sejak tahun pertama kehidupannya di dunia ini, anak sudah mulai mengembangkan norma-norma yang mendasari kehidupan masyarakatnya. Ini dilakukannya melalui komunikasi dan aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari dengan lingkungan sekitarnya. Since the first year of life in this world, children have started to develop norms that underlie the life of the community. This done through communication and activities of daily life with the surrounding environment. Selama tahun pertama, mereka ambil bagian dalam percakapan dengan menggunakan bahasa tubuh dan isyarat non verbal. During the first year, they took part in a conversation using body language and non-verbal cues. Kemudian sedikit demi sedikit mereka belajar kode linguistik bahasa, bagaimana kode merepresentasikan benda, kejadian dan bermacam-macam hubungan antara benda-benda dan kejadian-kejadian, dan mereka belajar cara mengirim dan menerima pesan dengan bahasa lisan. Then little by little they learned the language of linguistic code, how code represents objects, events and a variety of relationships between objects and events, and they learn how to send and receive messages with spoken language.
Untuk mempersiapkan anak pada pengajaran membaca di kelas-kelas awal, sebaiknya mereka diekspos pada lingkungan bahasa yang berkualitas tinggi - terutama di rumahnya, tetapi juga di panti asuhan anak dan di taman prasekolah jika anak tersebut masuk ke lembaga-lembaga ini. To prepare for teaching children to read at the beginning of classes, they should be exposed to the language environment of high quality - especially at home, but also in the orphanage children in the park and preschool if the child is entered into these institutions. Waktu terbaik untuk mulai berbagi buku dengan anak adalah pada masa balita. The best time to start sharing books with children is in infancy. Banyaknya pengalaman dengan bahasa lisan dan bahasa tulis, dari masa bayi hingga awal masa kanak-kanak, sangat mempengaruhi keberhasilan anak dalam membaca di masa-masa selanjutnya. Anak membutuhkan aktivitas yang dapat mereka nikmati dan pengalaman keberhasilan, tanpa dipaksakan di luar tahap perkembangannya. The many experiences with spoken and written language, from infancy through early childhood, greatly influenced the success of children in reading in the future. Children need activities they can enjoy and experience success, without forced out of its development stage. Bahkan ketika anak belum dapat mengeja, mereka belajar dari upayanya untuk menulis. Even when the child can not spell, they learn of the attempt to write.
Bahkan ketika anak belum dapat membaca, mereka belajar dari orang yang membaca untuknya. Even when the child can not read, they learn from people who read to him. Anak yang terekspos pada kosa kata yang canggih dalam percakapan yang menarik atau dalam bacaan yang didengarnya akan belajar kata-kata yang kelak akan dibutuhkannya untuk mengenali dan memahaminya pada saat sudah mulai belajar membaca. Children who are exposed to sophisticated vocabulary in an interesting conversation or in reading to learn to hear words that will be needed to identify and understand at the time was beginning to learn to read. Berbicara dengan orang dewasa merupakan sumber eksposur terbaik bagi anak ke kosa kata baru. Talking with adults is the best source of exposure for children to new vocabulary. Berbicara itu penting - semakin bermakna dan berisi, semakin baik. Bahkan di negara-negara di mana banyak orang tua yang buta huruf, mereka dapat melihat buku gambar dengan anaknya dan berbicara tentang apa yang mereka lihat dalam buku tersebut - jika bukunya memang ada. Talking is important - the more meaningful and contains, the better. Even in countries where many parents are illiterate, they can see a picture book with her son and talk about what they see in the book - if the book exists.
Selama usia prasekolah, kebanyakan anak secara bertahap semakin sensitif terhadap bunyi, juga terhadap makna kata-kata yang didengarnya. During preschool age, most children are gradually getting sensitive to noise, also the meaning of the words he heard. Sensitivitas ini adalah apa yang kita sebut sebagai kesadaran fonologi. This sensitivity is what we refer to as phonological awareness. Mereka dapat mengenali sajak dan menikmati puisi atau lagu bersajak. They can recognize and enjoy the poem or a song rhyming poetry. Mereka menceraikan kata-kata yang panjang menjadi suku-suku kata atau bertepuk tangan sejumlah suku kata yang terdapat dalam sebuah frase. They divorced words long into syllables or claps his hands a number of syllables contained in a phrase. Mereka menyadari bahwa ucapan beberapa kata seperti “dog”, “dark” dan “dusty” semuanya dimulai dengan bunyi yang sama. They realized that the words a few words like "dog", "dark" and "Dusty" it all started with the same sound. Mereka dapat menemukan kata yang tidak cocok (tidak bersanjak) dalam kelompok kata “house”, “tiger” dan “mouse”, dan mereka mungkin dapat menggabungkan bunyi-bunyi seperti /m/-/a/-/t/ dan /l/-/i/-/p/ menjadi “mat dan “lip”. They can find a word that does not fit (not bersanjak) in the word "house", "tiger" and "mouse", and they may be able to combine the sounds such as / m /-/ a /-/ t / and / l / -/i/-/p / a "grace and" lip ".
Walaupun anak-anak prasekolah yang lebih muda jarang memperhatikan segmen terkecil yang bermakna (fonem) dari sebuah kata, memperoleh kesadaran tentang adanya fonem ini merupakan aspek kesadaran fonologi yang lebih maju, yang menjadi semakin penting semakin anak mendekati usia sekolah. Although children younger preschool hardly notice the smallest meaningful segments (phonemes) of a word, gain awareness of this phoneme is an aspect of phonological awareness is more developed, which becomes increasingly important the more children approached school age. Ini karena huruf biasanya mewakili fonem. This is because the letters usually represent the phonemes. Itu adalah prinsip alfabetik (lihat misalnya Adams 1990). That is the principle of alphabetical (see eg Adams 1990). Lagu, permainan sajak, permainan bahasa dan sajak kanak-kanak merupakan cara terbaik untuk memupuk kesadaran fonologi pada usia prasekolah. Song, rhyme games, language games and nursery rhymes is the best way to foster phonological awareness at preschool age. Kegiatan-kegiatan ini juga mungkin akan sangat penting pada awal usia sekolah ketika anak sedang belajar prinsip alfabetik. These activities also may be very important in the early school age when children are learning the principles of alphabetical.
Kegiatan orang tua membacakan kepada anaknya di rumah dilihat sebagai persiapan yang sangat penting bagi anak dalam menghadapi tantangan pengajaran membaca di sekolah. (Untuk contoh, lihat Burns, Friffin & Snow, 1999). Activities of parents reading to their children at home seen as a very important preparation for the children for the challenges of teaching reading in schools. (For example, see Burns, Friffin & Snow, 1999). Persiapan ini akan sangat efektif bila orang tua melakukan tiga hal: This preparation will be very effective when parents do three things:
• Mengembangkan teks
• Developing text
• Merujuk pada pengalaman anak itu sendiri
• Referring to the child's own experience
• Menyela kegiatan membaca dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
• Interrupted the reading by asking questions.
Mengingat kamampuannya bercerita dengan baik, bagi sebagian orang, televisi dapat dipandang sebagai pengganti kegiatan membaca. Given kamampuannya well told, for some people, television may be viewed as a substitute for reading activities. Akan tetapi, kekurangan ketiga kualitas ini dapat mengakibatkan program televisi yang baik pun tidak begitu efektif untuk mempersiapkan dasar bagi perkembangan bahasa dan membaca. However, three shortcomings of this quality can result in good television program was not very effective to prepare the basis for the development of language and reading.
C. Perkembangan membaca dan faktor-faktor lingkungan
The development of reading and environmental factors
Sejumlah faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan membaca. A number of environmental factors influence the development of reading. Beberapa di antaranya sudah dibahas di atas. Some of them already discussed above. Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa tingkat melek huruf orang tua berperan penting dalam perkembangan membaca anak (Cox 1987), dan Chall, Jacobs dan Baldwin (1990) menemukan bahwa prediktor terkuat tentang kemampuan membaca dan pengetahuan kosa kata pada keluarga berpendapatan rendah adalah lingkungan melek huruf di rumah, pendidikan ibu dan tingkat ekspektasinya terhadap pendidikan anaknya, dan pendidikan ayah. The results of various studies show that literacy levels of parents play an important role in the development of reading children (Cox 1987), and Chall, Jacobs and Baldwin (1990) found that the strongest predictor of reading ability and vocabulary knowledge on low-income families is the literacy environment in home, education level of mothers and their expectations of their child's education and father's education. Tetapi, secara umum, variabel maternal lebih berpengaruh terhadap perkembangan baca-tulis dan bahasa dibanding variabel ayah. But, in general, maternal variables is more influential on the development of literacy and language variables than father. Chall dan rekan-rekan kerjanya menjelaskan temuan ini timbul karena ibu menghabiskan lebih banyak waktu bersama anak-anaknya daripada ayah, membantu pekerjaan rumah, menjawab pertanyaan, membacakan cerita dan lain-lain. Chall and her colleagues explain this finding arises because mothers spend more time with their children than fathers, helping their homework, answer questions, read stories and others. Tingkat minat ibu terhadap baca-tulis juga signifikan korelasinya dengan perkembangan membaca anak. The level of interest in the mother of literacy also significantly correlated with reading development of children. Menurut Chall dan rekan-rekan, ekspektasi orang tua dan minatnya terhadap pekerjaan sekolah anaknya merupakan faktor terpenting, tidak hanya untuk perkembangan membaca tetapi juga untuk perkembangan semua mata pelajaran sekolah. According to Chall and colleagues, parents' expectations and interest in their child's school work is the most important factor, not only for the development of reading but also for the development of all school subjects. Ekspektasi dan keterlibatan orang tua dalam pekerjaan sekolah anaknya harus dimotivasi jika kurang. Expectations and parental involvement in their child's school work should be motivated if less. Kurangnya dukungan dan keterlibatan dalam masalah sekolah anak lebih umum terjadi di negara-negara berkembang (lihat Alenyo, 2001) dan karenanya harus menjadi perhatian besar di beberapa negara. Lack of support and involvement in school problems, more common in developing countries (see Alenyo, 2001) and therefore should be a major concern in several countries.
Namun, penelitian etnografik menunjukkan secara jelas bahwa kemiskinan bukan faktor penentu utama untuk persiapan baca-tulis yang diperoleh anak di rumah (Adams 1990). Yang paling menentukan adalah kualitas kegiatan baca-tulisnya. However, etnografik research shows clearly that poverty is not the main determinants for the preparation of literacy acquired children at home (Adams 1990). The most crucial is the quality of read-writes. Oleh karena itu, lingkungan yang miskin pun dapat mempersiapkan anak untuk belajar membaca di sekolah dengan baik selama mereka mempunyai buku untuk dibaca dan selama orang tua bersedia membacakan kepada anaknya. Tentu saja ini merupakan tantangan besar di negara-negara di mana para orang tuanya buta huruf dan sedikit sekali buku yang tersedia (Lihat Aringo 2001). Therefore, a poor neighborhood can prepare children to learn to read well in school as long as they have books to read and for parents willing to read to their children. Of course, this is a major challenge in countries where illiterate parents and very few books that are available (See Aringo 2001). Perkembangan baca-tulis merupakan tugas nasional, yang akan mempengaruhi perkembangan ekonomi dan sosial negara. The development of literacy is a national duty, which will affect the economic and social development of the country. Tantangan terbesar dalam meningkatkan tingkat baca-tulis tampaknya terletak pada kurangnya bahan bacaan yang tepat – baik di sekolah maupun di rumah, dan kurangnya jumlah buku yang tersedia bagi anak di kelas. The biggest challenge in raising literacy levels seem to lie in the lack of appropriate reading material - both at school and at home, and the shortage of books available to children in the classroom.
Kalaupun kemiskinan bukan merupakan faktor penentu utama kesiapan baca-tulis, Lyster (1998, dalam pers) menemukan bahwa pendidikan ibu merupakan prediktor penting untuk perkembangan membaca, meskipun dengan memperhitungkan faktor IQ. Even if poverty is not a major determinant of readiness to read and write, Lyster (1998, in press) found that maternal education is an important predictor for the development of reading, even taking into account the IQ factor. Karena pengaruh Genetik sejauh tertentu menjadi bahan pertimbangan dalam penelitian Lyster, hasilnya menunjukkan bahwa pendidikan ibu mungkin dapat menjadi bagian dari alat ukur konteks linguistik yang diciptakannya bagi anaknya. Because certain extent Genetic influences into consideration in research Lyster, the results showed that maternal education may be part of the gauge linguistic context created for his son. Bagaimanakah ibu yang lebih berpendidikan berkomunikasi secara linguistik dengan anaknya dibanding ibu yang kurang berpendidikan? Apakah mereka membacakan buku untuk anaknya lebih sering atau dengan cara yang berbeda dari ibu yang kurang berpendidikan? How better-educated mothers communicate linguistically with children than less educated mothers? Are they read to him more often or in a different way than the less educated mothers? Apakah pencegahan gangguan membaca sebaiknya dimulai secara tidak langsung dengan mendidik orang tua? Is prevention should start reading problems indirectly by educating their parents? Penelitian oleh Whitehurst, Epstein, Angell, Payne, Crone ddan Fischel (1994) menunjukkan bahwa mendidik orang tua dari masyarakat sosio-ekonomi rendah tentang cara berinteraksi dengan anaknya pada saat mereka membacakan untuk mereka, berdampak positif terhadap perkembangan baca-tulis anak. The study by Whitehurst, Epstein, Angell, Payne, Crone ddan Fischel (1994) shows that educate parents of the low socioeconomic about how to interact with their children when they read to them, positive impact on literacy development of children.
Dalam penelitian ini orang tua diminta untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dimulai dengan kata tanya “apa”, “mengapa”, “di mana” dan “kapan” pada saat sedang membacakan, untuk membantu anak memahami isi teks. In this study parents were asked to ask questions starting with question words "what", "why", "where" and "when" at the time was reading, to help children understand the content of the text. Bahkan jika perkembangan membaca sejauh tertentu tergantung pada faktor biologi dan genetik, membaca adalah kemampuan yang sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungan. Even if the development of reading certain extent depends on biological and genetic factors, the ability to read is highly dependent on environmental factors. Salah satu faktor tersebut, yang belum dibahas, adalah bahasa sehari-hari anak di rumah. One of these factors, which have not discussed, is the everyday language of children at home. Jika bahasa rumah berbeda dari bahasa yang dipergunakan ketika anak belajar membaca dan menulis, anak kemungkinan akan menghadapi banyak masalah. If the home language is different from the language used when children learn to read and write, children are likely to face many problems. Oleh karena itu, jika seorang anak tidak dapat belajar membaca dan menulis dalam bahasa ibunya atau jika bahasa ibunya tidak mempunyai bahasa tulis, bahasa pengantar harus diajarkan kepada anak secara intensif di samping mengajarinya membaca dan menulis – dan bahkan sebelumnya jika memungkinkan (Lyster 1999). Therefore, if a child can not learn to read and write in their mother tongue or if the mother tongue has no written language, language of instruction must be taught to children in addition to intensive taught him to read and write - and even earlier if possible (Lyster 1999). Situasi ini tampaknya merupakan realitas yang ada di negara-negara berkembang tertentu meskipun anak diharapkan belajar membaca dan menulis dalam bahasa ibunya. This situation appears to be a reality in developing countries, although some children are expected to learn to read and write in their mother tongue.
D. Kesadaran Linguistik
Linguistic Awareness
Telah diterima secara luas bahwa terdapat hubungan yang kuat antara perkembangan membaca dengan kesadaran linguistik, yaitu kemampuan untuk merefleksikan bahasa lisan (Adams 1990; Goswani & Bryant 1990; Hagrvet 1989), dan bahwa upaya-upaya untuk menumbuhkan kesadaran fonologi yang dilakukan sebelum pengajaran membaca Itu dapat memprediksi keterampilan membaca nantinya (Mann 1991; Wagner & Torgesen 1987). Has been widely accepted that there is a strong relationship between reading development of linguistic awareness, the ability to reflect the spoken language (Adams 1990; Goswani & Bryant, 1990; Hagrvet 1989), and that efforts to develop phonological awareness that were conducted before teaching reading It can predict later reading skills (Mann 1991; Wagner & Torgesen 1987). Istilah kesadaran linguistik digunakan secara luas, yang mencakup bermacam-macam tugas, seperti menilai ada atau tidaknya persanjakan, kemampuan untuk menguraikan kata menjadi segmen-segmen bunyi, menghitung jumlah kata dalam kalimat dan jumlah suku kata dalam satu kata, mendeteksi morfem dalam kata-kata, dan menilai kebenaran sintaktik dan gramatik. The term linguistic awareness is widely used, which includes a variety of tasks, such as assessing whether or not persanjakan, the ability to decompose words into sound segments, counting the number of words in sentences and the number of syllables in a word, detecting morphemes in words , and assess the truth of syntactic and gramatik. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, kesadaran fonologi adalah kemampuan anak untuk menganalisis struktur bunyi kata, sedangkan kesadaran fonemik mengacu secara spesifik pada kesadaran tentang adanya fonem-fonem (bunyi) yang berbeda-beda. Penelitian yang dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan membaca dengan memberikan latihan fonologi dan fonem kepada anak sebelum atau selama pengajaran membaca telah berhasil dengan baik (Bradley 7 Bryant 1983; Cunningham 1990; Hatcher, Hulmer & Ellis 1994; Lundberg, Frost & Petersen 1988). As already noted above, phonological awareness is the ability to analyze the sound structure of words, whereas phonemic awareness specifically refers to the awareness of the existence of the phonemes (sound) different. Research is intended to improve reading skills by providing phonological exercises and phonemes to the child before or during the teaching of reading has been working well (7 Bradley Bryant 1983; Cunningham 1990; Hatcher, Hulmer & Ellis 1994; Lundberg, Frost & Petersen 1988).
Dibandingkan dengan kesadaran fonologi, kesadaran morfologi belum begitu banyak diperhatikan dalam penelitian tentang pengajaran membaca dan gangguan membaca. Compared with phonological awareness, morphological awareness has not so much attention in research on teaching reading and reading disorders. Sebuah morfem adalah unsur makna yang paling mendasar. A morpheme is the element most basic meaning. Kesadaran morfologi adalah kemampuan untuk menyadari dan memanipulasi morfem-morfem, pasangan unit-unit kata terkecil yang mengandung makna. Morphological awareness is the ability to recognize and manipulate morphemes, partner units containing the smallest word meaning.
Terdapat bukti bahwa ada hubungan antara kesadaran morfologi dan perkembangan membaca (Fowler & Liberman 1995). There is evidence that there is a relationship between morphological awareness and reading development (Fowler & Liberman 1995). Henry (1993) menunjukkan bahwa pengetahuan siswa kelas tiga dan kelas lima tentang pola-pola morfologi serta kinerjanya dalam membaca dan mengeja meningkat setelah menerima pengajaran tentang bahasa asalnya dan pola morfem bahasa Inggris. Henry (1993) shows that the knowledge of third grade students and five classes of morphological patterns and their performance in reading and spelling improved after receiving instruction on native language and English language morpheme patterns. Demikian pula, studi di Denmark melaporkan hasil yang menggembirakan dari suatu studi pelatihan yang mengajarkan morfologi kepada siswa Denmark usia sepuluh hingga dua belas tahun yang mengalami kesulitan membaca (Elbro & Arnbak 1996). Similarly, the Danish study reported encouraging results from a training course that teaches students Danish morphology to the age of ten to twelve years who have difficulty reading (Elbro & Arnbak 1996).
Lyster (1997, dalam pers) melaporkan dampak pelatihan kesadaran fonologi dan morfologi di taman kanak-kanak terhadap perkembangan ejaan dan membaca di kelas satu. Lyster (1997, in press) report the impact of phonological awareness training and morphology in the kindergarten to the development of spelling and reading in first grade. Dampak pelatihan morfologi itu sangat jelas pada kelompok anak yang ketika intervensi dimulai sudah memiliki kesadaran fonologi yang sudah relatif baik. Morphology of the impact of training was very clear on that child when the group began the intervention have phonological awareness which is relatively good. Oleh karena itu, Pelatihan terhadap anak-anak prasekolah yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan dan kesadaran morfologinya akan berdampak relatif kecil pada perkembangan membaca pada kelas satu sekolah dasar jika kemampuan fonologi anak itu rendah (lihat Fowler dan Liberman 1995 untuk pembahasan lebih lanjut). Therefore, training for preschool children which aims to develop knowledge and awareness of morphology will be relatively small impact on the development of reading in primary school class if the child's phonological ability is low (see Fowler and Liberman 1995 for further discussion). Di pihak lain, morfem mempunyai struktur fonologi. On the other hand, morpheme phonological structure. Oleh karena itu, pelatihan morfem akan juga berkontribusi pada perkembangan kesadaran fonologi. Therefore, training morpheme will also contribute to the development of phonological awareness. Jika anda membaca bahasa Inggris dan tahu tentang bentuk jamak yang berakhiran -s, struktur ortografik dengan akhiran -ing dalam kata-kata seperti singing dan dancing, dan berbagai awalan seperti un-dalam kata unhappy atau mis- dalam kata misbehave, maka akan mudah bagi anda memahami kata-kata itu. If you read English and know about the plural ending-s, orthographic structure with the suffix-ing in words like singing and dancing, and various prefixes such as un-in a word mis-unhappy or misbehave in a word, it will be easy for you understand the words. Memahami isi morfem-morfem ini juga akan membantu anak dalam mengembangkan kosa kata baru. Understanding the contents of these morphemes will also help children develop new vocabulary.
Mengetahui bahwa awalan un- di depan kata happy membuat kata tersebut mempunyai makna yang berlawanan, dapat membantu anak menciptakan kata-kata baru seperti unlikely, unsatisfied dll. Knowing that the prefix un-in front of the word happy to make these words have opposite meanings, can help children create new words like Unlikely, etc. unsatisfied.
E. Perkembangan membaca dan gangguan membaca
The development of reading and reading disorders
Menurut model membaca dual-route (dua arah), ada dua strategi yang digunakan ketika membaca kata-kata (Coltheart 1978), yaitu strategi fonematik dan strategi ortografik. According to the model of reading dual-route (both directions), there are two strategies used when reading the words (Coltheart 1978), namely fonematik strategy and orthographic strategy. Model-model ini masih mendapatkan dukungan yang kuat. These models still have strong support. Strategi fonologi/fonematik melibatkan penggunaan kaidah konversi grafem-fonem untuk memperoleh akses leksikal ke stimulus tulisan, dan strategi ortografik melibatkan akses leksikal langsung yang memetakan konfigurasi ortografik dari sebuah kata secara langsung ke penyimpanan visual internal di dalam leksikon (Siegel 1993). Phonological strategy / fonematik rules involving the use of grapheme-phoneme conversion for lexical access to the stimulus text, and orthographic strategy involves direct lexical access that maps orthographic configuration of a word directly to internal storage in the visual lexicon (Siegel 1993). Pengetahuan dan kesadaran morfologi merupakan satu elemen penting bila menggunakan strategi ortografik. Namun, sejauh tertentu, kemampuan awal anak untuk menggunakan kedua strategi tersebut tergantung pada keteraturan bahasa yang digunakan untuk membaca. Knowledge and awareness of morphology is an important element when using orthographic strategies. However, a certain extent, the beginning of a child's ability to use both these strategies depends on the regularity of the language used for reading. Bahasa Inggris, misalnya, sangat tidak teratur dibanding bahasa Jerman dan bahasa Norwegia (lihat misalnya Hagtvet & Lyster, dalam pers). English, for example, is very irregular compared to German and Norwegian language (see eg Hagtvet & Lyster, in press). Satu fonem atau bunyi dalam bahasa Inggris sering kali digambarkan dengan banyak grafem, sedangkan sebagian besar bunyi dalam bahasa Norwegia selalu terkait dengan grafem yang sama. One phonemes or sounds in the English language is often described by many graphemes, whereas most of the sounds in the Norwegian language is always associated with the same grapheme. Dalam bahasa Inggris, bahasa tulis juga mempunyai lebih banyak grafem yang terdiri dari dua atau tiga huruf daripada bahasa Norwegia, misalnya, di mana sebagian besar bunyi hanya digambarkan dengan satu huruf atau satu grafem yang terdiri dari satu huruf. In English, the language has also written more graphemes consisting of two or three letters than the Norwegian language, for example, where most of the sound is only represented by one letter or one graphemes consisting of one letter.
Pelatihan keterampilan fonologi tampaknya mempunyai dampak yang sangat kuat terhadap membaca bila anak diajarkan tentang hubungan antara bunyi dan huruf dan bila pelatihan kesadaran fonemik dikaitkan secara eksplisit dengan tulisan (Ball & Blachman 1988; Bradley dan Bryant 1983; Hatcher, Hulme, & Ellis 1994). Phonological skills training seems to have a powerful impact on reading when children are taught about the relationship between sounds and letters and if the phonemic awareness training is explicitly linked with the words (Ball & Blachman 1988; Bradley and Bryant 1983; Hatcher, Hulme, & Ellis 1994). Pelatihan kesadaran morfologi juga akan lebih efektif jika aktivitas oral dikaitkan dengan tulisan. Morphological awareness training will also be more effective if the activity associated with oral writing. Sistem tulisan yang alfabetik biasanya digambarkan sebagai morfo-fonemik, karena representasi kata-kata sesuai dengan kombinasi antara prinsip morfemik dan prinsip fonemik. Alphabetical writing system is usually described as morfo-phonemic, because the representation of words according to the combination of principle and the principle of phonemic morfemik.
Agar menjadi pembaca yang kompeten, anak harus menggunakan kedua prinsip tersebut (Adams 1990). In order to become competent readers, children need both of those principles (Adams 1990). Bila seorang anak belajar membaca atau mengeja, penting untuk pertama-tama mengases apakah anak tersebut tahu semua hubungan bunyi-grafem, dan apakah unit-unit yang lebih besar seperti morfem dapat langsung dikenalinya ketika dia membaca. When children learn to read or spell, it is important to first assess whether the child knows all the sound-grapheme relationships, and whether the units are larger as can be instantly recognizable morpheme as he read.
Wimmer dan Goswami (1994) menekankan bahwa untuk dapat membaca cepat dengan pemahaman, anak yang belajar membaca dalam ortografi yang alfabetik perlu mengembangkan strategi pengenalan kata secara langsung dan tidak belajar ucapan lewat penerjemahan grafem-fonem (hal. 102). Wimmer and Goswami (1994) emphasized that to be able to read faster with comprehension, children who learn to read in alphabetical orthography need to develop strategies for the introduction of direct words and do not learn words through grapheme-phoneme translation (p. 102). Kesadaran akan prinsip ini mungkin penting untuk mengidentifikasi kata-kata secara cepat. Awareness of this principle may be important to identify words quickly. Anak-anak yang belajar tentang prinsip morfologi bahasa tulis di samping prinsip alfabetik dapat memperoleh keuntungan tambahan bila mengidentifikasi kata-kata yang tertulis, setidaknya jika mereka sudah belajar hubungan antara huruf dan bunyi. Children who learn about the principles of written language morphology in addition to the principle of alphabetical can obtain additional benefits when identifying the words written, at least if they've studied the relationship between letters and sounds. Tampaknya mereka mampu mengidentifikasi struktur yang lebih besar, misalnya struktur yang mewakili unsur-unsur gramatik, secara lebih mudah dan lebih cepat dibanding anak-anak yang tidak memiliki pengetahuan tentang prinsip morfematik. Apparently they are able to identify a larger structure, such as structures that represent the elements gramatik, more easily and more quickly than children who do not have knowledge of the principles morfematik.
Pola-pola kesulitan membaca yang digambarkan dalam model-model seperti yang dikemukakan oleh Spear-Swerling dan Sternberg (1994) mungkin disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk faktor biologis dan lingkungan. Patterns of reading difficulties described in the models as proposed by Spear-Swerling and Sternberg (1994) may be caused by various factors, including biological and environmental factors. Anak mungkin keluar dari jalur pada titik-titik tertentu menuju kemampuan membaca yang baik, dan perbedaan individual dalam hal temperamen, motivasi dan inteligensi secara keseluruhan mungkin terkait dengan variabel-variabel lingkungan untuk menentukan jalur belajar membaca yang akan diambilnya. Children may be out of line at certain points to good reading skills, and individual differences in temperament, motivation and intelligence as a whole may be associated with environmental variables to determine the learning path that will take to read. Sekali seorang anak atau remaja “terperosok” ke dalam rawa ekspektasi negatif, motivasi yang rendah dan tingkat praktek yang rendah, maka akan semakin sulit bagi mereka untuk kembali ke jalan menuju kemampuan membaca yang baik (Spear-Swerling dan Sternberg 1994). Once a child or adolescent "fall" into the swamp of negative expectations, low motivation and low levels of practice, it will be increasingly difficult for them to return to the path to good reading skills (Spear-Swerling and Sternberg 1994).
Anak-anak tertentu, khususnya mereka yang disleksia, tidak akan pernah mampu membaca dengan kecepatan tinggi dan akan selalu mengalami kesulitan mengembangkan kemampuan mengeja yang sesuai usia. Certain children, especially those who are dyslexia, will never be able to read with high speed and will always have trouble spelling skills develop with age. Disleksia dipandang sebagai gangguan biologis yang dimanifestasikan dengan kesulitan dalam belajar membaca dan mengeja walaupun diberi pengajaran konvensional dan memiliki kecerdasan yang memadai (Snowling, 1987). Dyslexia is seen as a biological disorder manifested by difficulty in learning to read and spell despite conventional instruction was given and have sufficient intelligence (Snowling, 1987). Akan tetapi, penting untuk dikemukakan kembali bahwa disposisi genetik ini kecil dampaknya terhadap perkembangan jika intervensi dini pada masa kanak-kanak dan masa sekolah difokuskan pada pemberian program linguistik yang memuaskan kepada semua anak untuk pengembangan kemampuan membaca dan mengejanya – dan penting untuk diingat bahwa keterampilan membaca berkembang melalui latihan praktis. Semakin banyak anak membaca, akan semakin besar kemungkinannya untuk menjadi pembaca yang baik. However, it is important to put forward again that this genetic disposition of a small impact on the development if early intervention in childhood and school years focused on providing a satisfactory linguistic programs for all children to develop the ability to read and spell - and it is important to remember that reading skills developed through practical exercises. The more children read, will be more likely to become good readers. Kenyataan ini juga berlaku bagi mereka yang mengalami kesulitan khusus mengembangkan keterampilan membaca yang sesuai usia yang disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan, kognitif atau bahkan genetik seperti disleksia. This fact also applies to those who have special difficulties develop reading skills appropriate age due to environmental factors, cognitive or even genetic as dyslexia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis Komentar Anda demi Perbaikan dan Kesempurnaan Blogs ini