22 Februari 2010

GAGASAN KURIKULUM MASA DEPAN
BAB I

GAGASAN KURIKULUM MASA DEPAN

A. Latar Belakang
Kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia saat ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara lain bahkan dengan sesama anggota ASEAN. Salah satu faktor utama rendahnya kualitas sumber daya manusia ini tentu berhubungan dengan dunia pendidikan nasional. Program pendidikan nasional yang dirancang diyakini belum berhasil menjawab harapan dan tantangan masa kini maupun di masa depan.
Dalam menghadapi harapan dan tantangan di masa depan, pendidikan merupakan sesuatu yang sangat berharga dan dibutuhkan. Pendidikan di masa depan memainkan peranan yang sangat fundamental di mana cita-cita suatu bangsa dan negara dapat diraih. Bagi masyarakat suatu bangsa, pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang akan menentukan masa depannya.
Menghadapi masa depan yang sudah pasti diisi dengan arus globalisasi dan keterbukaan serta kemajuan dunia informasi dan komunikasi, pendidikan akan semakin dihadapkan terhadap berbagai tantangan dan permasalahan yang lebih rumit dari pada masa sekarang atau sebelumnya. Untuk itu, pembangunan di sektor pendidikan di masa depan perlu dirancang sedini mungkin agar berbagai tantangan dan permasalahan tersebut dapat diatasi. Dunia pendidikan nasional perlu dirancang agar mampu melahirkan generasi atau sumber daya manusia yang memiliki keunggulan pada era globalisasi dan keterbukaan arus informasi dan kemajuan alat komunikasi yang luar biasa.
Dalam membangun pendidikan di masa depan perlu dirancang sistem pendidikan yang dapat menjawab harapan dan tantangan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Sistem pendidikan yang dibangun tersebut perlu berkesinambungan dari pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Salah satu dimensi yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan dunia pendidikan nasional di masa depan adalah kebijakan mengenai kurikulum. Kurikulum merupakan jantungnya dunia pendidikan. Untuk itu, kurikulum di masa depan perlu dirancang dan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional dan meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia. Mutu pendidikan yang tinggi diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan semua warga negara Indonesia.
Kesejahteraan bangsa Indonesia di masa depan bukan lagi bersumber pada sumber daya alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual, modal sosial, dan kredibilitas sehingga tuntutan untuk terus menerus memutakhirkan pengetahuan menjadi suatu keharusan. Mutu lulusan tidak cukup bila diukur dengan standar lokal saja sebab perubahan global telah sangat besar mempengaruhi ekonomi suatu bangsa. Terlebih lagi, industri baru dikembangkan dengan berbasis kompetensi tingkat tinggi, maka bangsa yang berhasil adalah bangsa yang berpendidikan dengan standar mutu yang tinggi.
Agar lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komperatif sesuai standar mutu nasional dan internasional, kurikulum di masa depan perlu dirancang sedini mungkin. Hal ini harus dilakukan agar sistem pendidikan nasional dapat merespon secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Dengan cara seperti ini lembaga pendidikan tidak akan kehilangan relevansi program pembelajarannya terhadap kepentingan peserta didik.
Pendidikan merupakan perkara penting dalam membangun sebuah negeri. Rusaknya pendidikan hanya akan melahirkan generasi yang rusak pula. Pada hari pendidikan nasional ini, kami ingin menyajikan sebuah tulisan yang mengungkap problematika sistem pendidikan di negeri ini yang berbasis sekularisme dan juga solusi untuk menuntaskan persoalan tersebut. Solusi yang ditawarkan tiada lain adalah dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis syariah yang ditegakkan oleh Daulah Khilafah Rasyidah. Penyelesaian masalah mendasar tentu harus dilakukan secara fundamental. Penyelesaian itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perombakan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi paradigma pendidikan Islam. Hal ini sangat penting dan utama. Artinya, setelah masalah mendasar diselesaikan, barulah berbagai macam masalah cabang pendidikan dapat diselesaikan (yang antara lain dikelompokan menjadi masalah aksesibilitas pendidikan, relevansi pendidikan, pengelolaan dan efisiensi, hingga kualitas pendidikan).
Solusi masalah mendasar tersebut adalah dengan melakukan pendekatan sistemik yaitu secara bersamaan dan menyeluruh agar sistem pendidikan dapat berubah lebih baik maka harus pula dilakukan perubahan terhadap paradigma dalam penyelenggaraan sistem ekonomi yang kapitalistik menjadi islami, tatanan sosial yang permisif dan hedonis menjadi islami, tatanan politik yang oportunistik menjadi islami, dan ideologi kapitalisme-sekuler menjadi mabda islam, sehingga perubahan sistem pendidikan yang materialistik pun dapat diubah menjadi pendidikan yang dilandasi oleh aqidah dan syariah islam sesuai dengan karakteristiknya. Perbaikan semacam ini pun perlu dikokohkan dengan aspek formal, yaitu dengan dibuatnya regulasi tentang pendidikan yang berbasiskan pada konsep syari’ah Islam.
Upaya perbaikan secara tambal sulam dan parsial, semisal perbaikan hanya terhadap kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana-prasarana, pendanaan dan sebagainya tidak akan dapat berjalan dengan optimal sepanjang permasalahan mendasarnya belum diperbaiki. Salah satu bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU Sistem Pendidikan yang ada dan menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan (Syari’ah) Islam. Hal paling mendasar yang wajib diubah tentunya adalah asas sistem pendidikan. Sebab asas sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-hal paling prinsipil dalam sistem pendidikan, seperti tujuan pendidikan dan struktur kurikulum.






BAB II
GAGASAN TENTANG KURIKULUM MASA DEPAN

A. PENTINGNYA PENDIDIKAN NILAI

Pada makalah “Pendidikan (Kita di) Masa Depan”, Dr William Chang membahas tentang pendidikan di tengah perubahan sosial, pendidikan tempo “doeloe”, sekilas pendidikan sekarang, dan pendidikan masa depan. Tentang gambaran masa depan, dipaparkan tentang beberapa gejala sosial dan nilai dasar, yaitu ketidakadilan sosial, kemanusiaan dan gender, kedisiplinan, dan masalah ekologi. Disinggung pula tentang tiga unsur penting, yaitu what to know, how to learn, serta mentalitas, kultur, pandangan, dan gaya hidup peserta didik.
Selanjutnya, diuraikan tentang perlunya mengembangkan kebudayaan moral dalam dunia pendidikan, cq sekolah, antara lain melalui kepemimpinan moral dan akademik, pelajaran-pelajaran bernilai moral yang bisa bentuk perilaku, peningkatan rasa komunitarian untuk bisa lebih mengenal yang lain, semangat demokratis, lingkungan moral yang mengandalkan dialog, dan lebih diperhatikannya dimensi moral dalam pergaulan.
Selain itu, dibahas juga tentang ciri-ciri manusia Indonesia yang pernah dikemukakan Mochtar Lubis pada tahun 1977 dan bagaimana pendidikan kita di masa depan menanggapi kenyataan ciri-ciri manusia Indonesia ini.
Akhirnya, dipaparkan beberapa rekomendasi yang berhubungan dengan pengembangan kurikulum, yaitu:
• Penyusunan kurikulum sebaiknya menganut prinsip benar, baik, dan indah.
• Kurikulum yang dikembangkan sebaiknya terkait dengan “teori pengetahuan”. Pengetahuan sebagai kebenaran dan bukan sebagai “vested interests”.
• Perlu diperhatikan aspek-aspek normatif kurikulum, seperti peran pendidikan nilai dalam kurikulum, pengaruh kultur sosial dan tuntutan masyarakat atau keperluan individu, dan perancangan kurikulum yang kontekstual tanpa kehilangan aspek normatif.
• Pengintegrasian “teori nilai” sambil memperhatikan hirarki nilai, serta sosialisasi nilai dasar kemanusiaan yang universal sejak jenjang pendidikan dasar.
• Pemberian perhatian kepada dimensi estetik kurikulum.

B. PARADIGMA PENDIDIKAN PROGRESIF

Utomo Danan Jaya dalam makalahnya yang berjudul ” Kurikulum Masa Depan” membandingkan paradigma pendidikan yang konservatif dan progresif. Perbandingan itu meliputi pandangan filosofis yang mendasari, dan teori-teori para ahli pendidikan, tujuan kegiatan belajar-mengajar, pengembangan dan pelaksanaan kurikulum yang berbasis pengetahuan dan berbasis kompetensi, serta pendekatan belajar-mengajar yang dianut yang berimplikasi kepada perbedaan peran guru dan siswa, serta penilaian hasil kemajuan belajar siswa.
Paparan pandangan Utomo Danan Jaya amat menarik diperhatikan para pengambil keputusan, pengembang kurikulum dan penilaian, serta praktisi pendidikan, terutama kepala sekolah dan guru. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain dikemukakan berikut ini.
• Perlu dikembangkan pola pendidikan yang progresif, antisipatif ke masa depan, mudah beradaptasi, dan terbebas dari kungkungan dan dominasi pemerintah.
• Pendidikan jangan hanya menjadi instrumentasi kebijakan, hasrat, minat, kondisi sesaat. Sebagai organ dalam tubuh masyarakat, pendidikan harus memiliki inti seperti hati nurani untuk bersentrifugal menyesuaikan diri guna melayani kebutuhan masyarakat yang selalu ”menjadi”, tidak statis atau kaku.
• Pendekatan belajar aktif lebih cocok untuk mendorong perubahan pada lingkungan sekolah dan dunia pendidikan umumnya. Anekaragam potensi siswa dapat berkembang maksimal jika diberi ruang gerak, ruang bermanuver, dan ruang kebebasan berdaya cipta.
• Hasil-hasil riset otak yang mengungkapkan aktualisasi potensi otak manusia amat minimal hendaknya dipacu untuk merambah pengembangan tak terbatas potensi manusia guna melayani serta menjadi agen perubahan masyarakat dan kehidupan bersama.
• Hasil-hasil riset, aliran-aliran pemikiran (falsafah), temuan-temuan baru, tantangan-tantangan baru, kebutuhan-kebutuhan baru, perubahan kondisi alam dan klimatis harus menjadi masukan kontinu untuk terus memproses perubahan dunia pendidikan.
• Manajemen berbasis sekolah (MBS) yang berlandaskan self-determination kepala sekolah, staf guru, dan komite sekolah hendaknya diterapkan di sekolah sebagai satu unit dan lingkungan sekolah berdekatan atau gugus sekolah (cluster) serta lingkup kecamatan dan kabupaten / kota.
• Tantangan globalisasi hendaknya digunakan sebagai peluang, tidak dilihat sebagai masalah yang perlu dirisaukan. Dunia akan tetap berubah dengan cepat, terlepas dari dunia pendidikan mau berubah atau tidak. Model-model sekolah baru, eksperimentasi pendidikan, kiat layanan pendidikan yang baru, E-learning, distant learning, contextual learning, pendekatan multi-kecerdasan, penggunaan internet dalam pendidikan, pemanfaatan jejaring pendidikan harus selalu dikembangkan untuk mengubah organisme pendidikan agar terus beradaptasi bagi kepentingan masyarakat yang berubah.

C. BELAJAR AKTIF UNTUK ANAK USIA DINI

Pada makalah “Kurikulum Masa Depan Pendidikan Anak Usia Dini”, Nina K Tambunan dan Aryanti dari High Scope, Jakarta menekankan hal-hal berikut ini.
• Betapa pesatnya perkembangan dunia informasi dan teknologi yang begitu depat disertai makin rumitnya masalah yang dihadapi umat manusia.
• Informasi berlipat ganda setiap 72 hari. Padahal, dulu tiap 8 tahun, dan kemudian tiap 5 tahun.
• Betapa rendahnya hasil pendidikan Indonesia, seperti yang terlihat pada urutan ke-40 dari 40 negara, Human Development Index tahun 2003 Indonesia pada urutan 112, merosot dari urutan ke-104 pada tahun 1995. Tes PISA untuk matematika, siswa Indonesia berada pada urutan ke-40 dari 40 negara, dan tes internasional TIMSS untuk matematika, siswa kita menduduki urutan ke-34 dari 45 negara. Mengamati data ini, apakah kita siap menghadapi tahun 2030 misalnya?
• Padahal tantangan abad ke-21 yang sedang kita hadapi adalah internasionalisasi, pemerolehan informasi yang cepat dan tepat, inovasi, dan outsourcing. Selain itu, kini lebih ditekankan pengembangan multi-kecerdasan, terutama EQ dan SQ, bukan lagi IQ.
• Skills dan kemampuan literasi serta ciri-ciri kualitas lulusan pendidikan yang dibutuhkan dunia kerja pada abad ke-21 amat berbeda dengan indikator sukses sekolah tradisional kita. Indikator sukses sekolah progresif bertolak belakang dengan indikator sekolah tradisional. • Karena itu, disarankan penerapan pendekatan belajar aktif, yang dipadukan dengan
cara belajar sesuai dengan kerja otak (Brain-Compatible Learning) dalam
pengembangan kurikulum, aktualisasi dalam proses belajar-mengajar, dan penilaian.

D. APA FUNGSI PENDIDIKAN DASAR?

Pada makalah “Kurikulum Pendidikan Dasar Masa Depan”, Udin Syaefudin Sa’ud dari Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung menekankan hal-hal berikut ini.
• Penggunaan ICT yang dipadukan dengan bahan ajar yang dikembangkan.
• Penerapan “joyful learning” dan”CTL” yang terpadu dengan bahan ajar.
• Penerapan penilaian portofolio yang terkait dengan perkembangan
• lifeskills peserta didik. Faktor penentu keunggulan suatu negara (*)
Hasil evaluasi Bank Dunia (1995) terhadap 150 negara di dunia), yaitu:
1) Innovation & creativity 45%
2) Networking 25%
3) Technology 20%
4) Natural resources 10%
5) Penerapan penilaian portofolio yang terkait dengan perkembangan lifeskills peserta didik. Fungsi pokok pendidikan dasar, yaitu:
6) Pengembangan jati diri individu peserta didik sebagai pribadi dan warga Negara
7) Pengembangan personal lifeskills dan enterpreneurship skills
8) Pengembangan problemsolving skills
9) Pengembangan social responsibility
10) Pengembangan “basic skills for learning to know, learning to do, learning to be, and learning to live together”

E. KONSEP DASAR ATAU ESENSIAL ITU PENTING

Pandangan-pandangan yang dikemukakan pada makalah “Body of Knowledge Sains dan Matematika (Kurikulum Pendidikan Menengah)”, oleh Triyanta dari LAPI ITB, Bandung membawa implikasi yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum masa depan berikut ini.
Kalau biologi adalah ilmu yang paling sulit dalam bidang sains, apa implikasinya bagi penyusunan kurikulum?
a) Apakah perlu digunakan pendekatan tematis dalam mata pelajaran biologi?
b) Apakah perlu diperbanyak materi tentang implikasi temuan biologi terhadap tindakan manusia, misalnya berhubungan dengan genetika (DNA yang berimplikasi pembuktian forensik, anak dari keturunan siapa, kloning, serta hukum Mendel dan perkawinan campur.
c) Apakah jumlah jam pelajaran biologi perlu ditambah?
d) Bagaimana merancang eksperimen dan penyelidikan biologi yang melayani pendekatan multidisiplin? Dalam makalah ini dikemukakan contoh basic concepts dalam biologi yang
e) menggambarkan keterkaitan antar-disiplin ilmu. Pendekatan pemilihan konsep seperti ini juga dapat diterapkan pada mata-mata pelajaran IPS karena dalam IPS juga dikenal basic concepts seperti universalitas, evolusi, keberagaman, keberlangsungan, interaksi, persaingan, kerja sama, dan adaptasi. Basic concepts dapat digunakan sebagai tema pemersatu jika hendak digunakan pendekatan tematik dalam pelajaran sains di SMP dan SMA.
f) Perlu dikaji standar isi 2006 mata pelajaran IPA SD, Fisika SMP dan SMA, apakah konsep-konsep esensial fisika telah termuat. Perlu dipertimbangkan penggunaan kriteria pemilihan konsep esensial fisika (juga biologi dan kimia). Kriteria tersebut antara lain:
g) Apakah suatu konsep esensial lebih membantu siswa menguasai kompetensi sains dalam bentuk karya 2 dan 3 dimensi, unjuk kerja, dan perilaku.
h) Apakah konsep esensial yang dipilih mendorong siswa menemukan konsep-konsep lain sebagai dampak penerapan pendekatan belajar aktif.
i) Apakah konsep esensial yang dipilih membantu siswa untuk memahami konsep-konsep fisika (juga biologi dan kimia) penting lainnya.
j) Apakah konsep-konsep esensial itu mudah dipelajari melalui eksperimen dan penyelidikan (investigation).
k) Untuk mata pelajaran kimia, basic concepts yang ditawarkan dapat digunakan untuk memperbaiki standar isi 2006 mata pelajaran Kimia.
l) Untuk mata pelajaran matematika, basic concepts yang ditawarkan dapat digunakan untuk memperbaiki standar isi 2006 mata pelajaran matematika.

F. CIRI SDM MENGHADAPI GLOBALISASI

Pada makalah “Tantangan Kurikulum Masa Depan (Kurikulum Masa Depan Pendidikan Menengah)”, Ir. Hadiwiratama dari LAPI ITB, Bandung menekankan hal-hal berikut ini.
• Pada era globalisasi ini tampak bahwa yang menjadi pelopor dan penanda masa depan adalah ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy) dan industri berbasis pengetahuan (knowledge-based industry).
• Industri berbasis pengetahuan sangat bergantung kepada inovasi sebagai kunci kebrhasilan. Untuk menemukan inovasi apa yang perlu diterapkan, diperlukan research and development, litbang (penelitian dan pengembangan) karena hasilnya dijadikan modal untuk meengembangkan kemampuan inovasi.
• Pengembangan pendidikan dan khususnya kurikulum perlu memperhatikan kecenderungan dunia yang berubah, antara lain:
- Polarisasi masyarakat global ke dalam negara-negara inovator teknologi, negara-negara adaptor teknologi, dan negara-negara yang terkucilkan dari kemajuan teknologi.
- Bidang-bidang yang menjadi generator utama perubahan dunia, yaitu teknologi informasi, teknologi biologi, dan teknologi nano.
• Tuntutan tata ekonomi baru terhadap SDM yang memiliki kemampuan man of purpose, man of imagination, man of creativity, dan man of innovation.
• Industri berbasis pengetahuan memerlukan tenaga kerja yang amat mahir sebagai knowledge workers.
• Tuntutan ciri SDM masa depan ini perlu dipenuhi sistem pendidikan, khususnya melalui kurikulum yang dikembangkan dan diimplementasi.

G. PENDIDIKAN AGAMA YANG UTUH

Pada makalah “Kurikulum Masa Depan Pendidikan Agama”, M. Amin Summa dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta menekankan hal-hal berikut ini.
• Perlu disiasati pengembangan kurikulum pendidikan agama yang dirasakan terlalu sedikit mendapatkan jatah, sementara pada sisi yang lain teramat banyak/berat tuntutan yang dibebankan pada pendidikan agama.
• Yang sejogianya dirancang-bangun adalah kurikulum pendidikan agama yang bersifat utuh dan menyeluruh, yang memperlihatkan ciri-ciri berikut ini. Kurikulum pendidikan agama yang memuat semua aspek agama yang hendak diajarkan oleh guru-pendidik agama;
• Kurikulum pendidikan agama yang memadukan semua aspek ajaran agama sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan apalagi dipertentangkan.
• Kurikulum pendidikan agama yang mampu mengintegrasikan ilmu pengetahuan agama dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang lain (non-agama), yang paling sedikit dianggap sama kepentingan dan kegunaannya bagi hidup dan kehidupan bangsa Indonesia dan bahkan umat manusia pada umumnya.
• Di samping itu, pendidikan agama tidak hanya semata-mata bersifat teoretis tetapi juga perlu didukung oleh pengamalan dan pengalaman para guru-pendidiknya.

H. PENTINGNYA PENDIDIKAN DEMOKRASI

Pandangan-pandangan yang dikemukakan pada makalah “Kurikulum Masa Depan Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, oleh Udin S Winataputra dari Universitas Terbuka, Jakarta membawa implikasi yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum masa depan berikut ini.
• Bagaimana mensinkronkan pendidikan kewarganegaran (PKn) dengan perkembangan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara:
• Alasannya adalah karena gejolak kehidupan itu berpengaruh terhadap persepsi dan pengalaman siswa dalam pendidikan PKn
• PKn harus membina sikap kritis siswa dan sikap membangun bangsa, betapa pun kondisi dan suasana yang pesimistis.
• PKN harus diajarkan melalui studi kasus, pelibatan pengamatan terhadap gejala masyarakat, dan perbandingan dengan negara-negara lain.
• Bagaimana mewariskan tradisi berdemokrasi melalui PKn? Proses belajar-mengajar
• PKn hendaknya menerapkan pendekatan belajar aktif dengan ciri-ciri pendukung demokrasi berikut ini.
• Berdiskusi untuk menghargai perbedaan pendapat dan mencari win-win solution. Selain diskusi, berdebat juga penting.
• Variasi kegiatan individual, pasangan, kelompok kecil, kelompok besar, dan seluruh kelas seperti realitas ragam aktivitas dalam masyarakat.
• Dorongan agar siswa berani mengemukakan pendapat.
• Pembagian tugas, hak dan kewajiban dalam menjalankan tugas kelompok atau seluruh kelas.
• Penerapan kegiatan observasi untuk pengumpulan data guna penarikan kesimpulan yang objektif. Pemilihan ketua kelas, ketua kelompok, dan pembagian tugas kelompok dan seluruh kelas.
• Penilaian yang objektif, misalnya penggunaan skala sikap, penilaian diri, portofolio, dan berbagai bentuk alat penilaian kualitatif lainnya.
• Bagaimana menyerasikan PKn, terutama pendidikan demokrasi, dengan perkembangan ekonomi, kesadaran indentitas nasional, dan pengalaman sejarah Indonesia & PKn? Cara yang dapat ditempuh antara lain:
- Siswa membahas persoalan ekonomi, sosial, dan politik dari sudut pandang demokrasi sebagai norma Pancasila dan UUD 1945.
- Siswa kritis terhadap fakta sejarah dan interpretasinya dan berusaha mencari gagasan solusi terhadap permasalahan bangsa.
- Yang lebih penting adalah suasana demokratis dibina dalam PBM dan penilaian PKn, merembet ke kehidupan sekolah, terutama penekanan kepada pelaksanaan hak asasi anak.
I. PROSES MATEMATIKA

Pandangan-pandangan yang dikemukakan pada makalah ”Kurikulum Masa Depan Matematika,” oleh Bana G Kartasasmita dari ITB, Bandung, membawa implikasi bagi pengembangan kurikulum matematika berikut ini.
• Sangat penting diterapkan pendekatan belajar aktif (student active learning) yang terfokus kepada proses matematika, Kurikulum yang dikembangkan dan implementasinya dalam PBM hendaknya menekankan pemecahan masalah (problemsolving) dan pengembangan beragam kompetensi konkret matematika, bukan pengetahuan atau materi matematika.
• Materi (substansi atau isi) matematika yang diusulkan hendaknya dikaji lebih lanjut guna memperbaiki materi matematika yang terdapat pada Standar Isi 2006.
• Perbandingan dengan standar-standar kurikulum mata pelajaran di negara-negara tetangga dan di dunia hendaknya lebih ditekankan agar standar Indonesia tidak ketinggalan.
• Pengalaman pihak-pihak yang sudah menerapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pembelajaran matematika di sekolah amat penting dikaji dan hasilnya diterapkan guna mendorong percepatan mengejar ketertinggalan dalam pengajaran matematika.
• Perlu dititikberatkan pengadaan dan penyebaran sarana belajar matematika, berupa buku pelajaran, alat peraga, lembar kerja, buku sumber dan referensi, paket belajar (learning pack), CD, dan buku bacaan yang relevan.

J. TINGKAT LITERASI

Pada makalah ”Kurikulum Bahasa Sinergis Masyarakat Multilingual,” Helena I.R Agustine dari Universitas Negeri Semarang mengemukakan 4 tingkat literasi yang sederhana yang dapat digunakan secara meluas, yaitu:
1) Tingkat literasi “performative”, yang meliputi Kemampuan berbahasa atau mengendalikan komunikasi di antara orang-orang yang dikenal, dalam konteks tatap muka. Dan, jika komunikasi dilakukan secara tertulis, ragam tulisannya bukan ragam tulis tetapi lebih menyerupai ragam bahasa lisan yang ditulis.
2) Tingkat literasi “functional”, yang mencakup kemampuan sebagai anggota masyarakat tertentu untuk mengatasi tuntutan kehidupan sehari-hari yang melibatkan bahasa tulis. Contoh: kemampuan membaca surat kabar populer, menulis surat lamaran kerja, mengikuti instruksi atau manual yang bersifat prosedural. Tingkat literasi ini dapat ditargetkan sebagai kemampuan tertinggi penguasaan siswa terhadap bahasa daerahnya.
3) Tingkat literasi “informational”, yang meliputi kemampuan dalam komunikasi ilmu pengetahuan, terutama yang berbasis disiplin tertentu. Penekanannya kepada kemampuan membaca dan menulis, terutama membaca agar siswa dapat mengakses pengetahuanyang terakumulasi yang dilihat sebagai fungsi sekolah dalam mentransmisinya. Kemampuan literasi ini diperlukan bagi orang yang belajar bahasa untuk tujuan belajar atau mempelajari ilmu pengetahuan seperti yang terjadi di sekolah-sekolah dengan harapan siswa dapat melanjutkan studinya di jenjang lebih tinggi, sampai perguruan tinggi.
4) Tingkat literasi ”epistemic” yang mencakup kemampuan menyampaikan pengetahuan, berdiskusi, melakukan penelitian dan melaporkannya dalam bahasa. Juga diharapkan, siswa berperilaku layaknya orang terpelajar sebagai hasil dari kemampuan membacanya dan perilaku tersebut akan berdampak kepada masyarakat sekitarnya. Tingkat literasi ini menjadi target terakhir kemampuan berbahasa Indonesia dan berbahasa Inggris para siswa.
Kurikulum bahasa asing lainnya untuk tingkat SMA disusun sesuai dengan target literasi yang dicanangkan. Dalam kurun waktu tiga tahun dengan alokasi tidak lebih dari 4 X 45 menit seminggu mungkin hanya dapat ditargetkan untuk mencapai kompetensi berwacana primer dengan tingkat literasi performatif.
Selanjutnya, penulis ini menyarankan perlunya sinergi antar-kurikulum bahasa, yaitu bahasa daerah (bahasa ibu anak), bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa asing lainnya. Selanjutnya, perlu juga sinkronisasi antara literasi bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa daerah, dan bahasa asing lainnya.

K. BELAJAR AKTIF IPA

Pandangan-pandangan yang dikemukakan pada makalah ”Kurikulum IPA Masa Depan” oleh Budi Jatmiko dari Universitas Negeri Surabaya membawa implikasi bagi pengembangan dan implementasi kurikulum IPA berikut ini.
• Gagasan-gagasan yang dikemukakan sebenarnya telah dilaksanakan berupa pendekatan belajar aktif IPA dalam pengembangan kurikulum dan implementasinya di lapangan. Namun, upaya ini belum tersebar ke seluruh pelosok tanah air. Karena itu, pendekatan belajar aktif IPA perlu didesiminasi melalui pelatihan para guru dan inovasi yang dilakukan oleh berbagai instansi, seperti dinas pendidikan, LPMP, FKIP, lembaga donor internasional, dan lembaga swadaya masyarakat.
• Perlu digalakkan penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar IPA di SD, SMP, dan SMA. Karena ketersediaan laboratorium terbatas dan laboratorium di banyak sekolah kurang lengkap. Namun, yang lebih penting lagi adalah penggunaan lingkungan untuk mendekatkan siswa kepada objek-objek alamiah, pengembangan kemampuan melakukan observasi, mengakrabi kehidupan nyata sehari-hari, dan mendinamisasi kerja otak karena interaksi siswa dengan alam.
• Saran-saran tentang penilaian cukup relevan. Yang perlu diperhatikan adalah fokus penilaian yang sebaiknya diarahkan keada penilaian kompetensi konkret siswa, berupa karya dua dan 3 dimensi, unjuk kerja, dan perilaku.
• Perlu dikembangkan dan diadakan beragam bentuk sumber dan sarana belajar IPA yang tersedia di sekolah.
• Sistem pembinaan profesional guru, terutama sistem pelatihan guru sebaiknya dikembangkan dalam era otonomi daerah karena sistem yang dulu digunakan pada era sentralisasi sudah tidak diterapkan lagi. Tujuannya adalah agar para guru mengubah paradigma mengajar secara konvensional ke pendekatan belajar aktif.

L. SISWA TERCERABUT DARI DUNIANYA

Pandangan-pandangan yang dikemukakan pada makalah ”Tercerabutnya Peserta Didik dari Dunianya: Sebuah Pengalaman atas Penyeragaman Kurikulum Sekolah (Kurikulum Masa Depan Ilmu Pengetahuan Sosial) oleh Nicolaas Warrouw dari Universitas Gajah Mada membawa implikasi bagi pengembangan dan implementasi kurikulum IPS berikut ini.
• Kurikulum sekolah harus memperhatikan karakteristik budaya, ekonomis, sosial anak.
• Pendidikan sekolah sebaiknya tidak mencerabut anak dari dunianya, dari budaya, dan konteks pencarian nafkah hidupnya.
• Guru perlu dilatih untuk menggunakan kebiasaan budaya, folklore, legenda, kesenian, sistem pertanian atau pengolahan lahan, cara memperoleh nafkah (mata pencaharian), sistem pembangunan rumah, sistem irigasi, dan kebiasaan gotong royong agar siswa dipersiapkan mengembangkan tradisi dan budayanya ke arah yang berciri modern.
• Pendekatan belajar aktif yang menekankan penggunaan lingkungan dapat digunakan untuk mengurangi dampak ketercerabutan siswa dari konteks lokalnya.
• Mata pelajaran IPS sebaiknya memperkenalkan berbagai perspektif (sudut pandang) dan kenyataan yang bervariasi dalam konteks Indonesia dan dunia. Mata-mata pelajaran lain juga berfungsi yang sama,
• Falsafah konstruktivisme cocok digunakan untuk mengembangkan konsep dan kompetensi siswa dari alam pikir (konsepsi) dan pengalaman siswa dalam konteks lokalnya. Siswa belajar lebih mudah kalau digunakan pendekatan konstruktivisme dan hasil belajar lebih membumi. Dengan demikian, kompetensi siswa dibangun dan dikembangkan dalam lingkungan tempat ia mencari nafkah dan berkiprah.
M. KREASI DAN KREATIVITAS, FOKUS PENDIDIKAN SENI BUDAYA

Pada makalah “Masukan untuk Kurikulum Seni – Budaya Masa Depan (SD sampai SMU)”, Primadi Tabrani dari ITB, Bandung mengemukakan sejumlah saran. Penyajian saran-saran yang penting dipadukan dengan implikasi yang muncul dari saran-saran tersebut untuk pengembangan dan implementasi kurikulum masa depan.
• Kepada para siswa perlu diperkenalkan sejarah dan lingkungan yang menghasilkan seni budaya Austronesia/Nusantara. Untuk itu, para guru seni budaya dan sejarah perlu mempelajarinya. Melalui pengenalan ini, generasi muda kita dapat merasa bangga sebagai putra Nusantara.
• Walaupun trio ilmu-teknologi-seni memiliki ciri khas masing-masing, sebenarnya tak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Karena itu, sebaiknya kurikulum seni budaya merupakan kegiatan proses belajar-mengajar yang terpadu. Dijadikan “proyek” yang memadukan berbagai seni dan berbagai ilmu. Dengan materinya bisa dari film, video, buku, cerita, dongeng. Misalnya proyek “Ruang Angkasa”.
• Dalam pendidikan senirupa, untuk pelajaran menggambar yang boleh dikata semata NPM dari Barat perlu diperbaiki dengan memberikan RWD, yang merupakan gambar alami anak dan merupakan anugrah Tuhan, tempat yang sejajar dengan NPM. Kepada anak perlu diberi peluang untuk membuat perpaduan antara NPM dan RWD. Bila ingin memperagakan sesuatu, pakailah NPM, tapi bila ingin bercerita/berekspresi, pakailah RWD atau kombinasi antara keduanya. Senirupa kita bisa maju dengan ‘melompat’ sebab RWD belum ada di Barat.

Perbandingan sistem menggambar NPM & RWD

Perbandingan sistem menggambar NPM & RWD
NPM (Naturalis-Perspektif-Momenopname) RWD (Ruang-Waktu-Datar)

1 arah Aneka arah


1 jarak Aneka jarak


1 waktu Aneka waktu (sekuensi beberapa adegan, bermatra waktu, bercerita lebih lama


1 skema Gabungan beberapa skema


Panjang x lebar Panjang - lebar - waktu


Dibingkai Tak dibingkai, bebas dalam ruang


Dibekukan dalam gambar Gambar mati yang hidup

mati

Implikasi dari perbandingan ini, adalah:
• Siswa perlu dilatih menggambar sesuai dengan ciri alamiah anak.
• Siswa menggambar di tanah, pasir, daun, lalu dipakai kertas, dan kemudian di tembok (wallpainting).
• Siswa diperkenalkan sistem menggambar NPM dan RWD secara sendiri-sendiri dan juga sebagai gabungan (kombinasi).
• Butir No.2 dilatih berdasarkan irama perkembangan dan pencarian siswa.
• Pendidikan senirupa SMA, perlu diubah pelajaran tentang rupa dasar Nusantara (yang berdimensi waktu – ragam hias misalnya). Ke dalam kurikulum seni budaya di sekolah perlu dimasukkan banyak seni budaya tradisi sebagai warna lokal daerah. Tujuannya, bukan hanya agar kita mengenal kembali heritage kita sebagai bangsa, tapi pula untuk merasakan bahwa banyak mutiara mutiara terpendam yang berupa konsep-konsep yang bisa diangkat untuk seni dan desain kita di masa depan.
• Media pembelajaran kita perlu dikembangkan menjadi paket media yang “rupa-rungu”: ada teks, slide, video, CD, gambar peraga, dan sebagainya. Dan buku pelajaran sudah masanya dikembangkan menjadi “illustrated” science & technology books, di mana gambar dan kata terpadu untuk menunjang proses belajar yang lebih maju, cepat, dan mendalam.
• Praktik berkarya seni hendaknya cukup terwakili dalam kurikulum, sebab berkarya seni melatih anak didik untuk piawai berproses belajar yang baik yang sama dengan proses kreasi. Ini kemudian akan memudahkan diperolehnya proses belajar-mengajar yang baik yang bisa “ditularkan” saat proses belajar-mengajar dalam ilmu-ilmu yang lain, juga dalam Iptek.
• Di tingkat SD dan SLTP, bahkan kalau bisa juga di SMA pelajaran seni budaya sebaiknya jangan dipisahkan teori dengan praktiknya. Sebaiknya teori dan praktik terpadu, hingga terhayati dan proses belajarnya menjadi proses kreasi. Dengan demikian, karya tidak hanya mengekspresikan perasaan, tapi juga merefleksikan pengetahuan, data, riset yang dilakukan untuk menghasilkan karya tersebut.
• Sebaiknya untuk SD diberi dasar untuk menggambar dari alam dengan bantuan imajinasi.
• Para pakar pendidikan kita diharapkan mau meneliti Limas Citra Manusia, apakah memang bisa digunakan secara praktis untuk proses belajar-mengajar, setidaknya sebagai pembanding/alternatif bagi proses belajar-mengajar Barat yang “kurang memuaskan" yang kita gunakan selama ini. Siapa tahu Limas LCM tersebut merupakan jawaban atas keresahan Anderson yang mendambakan ditemukannya ““……the single psychological theory that adequately provides a basis for all learning…..”.


N. PENDIDIKAN JASMANI BUKAN HANYA UNTUK OLAHRAGA
Pandangan-pandangan yang dikemukakan pada makalah ” Menggagas Kurikulum Pendidikan Jasmani Masa Depan” oleh Agus Mahendra dari Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung membawa implikasi bagi pengembangan dan implementasi kurikulum pendidikan jasmani berikut ini.
• Gagasan penulis agar orientasi pendidikan jasmani bukan hanya pendidikan olahraga, tetapi ke arah pengembangan nilai-nilai dan karakter positif individu dan masyarakat atau pendidikan jasmani untuk kehidupan seyogianya diterapkan pada kurikulum masa depan. Demikian pula, perlunya memberikan tantangan kepada siswa untuk melampaui batas (limit) kemampuan sebelumnya agar tercapai persepsi baru mengenai diri.
• Implikasinya adalah perlunya diberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kompetensinya sampai melampaui batas tersebut. Untuk itu, PBM harus diatur bervariasi sesuai dengan taraf pencapaian kompetensi siswa.
• Gagasan agar kurikulum diarahkan kepada peserta didik dan pencapaian otonomi individu dan pengarahan diri serta siswa bertanggung jawab untuk menentukan sendiri arah tujuannya, mengembangkan keunikan pribadi, dan memandu sendiri kegiatan belajarnya perlu diperhatikan. Demikian pula unsur pemecahan masalah dan pengembangan kemampuan kreatif, serta keterampilan menggunakan teknologi, termasuk komputer, serta keterampilan kritis dalam menanggapi dan mengambil keputusan secara tepat. Implikasinya adalah perlunya diterapkan pendekatan belajar aktif yang memberi ruang kebebasan eksplorasi bagi individu sesuai dengan minat, bakat, dan ciri khusus fisik dan kepribadiannya.
• Selain itu, perlu diidentifikasi kebutuhan masyarakat dalam bidang seperti mitigasi bencana alam, kekhasan lingkungan setempat (pantai, terumbu karang, peternakan kuda, sapi, kerbau, pendakian gunung, panjat pohon, lokasi jurang, lingkungan binatang berbisa dan berbahaya bagi keselamatan manusia. Pendidikan jasmani hendaknya diarahkan pula untuk menjawab kebutuhan masyarakat tersebut.
• Pemecahan masalah (problemsolving) dalam pendidikan jasmani dapat dilakukan, misalnya, bagaimana memikul barang lebih banyak dengan mempertahankan keseimbangan, memikul barang sambil menyeberangi sungai yang sedang dilanda banjir, bagaimana menghadapi angin puting beliung, dan bagaimana melakukan urut patah tulang.
• Gagasan agar proses belajar keterampilan dalam pendidikan jasmani memasukkan proses perolehan / penguasaan keterampilan (persepsi, pemolaan, penghalusan, dan adaptasi) dan sekaligus proses gerak kreatif melalui pengembangan variasi, improvisasi, dan komposisi dapat dilaksanakan antara lain melalui penggabungan pendidikan jasmani dengan pendidikan seni tari.
• Saran agar perancangan kurikulum pendidikan jasmani memperhitungkan hasil ekstrapolasi tentang kondisi dan kebutuhan masyarakat di masa depan perlu diperhatikan. Contoh kondisi dan kebutuhan masyarakat itu misalnya:
• Bagaimana menghindar dari tanah longsor, banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran (hutan), dan angin puting beliung
• Pengetahuan dan pengalaman dasar tentang kekuatan arus air, arah arus, bagaimana bergerak menggunakan efek arus air; bagaimana berenang dan menggunakan media yang ditemukan (persiapan media seperti kayu, batang pisang, pelampung; bagaimana tidur sambil terapung di tengah laut; bagaimana menyelam yang benar.
• Contoh yang lain, bagaimana berlari menghindari dan berlindung dari runtuhan saat gempa, perlengkapan yang perlu untuk memadamkan api, dan gerakan memadamkan api.
• Perlu dilakukan studi banding praktik pendidikan jasmani di berbagai negara yang menerapkan paradigma baru pendidikan jasmani. Selain itu, perlu diberi kebebasan kepada guru untuk berkesperimentasi dan mengeksplorasi pola gerak yang benar dalam berbagai situasi dan kondisi.


BAB III
INOVASI KURIKULUM MASA DEPAN

A. BISAKAH MENGINTEGRASIKAN PENDIDIKAN KETERAMPILAN DENGAN IPA DAN IPS
Pandangan-pandangan yang dikemukakan pada makalah ”Kurikulum Keterampilan Masa Depan” oleh Hajar Pamadhi dari Universitas Negeri Yogyakarta membawa implikasi bagi pengembangan dan implementasi kurikulum pendidikan jasmani berikut ini.
1. Komposisi bermain dan belajar dari SMP s.d. SMA cukup rasional. Porsi belajar sambil bermain yang cukup besar di SD, namun secara gradual dikurangi pada jenjang SMP dan terutama SMA. Sebaliknya, porsi belajar berkembang atau membesar sejalan dengan pengurangan porsi bermain.
2. Prinsip komposisi seperti Ini tidak hanya berlaku bagi pendidikan keterampilan, tapi secara umum pada berbagai mata pelajaran lain juga sesuai dengan komposisi yang lazim diterapkan. Prinsip ini berlaku untuk seluruh kurikulum jenjang pendidikan dasar dan menengah.
3. Perlu dipertimbangkan mengintegrasikan pendidikan keterampilan ke dalam IPA, IPS, dll di tingkat SMA.
4. Perlu dipertimbangkan pengintegrasian pendidikan keterampilan ke dalam kegiatan ekstrakurikuler agar lebih mengefisienkan waktu dan tenaga.
5. Perlu dianut pendekatan multiple intelligences yang mencakup seluruh kehidupan dan kegiatan belajar siswa di sekolah, di rumah, dan di masyarakat. Gagasan pengintegrasian ini sesuai dengan hasil riset otak dan pendekatan kurikulum berbasis kompetensi.
6. Pengembangan kreativitas siswa akan seimbang karena tidak melupakan aspek produksi, penampilan hasil karya, pemajangan hasil kerja. Upaya ini sesuai dengan prinsip pendekatan kurikulum berbasis kompetensi, yaitu pengintegrasian ranah kognitif, afektif, dan psikomotor ke dalam kompetensi siswa dalam bentuk / jenis karya 2 dan 3 dimensi, unjuk kerja, dan perilaku.
7. Pengintegrasian ini akan menguntungkan tipe siswa dengan gaya belajar bervariasi, yaitu tipe visual, auditif, dan kinestetik. Tipe kinestetik akan terlayani. Selama ini tipe ini sangat dirugikan dalam pola pengajaran konvensional satu arah.

B. PERTANYAAN UNTUK TIK DI MASA DEPAN

Pandangan-pandangan yang dikemukakan pada makalah ”Kurikulum Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Masa Depan” oleh Yuliatri Sastrawijaya dari Universitas Negeri Jakarta membawa implikasi bagi pengembangan dan implementasi kurikulum TIK berikut ini.
1. Bagaimana memanfaatkan kemampuan problemsolving, kerja sama dan saling menolong dalam menggunakan TIK?
2. Bagaimana menerapkan etika dalam penggunaan TIK?
3. Bagaimana siswa dilatih untuk menggunakan berbagai sumber belajar yang tersedia melalui internet?
4. Bagaimana melatih perilaku teliti, hati-hati, hemat, berpikir logis, senang belajar bahasa Inggris?
5. Bagaimana memanfaatkan individualized learning melalui program yang tersedia dalam TIK?

C. SISTEM PENDIDIKAN BERBASIS SYARI’AH

Seperti diungkapkan di atas, bahwa sistem pendidikan Islam merupakan alternatif solusi mendasar untuk menggantikan sistem pendidikan sekuler saat ini. Bagaimanakah gambaran sistem pendidikan Islam tersebut? Berikut uraiannya secara sekilas.
1. Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis yang bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter (khas) Islami. Antara lain:
Pertama, berkepribadian Islam (shaksiyah islamiyah). Ini sebetulnya merupakan konsekuensi keimanan seorang Muslim. Intinya, seorang Muslim harus memiliki dua aspek yang fundamental, yaitu pola pikir (’aqliyyah) dan pola jiwa (nafsiyyah) yang berpijak pada akidah Islam.
Untuk mengembangkan kepribadian Islam, paling tidak, ada tiga langkah yang harus ditempuh, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw., yaitu:
1. Menanamkan akidah Islam kepada seseorang dengan cara yang sesuai dengan kategori akidah tersebut, yaitu sebagai ‘aqîdah ‘aqliyyah (akidah yang muncul dari proses pemikiran yang mendalam).
2. Menanamkan sikap konsisten dan istiqâmah pada orang yang sudah memiliki akidah Islam agar cara berpikir dan berprilakunya tetap berada di atas pondasi akidah yang diyakininya.
3. Mengembangkan kepribadian Islam yang sudah terbentuk pada seseorang dengan senantiasa mengajaknya untuk bersungguh-sungguh mengisi pemikirannya dengan tsaqâfah islâmiyah dan mengamalkan ketaatan kepada Allah SWT.
Kedua, menguasai perangkat ilmu dan pengetahuan (tsaqâfah) Islam. Islam telah mewajibkan setiap Muslim untuk menuntut ilmu. Berdasarkan takaran kewajibannya, menurut al-Ghazali, ilmu dibagi dalam dua kategori, yaitu:
1. Ilmu yang termasuk fardhu ‘ain (kewajiban individual), artinya wajib dipelajari setiap Muslim, yaitu tsaqâfah Islam yang terdiri dari konsepsi, ide, dan hukum-hukum Islam; bahasa Arab; sirah Nabi saw., Ulumul Quran, Tahfizh al-Quran, ulumul hadis, ushul fikih, dll.
2. Ilmu yang dikategorikan fadhu kifayah (kewajiban kolektif); biasanya ilmu-ilmu yang mencakup sains dan teknologi serta ilmu terapan-keterampilan, seperti biologi, fisika, kedokteran, pertanian, teknik, dll.
Ketiga, menguasai ilmu kehidupan (Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni/IPTEKS). Menguasai IPTEKS diperlukan agar umat Islam mampu mencapai kemajuan material sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi dengan baik. Islam menetapkan penguasaan sains sebagai fardlu kifayah, yaitu jika ilmu-ilmu tersebut sangat diperlukan umat, seperti kedokteran, kimi, fisika, industri penerbangan, biologi, teknik, dll. Begitu pula dengan penguasaan terhadap seni, dimana seni merupakan sesuatu yang dibutuhkan pula baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menyelaraskan teknologi dengan fitrah manusia yang menyenangi keindahan (sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan syara’).
Keempat, memiliki keterampilan yang memadai. Penguasaan ilmu-ilmu teknik dan praktis serta latihan-latihan keterampilan dan keahlian merupakan salah satu tujuan pendidikan Islam, yang harus dimiliki umat Islam dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah SWT. Sebagaimana penguasaan IPTEKS, Islam juga menjadikan penguasaan keterampilan sebagai fardlu kifayah, yaitu jika keterampilan tersebut sangat dibutuhkan umat, seperti rekayasa industri, penerbangan, pertukangan, dan lainnya.
2. Pendidikan Islam Adalah Pendidikan Terpadu
Agar keluaran pendidikan menghasilkan SDM yang sesuai harapan, harus dibuat sebuah sistem pendidikan yang terpadu. Artinya, pendidikan tidak hanya terkonsentrasi pada satu aspek saja. Sistem pendidikan yang ada harus memadukan seluruh unsur pembentuk sistem pendidikan yang unggul. Dalam hal ini, minimal ada 3 hal yang harus menjadi perhatian, yaitu:
Pertama, sinergi antara sekolah, masyarakat, dan keluarga. Pendidikan yang integral harus melibatkan tiga unsur di atas. Sebab, ketiga unsur di atas menggambarkan kondisi faktual obyektif pendidikan. Saat ini ketiga unsur tersebut belum berjalan secara sinergis, di samping masing-masing unsur tersebut juga belum berfungsi secara benar. Buruknya pendidikan anak di rumah memberi beban berat kepada sekolah/kampus dan menambah keruwetan persoalan di tengah-tengah masyarakat seperti terjadinya tawuran pelajar, seks bebas, narkoba, dan sebagainya. Pada saat yang sama, situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah/kampus menjadi kurang optimal. Apalagi jika pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang bagus, maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pendidikan tersebut.
Kedua, kurikulum yang terstruktur dan terprogram mulai dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi. Kurikulum sebagaimana tersebut di atas dapat menjadi jaminan bagi ketersambungan pendidikan setiap anak didik pada setiap jenjangnya. Selain muatan penunjang proses pembentukan kepribadian Islam yang secara terus-menerus diberikan mulai dari tingkat TK hingga PT, muatan tsaqâfah Islam dan Ilmu Kehidupan (IPTEK, keahlian, dan keterampilan) diberikan secara bertingkat sesuai dengan daya serap dan tingkat kemampuan anak didik berdasarkan jenjang pendidikannya masing-masing.
Pada tingkat dasar atau menjelang usia baligh (TK dan SD), penyusunan struktur kurikulum sedapat mungkin bersifat mendasar, umum, terpadu, dan merata bagi semua anak didik yang mengikutinya. Khalifah Umar bin al-Khaththab, dalam wasiat yang dikirimkan kepada gubernur-gubernurnya, menuliskan, “Sesudah itu, ajarkanlah kepada anak-anakmu berenang dan menunggang kuda, dan ceritakan kepada mereka adab sopan-santun dan syair-syair yang baik.”
Khalifah Hisyam bin Abdul Malik mewasiatkan kepada Sulaiman al-Kalb, guru anaknya, “Sesungguhnya anakku ini adalah cahaya mataku. Saya mempercayaimu untuk mengajarnya. Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah dan tunaikanlah amanah. Pertama, saya mewasiatkan kepadamu agar engkau mengajarkan kepadanya al-Quran, kemudian hafalkan kepadanya al-Quran…”
Di tingkat Perguruan Tinggi (PT), kebudayaan asing dapat disampaikan secara utuh. Ideologi sosialisme-komunisme atau kapitalisme-sekularisme, misalnya, dapat diperkenalkan kepada kaum Muslim setelah mereka memahami mabda Islam secara utuh. Pelajaran ideologi selain mabda Islam dan konsepsi-konsepsi lainnya disampaikan bukan bertujuan untuk dilaksanakan, melainkan untuk dijelaskan dan dipahami cacat-celanya serta ketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia, agar menjadi pemahamaan untuk menguraikan kerusakan mabda selain islam tersebut.
Ketiga, berorientasi pada pembentukan tsaqâfah Islam, kepribadian Islam, dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan. Ketiga hal di atas merupakan target yang harus dicapai. Dalam implementasinya, ketiga hal di atas menjadi orientasi dan panduan bagi pelaksanaan pendidikan.
3. Pendidikan Adalah Tanggung Jawab Negara
Islam merupakan sebuah sistem yang memberikan solusi terhadap berbagai problem yang dihadapi manusia. Setiap solusi yang disajikan Islam secara pasti selaras dengan fitrah manusia. Dalam konteks pendidikan, Islam telah menentukan bahwa negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan dan mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Rasulullah saw. bersabda:
“Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Perhatian Rasulullah saw. terhadap dunia pendidikan tampak ketika beliau menetapkan para tawanan Perang Badar dapat bebas jika mereka mengajarkan baca-tulis kepada sepuluh orang anak kaum muslimin Madinah. Hal ini merupakan tebusan. Dalam pandangan Islam, barang tebusan itu merupakan hak Baitul Mal (Kas Negara). Tebusan ini sama nilainya dengan pembebasan tawanan Perang Badar. Artinya, Rasulullah saw. telah menjadikan biaya pendidikan itu setara nilainya dengan barang tebusan yang seharusnya milik Baitul Mal. Dengan kata lain, beliau memberikan upah kepada para pengajar (yang tawanan perang itu) dengan harta benda yang seharusnya menjadi milik Baitul Mal. Kebijakan beliau ini dapat dimaknai, bahwa kepala negara bertanggung jawab penuh atas setiap kebutuhan rakyatnya, termasuk pendidikan.
Imam Ibnu Hazm, dalam kitabnya, Al-Ihkâm, menjelaskan bahwa kepala negara (khalifah) berkewajiban untuk memenuhi sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat. Jika kita melihat sejarah Kekhalifahan Islam, kita akan melihat begitu besarnya perhatian para khalifah terhadap pendidikan rakyatnya. Demikian pula perhatiannya terhadap nasib para pendidiknya. Imam ad-Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari al-Wadliyah bin Atha’ yang menyatakan, bahwa di kota Madinah pernah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak.
Khalifah Umar bin al-Khaththab memberikan gaji kepada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar=4,25 gram emas). Jika harga 1 gram emas=Rp 200.000,00, maka gaji seorang pendidik yang diberikan oleh Daulah Khilafah sejak 13 abad yang lalu jumlahnya mencapai Rp 12.750.000,00 (subhanallah), sungguh merupakan angka yang fantastis, apalagi jika dibandingkan dengan saat ini dimana berlangsungnya sistem ekonomi kapitalisme telah nyata sangat tidak menghargai peran pendidik, semisal upah yang didapatkan seorang guru honorer hanya berkisar Rp 5.000-30.000 untuk setiap jam pelajaran dengan perhitungan kerja riil satu bulan namun gajinya hanya dihitung satu minggu.
Perhatian para khalifah tidak hanya tertuju pada gaji pendidik dan sekolah, tetapi juga sarana pendidikan seperti perpustakaan, auditorium, observatorium, dll. Pada masa Kekhilafahan Islam, di antara perpustakaan yang terkenal adalah perpustakaan Mosul didirikan oleh Ja‘far bin Muhammad (w. 940 M). Perpustakaan ini sering dikunjungi para ulama, baik untuk membaca atau menyalin. Pengunjung perpustakaan ini mendapatkan segala alat yang diperlukan secara gratis, seperti pena, tinta, kertas, dll. Bahkan para mahasiswa yang secara rutin belajar di perpustakaan itu diberi pinjaman buku secara teratur.
Seorang ulama Yaqut ar-Rumi memuji para pengawas perpustakaan di kota Mer Khurasa karena mereka mengizinkan peminjaman sebanyak 200 buku tanpa jaminan apapun perorang. Ini terjadi pada masa Kekhalifahan Islam abad 10 M. Bahkan para khalifah memberikan penghargaan yang sangat besar terhadap para penulis buku, yaitu memberikan imbalan emas seberat buku yang ditulisnya.
4. Sistem Pendidikan Islam bersifat Multidisipliner
Sistem pendidikan Islam juga sekaligus merupakan sub sistem yang tak terlepas dari pengaruh sub sistem yang lain dalam penyelenggaraannya. Sistem ekonomi, politik, sosial-budaya, dan idoelogi akan sangat menentukan keberhasilan penyelenggaran sistem pendidikan yang berbasiskan aqidah dan syari’ah islam.
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa dengan sistem ekonomi yang islami maka penyediaan dana pendidikan akan menjadi perhatian penting negara agar dapat dialokasikan dari kas negara dalam jumlah yang memadai, yang sumber-sumbernya dapat diperoleh dari hasil pengelolaan kepemilikan umum yang saat ini di Indonesia misalnya, jumlahnya masih melimpah seperti barang tambang, mineral, hasil hutan, kekayaan laut, maupun dari hasil penyitaan kembali asset rakyat yang dikorupsi oleh para pejabat, pemerintah, dan pengusaha.
Sistem politik yang islami akan mengarahkan penguasa untuk mengambil kebijakan yang berpihak pada rakyat sebagai konsekuensi dari aktifitas politiknya yaitu riayah syu’unil ummah (mengatur urusan-urusan ummat) termasuk kebijakan dalam bidang pendidikan yang harus didasarkan pada aqidah dan syari’ah islam. Sistem sosial-budaya yang islami akan mengarahkan masyarakat memiliki perspektif yang benar tentang wajibnya berpendidikan, memiliki motivasi yang tinggi untuk menggali ilmu pengetahuan, teknologi, keterampilan dan menciptakan berbagai kreasi yang bermanfaat untuk kemaslahatan hidup.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Selain itu sistem sosial-budaya yang islami juga akan mampu menjadi filter dan pengendali terhadap berbagai aktifitas yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat, dimana satu sama lain akan menyadari tentang kewajiban amar ma’ruf nahyi munkar, yang dengan aktifitas ini maka hasil pendidikan di sekolah dapat bersinergi dengan pengaplikasiannya di masyarakat. Adapun ideologi, merupakan aspek yang sangat berpengaruh terhadap pendidikan karena antara keduanya saling mempengaruhi, yakni pendidikan merupakan salah satu proses menginternalisasikan ideologi kepada semua warga negara dan ideologi merupakan asas bagi penyelenggaran sistem pendidikan tersebut.
B. SARAN-SARAN
Dengan demikian maka pengaruh berbagai sistem lainnya terhadap keberhasilan penyelenggaran sistem pendidikan islam memiliki keterkaitan yang erat. Sedangkan Boundary (sistem yang menaungi semua sistem) terhadap berbagai sistem tersebut adalah sistem pemerintahan/ negara. Oleh karenanya penjuangan terhadap terlaksananya sistem pendidikan yang berbasis syari’ah juga tidak terlepas dari perjuangan terhadap wajibnya menegakan kembali institusi Daulah Khilafah Islamiyah sebagai institusi yang akan menjamin penerapan hukum-hukum islam dalam semua aspek secara kaffah. Wallahu a’lam bi shawab.




DAFTAR PUSTAKA
Al-Baghdadi, Abdurrahman. 1996. Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam.
Bangil-Jatim: Al-Izzah
Bulletin Epitech 2006, Disdik Prov.Jabar.
UU No.20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
PP No. 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Muhamad Shidiq Al-Jawi. Pendidikan Di Indonesia, Masalah dan Solusinya.Artikel. www.khilafah1924.org
Media Cetak : Kompas,5/9/2001; Pikiran Rakyat, 06/10/2002; Republika, 10/5/2005; Republika, 13/7/2005; Pikiran Rakyat,15/07/2005; Kompas, 6/2/2007; Koran Tempo, 07/03/2007.
Website : www.suara pembaruan.com/16 juli 2004; www.undp.org/hdr2004 ;
www.worldbank.com; www.republikaonline.com; www.indonesia.go.id (Senin 12/2/07); http://www.perbendaharaan.go.id/20-02-2007; www.
Pikiran Rakyat.com (03/2004; www.okezone.com.; www.tempointeraktif.com;
www.bapeda-jabar.go.id/2006. www.tempointeraktif.com (8/3/2007); www.smu-net.comPanduan KKN Wajar Dikdas 9 Tahun, UPI 2006.
Syamsuddin Makmun, Abin. (2005). Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosda Karya.
Yusuf, Syamsu. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda Karya.
Struktur Negara Khilafah. 2005: HTI Press

GAGASAN KURIKULUM MASA DEPAN

GAGASAN KURIKULUM MASA DEPAN
BAB I

GAGASAN KURIKULUM MASA DEPAN

A. Latar Belakang
Kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia saat ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara lain bahkan dengan sesama anggota ASEAN. Salah satu faktor utama rendahnya kualitas sumber daya manusia ini tentu berhubungan dengan dunia pendidikan nasional. Program pendidikan nasional yang dirancang diyakini belum berhasil menjawab harapan dan tantangan masa kini maupun di masa depan.
Dalam menghadapi harapan dan tantangan di masa depan, pendidikan merupakan sesuatu yang sangat berharga dan dibutuhkan. Pendidikan di masa depan memainkan peranan yang sangat fundamental di mana cita-cita suatu bangsa dan negara dapat diraih. Bagi masyarakat suatu bangsa, pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang akan menentukan masa depannya.
Menghadapi masa depan yang sudah pasti diisi dengan arus globalisasi dan keterbukaan serta kemajuan dunia informasi dan komunikasi, pendidikan akan semakin dihadapkan terhadap berbagai tantangan dan permasalahan yang lebih rumit dari pada masa sekarang atau sebelumnya. Untuk itu, pembangunan di sektor pendidikan di masa depan perlu dirancang sedini mungkin agar berbagai tantangan dan permasalahan tersebut dapat diatasi. Dunia pendidikan nasional perlu dirancang agar mampu melahirkan generasi atau sumber daya manusia yang memiliki keunggulan pada era globalisasi dan keterbukaan arus informasi dan kemajuan alat komunikasi yang luar biasa.
Dalam membangun pendidikan di masa depan perlu dirancang sistem pendidikan yang dapat menjawab harapan dan tantangan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Sistem pendidikan yang dibangun tersebut perlu berkesinambungan dari pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Salah satu dimensi yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan dunia pendidikan nasional di masa depan adalah kebijakan mengenai kurikulum. Kurikulum merupakan jantungnya dunia pendidikan. Untuk itu, kurikulum di masa depan perlu dirancang dan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional dan meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia. Mutu pendidikan yang tinggi diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan semua warga negara Indonesia.
Kesejahteraan bangsa Indonesia di masa depan bukan lagi bersumber pada sumber daya alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual, modal sosial, dan kredibilitas sehingga tuntutan untuk terus menerus memutakhirkan pengetahuan menjadi suatu keharusan. Mutu lulusan tidak cukup bila diukur dengan standar lokal saja sebab perubahan global telah sangat besar mempengaruhi ekonomi suatu bangsa. Terlebih lagi, industri baru dikembangkan dengan berbasis kompetensi tingkat tinggi, maka bangsa yang berhasil adalah bangsa yang berpendidikan dengan standar mutu yang tinggi.
Agar lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komperatif sesuai standar mutu nasional dan internasional, kurikulum di masa depan perlu dirancang sedini mungkin. Hal ini harus dilakukan agar sistem pendidikan nasional dapat merespon secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Dengan cara seperti ini lembaga pendidikan tidak akan kehilangan relevansi program pembelajarannya terhadap kepentingan peserta didik.
Pendidikan merupakan perkara penting dalam membangun sebuah negeri. Rusaknya pendidikan hanya akan melahirkan generasi yang rusak pula. Pada hari pendidikan nasional ini, kami ingin menyajikan sebuah tulisan yang mengungkap problematika sistem pendidikan di negeri ini yang berbasis sekularisme dan juga solusi untuk menuntaskan persoalan tersebut. Solusi yang ditawarkan tiada lain adalah dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis syariah yang ditegakkan oleh Daulah Khilafah Rasyidah. Penyelesaian masalah mendasar tentu harus dilakukan secara fundamental. Penyelesaian itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perombakan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi paradigma pendidikan Islam. Hal ini sangat penting dan utama. Artinya, setelah masalah mendasar diselesaikan, barulah berbagai macam masalah cabang pendidikan dapat diselesaikan (yang antara lain dikelompokan menjadi masalah aksesibilitas pendidikan, relevansi pendidikan, pengelolaan dan efisiensi, hingga kualitas pendidikan).
Solusi masalah mendasar tersebut adalah dengan melakukan pendekatan sistemik yaitu secara bersamaan dan menyeluruh agar sistem pendidikan dapat berubah lebih baik maka harus pula dilakukan perubahan terhadap paradigma dalam penyelenggaraan sistem ekonomi yang kapitalistik menjadi islami, tatanan sosial yang permisif dan hedonis menjadi islami, tatanan politik yang oportunistik menjadi islami, dan ideologi kapitalisme-sekuler menjadi mabda islam, sehingga perubahan sistem pendidikan yang materialistik pun dapat diubah menjadi pendidikan yang dilandasi oleh aqidah dan syariah islam sesuai dengan karakteristiknya. Perbaikan semacam ini pun perlu dikokohkan dengan aspek formal, yaitu dengan dibuatnya regulasi tentang pendidikan yang berbasiskan pada konsep syari’ah Islam.
Upaya perbaikan secara tambal sulam dan parsial, semisal perbaikan hanya terhadap kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana-prasarana, pendanaan dan sebagainya tidak akan dapat berjalan dengan optimal sepanjang permasalahan mendasarnya belum diperbaiki. Salah satu bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU Sistem Pendidikan yang ada dan menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan (Syari’ah) Islam. Hal paling mendasar yang wajib diubah tentunya adalah asas sistem pendidikan. Sebab asas sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-hal paling prinsipil dalam sistem pendidikan, seperti tujuan pendidikan dan struktur kurikulum.






BAB II
GAGASAN TENTANG KURIKULUM MASA DEPAN

A. PENTINGNYA PENDIDIKAN NILAI

Pada makalah “Pendidikan (Kita di) Masa Depan”, Dr William Chang membahas tentang pendidikan di tengah perubahan sosial, pendidikan tempo “doeloe”, sekilas pendidikan sekarang, dan pendidikan masa depan. Tentang gambaran masa depan, dipaparkan tentang beberapa gejala sosial dan nilai dasar, yaitu ketidakadilan sosial, kemanusiaan dan gender, kedisiplinan, dan masalah ekologi. Disinggung pula tentang tiga unsur penting, yaitu what to know, how to learn, serta mentalitas, kultur, pandangan, dan gaya hidup peserta didik.
Selanjutnya, diuraikan tentang perlunya mengembangkan kebudayaan moral dalam dunia pendidikan, cq sekolah, antara lain melalui kepemimpinan moral dan akademik, pelajaran-pelajaran bernilai moral yang bisa bentuk perilaku, peningkatan rasa komunitarian untuk bisa lebih mengenal yang lain, semangat demokratis, lingkungan moral yang mengandalkan dialog, dan lebih diperhatikannya dimensi moral dalam pergaulan.
Selain itu, dibahas juga tentang ciri-ciri manusia Indonesia yang pernah dikemukakan Mochtar Lubis pada tahun 1977 dan bagaimana pendidikan kita di masa depan menanggapi kenyataan ciri-ciri manusia Indonesia ini.
Akhirnya, dipaparkan beberapa rekomendasi yang berhubungan dengan pengembangan kurikulum, yaitu:
• Penyusunan kurikulum sebaiknya menganut prinsip benar, baik, dan indah.
• Kurikulum yang dikembangkan sebaiknya terkait dengan “teori pengetahuan”. Pengetahuan sebagai kebenaran dan bukan sebagai “vested interests”.
• Perlu diperhatikan aspek-aspek normatif kurikulum, seperti peran pendidikan nilai dalam kurikulum, pengaruh kultur sosial dan tuntutan masyarakat atau keperluan individu, dan perancangan kurikulum yang kontekstual tanpa kehilangan aspek normatif.
• Pengintegrasian “teori nilai” sambil memperhatikan hirarki nilai, serta sosialisasi nilai dasar kemanusiaan yang universal sejak jenjang pendidikan dasar.
• Pemberian perhatian kepada dimensi estetik kurikulum.

B. PARADIGMA PENDIDIKAN PROGRESIF

Utomo Danan Jaya dalam makalahnya yang berjudul ” Kurikulum Masa Depan” membandingkan paradigma pendidikan yang konservatif dan progresif. Perbandingan itu meliputi pandangan filosofis yang mendasari, dan teori-teori para ahli pendidikan, tujuan kegiatan belajar-mengajar, pengembangan dan pelaksanaan kurikulum yang berbasis pengetahuan dan berbasis kompetensi, serta pendekatan belajar-mengajar yang dianut yang berimplikasi kepada perbedaan peran guru dan siswa, serta penilaian hasil kemajuan belajar siswa.
Paparan pandangan Utomo Danan Jaya amat menarik diperhatikan para pengambil keputusan, pengembang kurikulum dan penilaian, serta praktisi pendidikan, terutama kepala sekolah dan guru. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain dikemukakan berikut ini.
• Perlu dikembangkan pola pendidikan yang progresif, antisipatif ke masa depan, mudah beradaptasi, dan terbebas dari kungkungan dan dominasi pemerintah.
• Pendidikan jangan hanya menjadi instrumentasi kebijakan, hasrat, minat, kondisi sesaat. Sebagai organ dalam tubuh masyarakat, pendidikan harus memiliki inti seperti hati nurani untuk bersentrifugal menyesuaikan diri guna melayani kebutuhan masyarakat yang selalu ”menjadi”, tidak statis atau kaku.
• Pendekatan belajar aktif lebih cocok untuk mendorong perubahan pada lingkungan sekolah dan dunia pendidikan umumnya. Anekaragam potensi siswa dapat berkembang maksimal jika diberi ruang gerak, ruang bermanuver, dan ruang kebebasan berdaya cipta.
• Hasil-hasil riset otak yang mengungkapkan aktualisasi potensi otak manusia amat minimal hendaknya dipacu untuk merambah pengembangan tak terbatas potensi manusia guna melayani serta menjadi agen perubahan masyarakat dan kehidupan bersama.
• Hasil-hasil riset, aliran-aliran pemikiran (falsafah), temuan-temuan baru, tantangan-tantangan baru, kebutuhan-kebutuhan baru, perubahan kondisi alam dan klimatis harus menjadi masukan kontinu untuk terus memproses perubahan dunia pendidikan.
• Manajemen berbasis sekolah (MBS) yang berlandaskan self-determination kepala sekolah, staf guru, dan komite sekolah hendaknya diterapkan di sekolah sebagai satu unit dan lingkungan sekolah berdekatan atau gugus sekolah (cluster) serta lingkup kecamatan dan kabupaten / kota.
• Tantangan globalisasi hendaknya digunakan sebagai peluang, tidak dilihat sebagai masalah yang perlu dirisaukan. Dunia akan tetap berubah dengan cepat, terlepas dari dunia pendidikan mau berubah atau tidak. Model-model sekolah baru, eksperimentasi pendidikan, kiat layanan pendidikan yang baru, E-learning, distant learning, contextual learning, pendekatan multi-kecerdasan, penggunaan internet dalam pendidikan, pemanfaatan jejaring pendidikan harus selalu dikembangkan untuk mengubah organisme pendidikan agar terus beradaptasi bagi kepentingan masyarakat yang berubah.

C. BELAJAR AKTIF UNTUK ANAK USIA DINI

Pada makalah “Kurikulum Masa Depan Pendidikan Anak Usia Dini”, Nina K Tambunan dan Aryanti dari High Scope, Jakarta menekankan hal-hal berikut ini.
• Betapa pesatnya perkembangan dunia informasi dan teknologi yang begitu depat disertai makin rumitnya masalah yang dihadapi umat manusia.
• Informasi berlipat ganda setiap 72 hari. Padahal, dulu tiap 8 tahun, dan kemudian tiap 5 tahun.
• Betapa rendahnya hasil pendidikan Indonesia, seperti yang terlihat pada urutan ke-40 dari 40 negara, Human Development Index tahun 2003 Indonesia pada urutan 112, merosot dari urutan ke-104 pada tahun 1995. Tes PISA untuk matematika, siswa Indonesia berada pada urutan ke-40 dari 40 negara, dan tes internasional TIMSS untuk matematika, siswa kita menduduki urutan ke-34 dari 45 negara. Mengamati data ini, apakah kita siap menghadapi tahun 2030 misalnya?
• Padahal tantangan abad ke-21 yang sedang kita hadapi adalah internasionalisasi, pemerolehan informasi yang cepat dan tepat, inovasi, dan outsourcing. Selain itu, kini lebih ditekankan pengembangan multi-kecerdasan, terutama EQ dan SQ, bukan lagi IQ.
• Skills dan kemampuan literasi serta ciri-ciri kualitas lulusan pendidikan yang dibutuhkan dunia kerja pada abad ke-21 amat berbeda dengan indikator sukses sekolah tradisional kita. Indikator sukses sekolah progresif bertolak belakang dengan indikator sekolah tradisional. • Karena itu, disarankan penerapan pendekatan belajar aktif, yang dipadukan dengan
cara belajar sesuai dengan kerja otak (Brain-Compatible Learning) dalam
pengembangan kurikulum, aktualisasi dalam proses belajar-mengajar, dan penilaian.

D. APA FUNGSI PENDIDIKAN DASAR?

Pada makalah “Kurikulum Pendidikan Dasar Masa Depan”, Udin Syaefudin Sa’ud dari Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung menekankan hal-hal berikut ini.
• Penggunaan ICT yang dipadukan dengan bahan ajar yang dikembangkan.
• Penerapan “joyful learning” dan”CTL” yang terpadu dengan bahan ajar.
• Penerapan penilaian portofolio yang terkait dengan perkembangan
• lifeskills peserta didik. Faktor penentu keunggulan suatu negara (*)
Hasil evaluasi Bank Dunia (1995) terhadap 150 negara di dunia), yaitu:
1) Innovation & creativity 45%
2) Networking 25%
3) Technology 20%
4) Natural resources 10%
5) Penerapan penilaian portofolio yang terkait dengan perkembangan lifeskills peserta didik. Fungsi pokok pendidikan dasar, yaitu:
6) Pengembangan jati diri individu peserta didik sebagai pribadi dan warga Negara
7) Pengembangan personal lifeskills dan enterpreneurship skills
8) Pengembangan problemsolving skills
9) Pengembangan social responsibility
10) Pengembangan “basic skills for learning to know, learning to do, learning to be, and learning to live together”

E. KONSEP DASAR ATAU ESENSIAL ITU PENTING

Pandangan-pandangan yang dikemukakan pada makalah “Body of Knowledge Sains dan Matematika (Kurikulum Pendidikan Menengah)”, oleh Triyanta dari LAPI ITB, Bandung membawa implikasi yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum masa depan berikut ini.
Kalau biologi adalah ilmu yang paling sulit dalam bidang sains, apa implikasinya bagi penyusunan kurikulum?
a) Apakah perlu digunakan pendekatan tematis dalam mata pelajaran biologi?
b) Apakah perlu diperbanyak materi tentang implikasi temuan biologi terhadap tindakan manusia, misalnya berhubungan dengan genetika (DNA yang berimplikasi pembuktian forensik, anak dari keturunan siapa, kloning, serta hukum Mendel dan perkawinan campur.
c) Apakah jumlah jam pelajaran biologi perlu ditambah?
d) Bagaimana merancang eksperimen dan penyelidikan biologi yang melayani pendekatan multidisiplin? Dalam makalah ini dikemukakan contoh basic concepts dalam biologi yang
e) menggambarkan keterkaitan antar-disiplin ilmu. Pendekatan pemilihan konsep seperti ini juga dapat diterapkan pada mata-mata pelajaran IPS karena dalam IPS juga dikenal basic concepts seperti universalitas, evolusi, keberagaman, keberlangsungan, interaksi, persaingan, kerja sama, dan adaptasi. Basic concepts dapat digunakan sebagai tema pemersatu jika hendak digunakan pendekatan tematik dalam pelajaran sains di SMP dan SMA.
f) Perlu dikaji standar isi 2006 mata pelajaran IPA SD, Fisika SMP dan SMA, apakah konsep-konsep esensial fisika telah termuat. Perlu dipertimbangkan penggunaan kriteria pemilihan konsep esensial fisika (juga biologi dan kimia). Kriteria tersebut antara lain:
g) Apakah suatu konsep esensial lebih membantu siswa menguasai kompetensi sains dalam bentuk karya 2 dan 3 dimensi, unjuk kerja, dan perilaku.
h) Apakah konsep esensial yang dipilih mendorong siswa menemukan konsep-konsep lain sebagai dampak penerapan pendekatan belajar aktif.
i) Apakah konsep esensial yang dipilih membantu siswa untuk memahami konsep-konsep fisika (juga biologi dan kimia) penting lainnya.
j) Apakah konsep-konsep esensial itu mudah dipelajari melalui eksperimen dan penyelidikan (investigation).
k) Untuk mata pelajaran kimia, basic concepts yang ditawarkan dapat digunakan untuk memperbaiki standar isi 2006 mata pelajaran Kimia.
l) Untuk mata pelajaran matematika, basic concepts yang ditawarkan dapat digunakan untuk memperbaiki standar isi 2006 mata pelajaran matematika.

F. CIRI SDM MENGHADAPI GLOBALISASI

Pada makalah “Tantangan Kurikulum Masa Depan (Kurikulum Masa Depan Pendidikan Menengah)”, Ir. Hadiwiratama dari LAPI ITB, Bandung menekankan hal-hal berikut ini.
• Pada era globalisasi ini tampak bahwa yang menjadi pelopor dan penanda masa depan adalah ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy) dan industri berbasis pengetahuan (knowledge-based industry).
• Industri berbasis pengetahuan sangat bergantung kepada inovasi sebagai kunci kebrhasilan. Untuk menemukan inovasi apa yang perlu diterapkan, diperlukan research and development, litbang (penelitian dan pengembangan) karena hasilnya dijadikan modal untuk meengembangkan kemampuan inovasi.
• Pengembangan pendidikan dan khususnya kurikulum perlu memperhatikan kecenderungan dunia yang berubah, antara lain:
- Polarisasi masyarakat global ke dalam negara-negara inovator teknologi, negara-negara adaptor teknologi, dan negara-negara yang terkucilkan dari kemajuan teknologi.
- Bidang-bidang yang menjadi generator utama perubahan dunia, yaitu teknologi informasi, teknologi biologi, dan teknologi nano.
• Tuntutan tata ekonomi baru terhadap SDM yang memiliki kemampuan man of purpose, man of imagination, man of creativity, dan man of innovation.
• Industri berbasis pengetahuan memerlukan tenaga kerja yang amat mahir sebagai knowledge workers.
• Tuntutan ciri SDM masa depan ini perlu dipenuhi sistem pendidikan, khususnya melalui kurikulum yang dikembangkan dan diimplementasi.

G. PENDIDIKAN AGAMA YANG UTUH

Pada makalah “Kurikulum Masa Depan Pendidikan Agama”, M. Amin Summa dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta menekankan hal-hal berikut ini.
• Perlu disiasati pengembangan kurikulum pendidikan agama yang dirasakan terlalu sedikit mendapatkan jatah, sementara pada sisi yang lain teramat banyak/berat tuntutan yang dibebankan pada pendidikan agama.
• Yang sejogianya dirancang-bangun adalah kurikulum pendidikan agama yang bersifat utuh dan menyeluruh, yang memperlihatkan ciri-ciri berikut ini. Kurikulum pendidikan agama yang memuat semua aspek agama yang hendak diajarkan oleh guru-pendidik agama;
• Kurikulum pendidikan agama yang memadukan semua aspek ajaran agama sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan apalagi dipertentangkan.
• Kurikulum pendidikan agama yang mampu mengintegrasikan ilmu pengetahuan agama dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang lain (non-agama), yang paling sedikit dianggap sama kepentingan dan kegunaannya bagi hidup dan kehidupan bangsa Indonesia dan bahkan umat manusia pada umumnya.
• Di samping itu, pendidikan agama tidak hanya semata-mata bersifat teoretis tetapi juga perlu didukung oleh pengamalan dan pengalaman para guru-pendidiknya.

H. PENTINGNYA PENDIDIKAN DEMOKRASI

Pandangan-pandangan yang dikemukakan pada makalah “Kurikulum Masa Depan Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, oleh Udin S Winataputra dari Universitas Terbuka, Jakarta membawa implikasi yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum masa depan berikut ini.
• Bagaimana mensinkronkan pendidikan kewarganegaran (PKn) dengan perkembangan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara:
• Alasannya adalah karena gejolak kehidupan itu berpengaruh terhadap persepsi dan pengalaman siswa dalam pendidikan PKn
• PKn harus membina sikap kritis siswa dan sikap membangun bangsa, betapa pun kondisi dan suasana yang pesimistis.
• PKN harus diajarkan melalui studi kasus, pelibatan pengamatan terhadap gejala masyarakat, dan perbandingan dengan negara-negara lain.
• Bagaimana mewariskan tradisi berdemokrasi melalui PKn? Proses belajar-mengajar
• PKn hendaknya menerapkan pendekatan belajar aktif dengan ciri-ciri pendukung demokrasi berikut ini.
• Berdiskusi untuk menghargai perbedaan pendapat dan mencari win-win solution. Selain diskusi, berdebat juga penting.
• Variasi kegiatan individual, pasangan, kelompok kecil, kelompok besar, dan seluruh kelas seperti realitas ragam aktivitas dalam masyarakat.
• Dorongan agar siswa berani mengemukakan pendapat.
• Pembagian tugas, hak dan kewajiban dalam menjalankan tugas kelompok atau seluruh kelas.
• Penerapan kegiatan observasi untuk pengumpulan data guna penarikan kesimpulan yang objektif. Pemilihan ketua kelas, ketua kelompok, dan pembagian tugas kelompok dan seluruh kelas.
• Penilaian yang objektif, misalnya penggunaan skala sikap, penilaian diri, portofolio, dan berbagai bentuk alat penilaian kualitatif lainnya.
• Bagaimana menyerasikan PKn, terutama pendidikan demokrasi, dengan perkembangan ekonomi, kesadaran indentitas nasional, dan pengalaman sejarah Indonesia & PKn? Cara yang dapat ditempuh antara lain:
- Siswa membahas persoalan ekonomi, sosial, dan politik dari sudut pandang demokrasi sebagai norma Pancasila dan UUD 1945.
- Siswa kritis terhadap fakta sejarah dan interpretasinya dan berusaha mencari gagasan solusi terhadap permasalahan bangsa.
- Yang lebih penting adalah suasana demokratis dibina dalam PBM dan penilaian PKn, merembet ke kehidupan sekolah, terutama penekanan kepada pelaksanaan hak asasi anak.
I. PROSES MATEMATIKA

Pandangan-pandangan yang dikemukakan pada makalah ”Kurikulum Masa Depan Matematika,” oleh Bana G Kartasasmita dari ITB, Bandung, membawa implikasi bagi pengembangan kurikulum matematika berikut ini.
• Sangat penting diterapkan pendekatan belajar aktif (student active learning) yang terfokus kepada proses matematika, Kurikulum yang dikembangkan dan implementasinya dalam PBM hendaknya menekankan pemecahan masalah (problemsolving) dan pengembangan beragam kompetensi konkret matematika, bukan pengetahuan atau materi matematika.
• Materi (substansi atau isi) matematika yang diusulkan hendaknya dikaji lebih lanjut guna memperbaiki materi matematika yang terdapat pada Standar Isi 2006.
• Perbandingan dengan standar-standar kurikulum mata pelajaran di negara-negara tetangga dan di dunia hendaknya lebih ditekankan agar standar Indonesia tidak ketinggalan.
• Pengalaman pihak-pihak yang sudah menerapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pembelajaran matematika di sekolah amat penting dikaji dan hasilnya diterapkan guna mendorong percepatan mengejar ketertinggalan dalam pengajaran matematika.
• Perlu dititikberatkan pengadaan dan penyebaran sarana belajar matematika, berupa buku pelajaran, alat peraga, lembar kerja, buku sumber dan referensi, paket belajar (learning pack), CD, dan buku bacaan yang relevan.

J. TINGKAT LITERASI

Pada makalah ”Kurikulum Bahasa Sinergis Masyarakat Multilingual,” Helena I.R Agustine dari Universitas Negeri Semarang mengemukakan 4 tingkat literasi yang sederhana yang dapat digunakan secara meluas, yaitu:
1) Tingkat literasi “performative”, yang meliputi Kemampuan berbahasa atau mengendalikan komunikasi di antara orang-orang yang dikenal, dalam konteks tatap muka. Dan, jika komunikasi dilakukan secara tertulis, ragam tulisannya bukan ragam tulis tetapi lebih menyerupai ragam bahasa lisan yang ditulis.
2) Tingkat literasi “functional”, yang mencakup kemampuan sebagai anggota masyarakat tertentu untuk mengatasi tuntutan kehidupan sehari-hari yang melibatkan bahasa tulis. Contoh: kemampuan membaca surat kabar populer, menulis surat lamaran kerja, mengikuti instruksi atau manual yang bersifat prosedural. Tingkat literasi ini dapat ditargetkan sebagai kemampuan tertinggi penguasaan siswa terhadap bahasa daerahnya.
3) Tingkat literasi “informational”, yang meliputi kemampuan dalam komunikasi ilmu pengetahuan, terutama yang berbasis disiplin tertentu. Penekanannya kepada kemampuan membaca dan menulis, terutama membaca agar siswa dapat mengakses pengetahuanyang terakumulasi yang dilihat sebagai fungsi sekolah dalam mentransmisinya. Kemampuan literasi ini diperlukan bagi orang yang belajar bahasa untuk tujuan belajar atau mempelajari ilmu pengetahuan seperti yang terjadi di sekolah-sekolah dengan harapan siswa dapat melanjutkan studinya di jenjang lebih tinggi, sampai perguruan tinggi.
4) Tingkat literasi ”epistemic” yang mencakup kemampuan menyampaikan pengetahuan, berdiskusi, melakukan penelitian dan melaporkannya dalam bahasa. Juga diharapkan, siswa berperilaku layaknya orang terpelajar sebagai hasil dari kemampuan membacanya dan perilaku tersebut akan berdampak kepada masyarakat sekitarnya. Tingkat literasi ini menjadi target terakhir kemampuan berbahasa Indonesia dan berbahasa Inggris para siswa.
Kurikulum bahasa asing lainnya untuk tingkat SMA disusun sesuai dengan target literasi yang dicanangkan. Dalam kurun waktu tiga tahun dengan alokasi tidak lebih dari 4 X 45 menit seminggu mungkin hanya dapat ditargetkan untuk mencapai kompetensi berwacana primer dengan tingkat literasi performatif.
Selanjutnya, penulis ini menyarankan perlunya sinergi antar-kurikulum bahasa, yaitu bahasa daerah (bahasa ibu anak), bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa asing lainnya. Selanjutnya, perlu juga sinkronisasi antara literasi bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa daerah, dan bahasa asing lainnya.

K. BELAJAR AKTIF IPA

Pandangan-pandangan yang dikemukakan pada makalah ”Kurikulum IPA Masa Depan” oleh Budi Jatmiko dari Universitas Negeri Surabaya membawa implikasi bagi pengembangan dan implementasi kurikulum IPA berikut ini.
• Gagasan-gagasan yang dikemukakan sebenarnya telah dilaksanakan berupa pendekatan belajar aktif IPA dalam pengembangan kurikulum dan implementasinya di lapangan. Namun, upaya ini belum tersebar ke seluruh pelosok tanah air. Karena itu, pendekatan belajar aktif IPA perlu didesiminasi melalui pelatihan para guru dan inovasi yang dilakukan oleh berbagai instansi, seperti dinas pendidikan, LPMP, FKIP, lembaga donor internasional, dan lembaga swadaya masyarakat.
• Perlu digalakkan penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar IPA di SD, SMP, dan SMA. Karena ketersediaan laboratorium terbatas dan laboratorium di banyak sekolah kurang lengkap. Namun, yang lebih penting lagi adalah penggunaan lingkungan untuk mendekatkan siswa kepada objek-objek alamiah, pengembangan kemampuan melakukan observasi, mengakrabi kehidupan nyata sehari-hari, dan mendinamisasi kerja otak karena interaksi siswa dengan alam.
• Saran-saran tentang penilaian cukup relevan. Yang perlu diperhatikan adalah fokus penilaian yang sebaiknya diarahkan keada penilaian kompetensi konkret siswa, berupa karya dua dan 3 dimensi, unjuk kerja, dan perilaku.
• Perlu dikembangkan dan diadakan beragam bentuk sumber dan sarana belajar IPA yang tersedia di sekolah.
• Sistem pembinaan profesional guru, terutama sistem pelatihan guru sebaiknya dikembangkan dalam era otonomi daerah karena sistem yang dulu digunakan pada era sentralisasi sudah tidak diterapkan lagi. Tujuannya adalah agar para guru mengubah paradigma mengajar secara konvensional ke pendekatan belajar aktif.

L. SISWA TERCERABUT DARI DUNIANYA

Pandangan-pandangan yang dikemukakan pada makalah ”Tercerabutnya Peserta Didik dari Dunianya: Sebuah Pengalaman atas Penyeragaman Kurikulum Sekolah (Kurikulum Masa Depan Ilmu Pengetahuan Sosial) oleh Nicolaas Warrouw dari Universitas Gajah Mada membawa implikasi bagi pengembangan dan implementasi kurikulum IPS berikut ini.
• Kurikulum sekolah harus memperhatikan karakteristik budaya, ekonomis, sosial anak.
• Pendidikan sekolah sebaiknya tidak mencerabut anak dari dunianya, dari budaya, dan konteks pencarian nafkah hidupnya.
• Guru perlu dilatih untuk menggunakan kebiasaan budaya, folklore, legenda, kesenian, sistem pertanian atau pengolahan lahan, cara memperoleh nafkah (mata pencaharian), sistem pembangunan rumah, sistem irigasi, dan kebiasaan gotong royong agar siswa dipersiapkan mengembangkan tradisi dan budayanya ke arah yang berciri modern.
• Pendekatan belajar aktif yang menekankan penggunaan lingkungan dapat digunakan untuk mengurangi dampak ketercerabutan siswa dari konteks lokalnya.
• Mata pelajaran IPS sebaiknya memperkenalkan berbagai perspektif (sudut pandang) dan kenyataan yang bervariasi dalam konteks Indonesia dan dunia. Mata-mata pelajaran lain juga berfungsi yang sama,
• Falsafah konstruktivisme cocok digunakan untuk mengembangkan konsep dan kompetensi siswa dari alam pikir (konsepsi) dan pengalaman siswa dalam konteks lokalnya. Siswa belajar lebih mudah kalau digunakan pendekatan konstruktivisme dan hasil belajar lebih membumi. Dengan demikian, kompetensi siswa dibangun dan dikembangkan dalam lingkungan tempat ia mencari nafkah dan berkiprah.
M. KREASI DAN KREATIVITAS, FOKUS PENDIDIKAN SENI BUDAYA

Pada makalah “Masukan untuk Kurikulum Seni – Budaya Masa Depan (SD sampai SMU)”, Primadi Tabrani dari ITB, Bandung mengemukakan sejumlah saran. Penyajian saran-saran yang penting dipadukan dengan implikasi yang muncul dari saran-saran tersebut untuk pengembangan dan implementasi kurikulum masa depan.
• Kepada para siswa perlu diperkenalkan sejarah dan lingkungan yang menghasilkan seni budaya Austronesia/Nusantara. Untuk itu, para guru seni budaya dan sejarah perlu mempelajarinya. Melalui pengenalan ini, generasi muda kita dapat merasa bangga sebagai putra Nusantara.
• Walaupun trio ilmu-teknologi-seni memiliki ciri khas masing-masing, sebenarnya tak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Karena itu, sebaiknya kurikulum seni budaya merupakan kegiatan proses belajar-mengajar yang terpadu. Dijadikan “proyek” yang memadukan berbagai seni dan berbagai ilmu. Dengan materinya bisa dari film, video, buku, cerita, dongeng. Misalnya proyek “Ruang Angkasa”.
• Dalam pendidikan senirupa, untuk pelajaran menggambar yang boleh dikata semata NPM dari Barat perlu diperbaiki dengan memberikan RWD, yang merupakan gambar alami anak dan merupakan anugrah Tuhan, tempat yang sejajar dengan NPM. Kepada anak perlu diberi peluang untuk membuat perpaduan antara NPM dan RWD. Bila ingin memperagakan sesuatu, pakailah NPM, tapi bila ingin bercerita/berekspresi, pakailah RWD atau kombinasi antara keduanya. Senirupa kita bisa maju dengan ‘melompat’ sebab RWD belum ada di Barat.

Perbandingan sistem menggambar NPM & RWD

Perbandingan sistem menggambar NPM & RWD
NPM (Naturalis-Perspektif-Momenopname) RWD (Ruang-Waktu-Datar)

1 arah Aneka arah


1 jarak Aneka jarak


1 waktu Aneka waktu (sekuensi beberapa adegan, bermatra waktu, bercerita lebih lama


1 skema Gabungan beberapa skema


Panjang x lebar Panjang - lebar - waktu


Dibingkai Tak dibingkai, bebas dalam ruang


Dibekukan dalam gambar Gambar mati yang hidup

mati

Implikasi dari perbandingan ini, adalah:
• Siswa perlu dilatih menggambar sesuai dengan ciri alamiah anak.
• Siswa menggambar di tanah, pasir, daun, lalu dipakai kertas, dan kemudian di tembok (wallpainting).
• Siswa diperkenalkan sistem menggambar NPM dan RWD secara sendiri-sendiri dan juga sebagai gabungan (kombinasi).
• Butir No.2 dilatih berdasarkan irama perkembangan dan pencarian siswa.
• Pendidikan senirupa SMA, perlu diubah pelajaran tentang rupa dasar Nusantara (yang berdimensi waktu – ragam hias misalnya). Ke dalam kurikulum seni budaya di sekolah perlu dimasukkan banyak seni budaya tradisi sebagai warna lokal daerah. Tujuannya, bukan hanya agar kita mengenal kembali heritage kita sebagai bangsa, tapi pula untuk merasakan bahwa banyak mutiara mutiara terpendam yang berupa konsep-konsep yang bisa diangkat untuk seni dan desain kita di masa depan.
• Media pembelajaran kita perlu dikembangkan menjadi paket media yang “rupa-rungu”: ada teks, slide, video, CD, gambar peraga, dan sebagainya. Dan buku pelajaran sudah masanya dikembangkan menjadi “illustrated” science & technology books, di mana gambar dan kata terpadu untuk menunjang proses belajar yang lebih maju, cepat, dan mendalam.
• Praktik berkarya seni hendaknya cukup terwakili dalam kurikulum, sebab berkarya seni melatih anak didik untuk piawai berproses belajar yang baik yang sama dengan proses kreasi. Ini kemudian akan memudahkan diperolehnya proses belajar-mengajar yang baik yang bisa “ditularkan” saat proses belajar-mengajar dalam ilmu-ilmu yang lain, juga dalam Iptek.
• Di tingkat SD dan SLTP, bahkan kalau bisa juga di SMA pelajaran seni budaya sebaiknya jangan dipisahkan teori dengan praktiknya. Sebaiknya teori dan praktik terpadu, hingga terhayati dan proses belajarnya menjadi proses kreasi. Dengan demikian, karya tidak hanya mengekspresikan perasaan, tapi juga merefleksikan pengetahuan, data, riset yang dilakukan untuk menghasilkan karya tersebut.
• Sebaiknya untuk SD diberi dasar untuk menggambar dari alam dengan bantuan imajinasi.
• Para pakar pendidikan kita diharapkan mau meneliti Limas Citra Manusia, apakah memang bisa digunakan secara praktis untuk proses belajar-mengajar, setidaknya sebagai pembanding/alternatif bagi proses belajar-mengajar Barat yang “kurang memuaskan" yang kita gunakan selama ini. Siapa tahu Limas LCM tersebut merupakan jawaban atas keresahan Anderson yang mendambakan ditemukannya ““……the single psychological theory that adequately provides a basis for all learning…..”.


N. PENDIDIKAN JASMANI BUKAN HANYA UNTUK OLAHRAGA
Pandangan-pandangan yang dikemukakan pada makalah ” Menggagas Kurikulum Pendidikan Jasmani Masa Depan” oleh Agus Mahendra dari Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung membawa implikasi bagi pengembangan dan implementasi kurikulum pendidikan jasmani berikut ini.
• Gagasan penulis agar orientasi pendidikan jasmani bukan hanya pendidikan olahraga, tetapi ke arah pengembangan nilai-nilai dan karakter positif individu dan masyarakat atau pendidikan jasmani untuk kehidupan seyogianya diterapkan pada kurikulum masa depan. Demikian pula, perlunya memberikan tantangan kepada siswa untuk melampaui batas (limit) kemampuan sebelumnya agar tercapai persepsi baru mengenai diri.
• Implikasinya adalah perlunya diberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kompetensinya sampai melampaui batas tersebut. Untuk itu, PBM harus diatur bervariasi sesuai dengan taraf pencapaian kompetensi siswa.
• Gagasan agar kurikulum diarahkan kepada peserta didik dan pencapaian otonomi individu dan pengarahan diri serta siswa bertanggung jawab untuk menentukan sendiri arah tujuannya, mengembangkan keunikan pribadi, dan memandu sendiri kegiatan belajarnya perlu diperhatikan. Demikian pula unsur pemecahan masalah dan pengembangan kemampuan kreatif, serta keterampilan menggunakan teknologi, termasuk komputer, serta keterampilan kritis dalam menanggapi dan mengambil keputusan secara tepat. Implikasinya adalah perlunya diterapkan pendekatan belajar aktif yang memberi ruang kebebasan eksplorasi bagi individu sesuai dengan minat, bakat, dan ciri khusus fisik dan kepribadiannya.
• Selain itu, perlu diidentifikasi kebutuhan masyarakat dalam bidang seperti mitigasi bencana alam, kekhasan lingkungan setempat (pantai, terumbu karang, peternakan kuda, sapi, kerbau, pendakian gunung, panjat pohon, lokasi jurang, lingkungan binatang berbisa dan berbahaya bagi keselamatan manusia. Pendidikan jasmani hendaknya diarahkan pula untuk menjawab kebutuhan masyarakat tersebut.
• Pemecahan masalah (problemsolving) dalam pendidikan jasmani dapat dilakukan, misalnya, bagaimana memikul barang lebih banyak dengan mempertahankan keseimbangan, memikul barang sambil menyeberangi sungai yang sedang dilanda banjir, bagaimana menghadapi angin puting beliung, dan bagaimana melakukan urut patah tulang.
• Gagasan agar proses belajar keterampilan dalam pendidikan jasmani memasukkan proses perolehan / penguasaan keterampilan (persepsi, pemolaan, penghalusan, dan adaptasi) dan sekaligus proses gerak kreatif melalui pengembangan variasi, improvisasi, dan komposisi dapat dilaksanakan antara lain melalui penggabungan pendidikan jasmani dengan pendidikan seni tari.
• Saran agar perancangan kurikulum pendidikan jasmani memperhitungkan hasil ekstrapolasi tentang kondisi dan kebutuhan masyarakat di masa depan perlu diperhatikan. Contoh kondisi dan kebutuhan masyarakat itu misalnya:
• Bagaimana menghindar dari tanah longsor, banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran (hutan), dan angin puting beliung
• Pengetahuan dan pengalaman dasar tentang kekuatan arus air, arah arus, bagaimana bergerak menggunakan efek arus air; bagaimana berenang dan menggunakan media yang ditemukan (persiapan media seperti kayu, batang pisang, pelampung; bagaimana tidur sambil terapung di tengah laut; bagaimana menyelam yang benar.
• Contoh yang lain, bagaimana berlari menghindari dan berlindung dari runtuhan saat gempa, perlengkapan yang perlu untuk memadamkan api, dan gerakan memadamkan api.
• Perlu dilakukan studi banding praktik pendidikan jasmani di berbagai negara yang menerapkan paradigma baru pendidikan jasmani. Selain itu, perlu diberi kebebasan kepada guru untuk berkesperimentasi dan mengeksplorasi pola gerak yang benar dalam berbagai situasi dan kondisi.


BAB III
INOVASI KURIKULUM MASA DEPAN

A. BISAKAH MENGINTEGRASIKAN PENDIDIKAN KETERAMPILAN DENGAN IPA DAN IPS
Pandangan-pandangan yang dikemukakan pada makalah ”Kurikulum Keterampilan Masa Depan” oleh Hajar Pamadhi dari Universitas Negeri Yogyakarta membawa implikasi bagi pengembangan dan implementasi kurikulum pendidikan jasmani berikut ini.
1. Komposisi bermain dan belajar dari SMP s.d. SMA cukup rasional. Porsi belajar sambil bermain yang cukup besar di SD, namun secara gradual dikurangi pada jenjang SMP dan terutama SMA. Sebaliknya, porsi belajar berkembang atau membesar sejalan dengan pengurangan porsi bermain.
2. Prinsip komposisi seperti Ini tidak hanya berlaku bagi pendidikan keterampilan, tapi secara umum pada berbagai mata pelajaran lain juga sesuai dengan komposisi yang lazim diterapkan. Prinsip ini berlaku untuk seluruh kurikulum jenjang pendidikan dasar dan menengah.
3. Perlu dipertimbangkan mengintegrasikan pendidikan keterampilan ke dalam IPA, IPS, dll di tingkat SMA.
4. Perlu dipertimbangkan pengintegrasian pendidikan keterampilan ke dalam kegiatan ekstrakurikuler agar lebih mengefisienkan waktu dan tenaga.
5. Perlu dianut pendekatan multiple intelligences yang mencakup seluruh kehidupan dan kegiatan belajar siswa di sekolah, di rumah, dan di masyarakat. Gagasan pengintegrasian ini sesuai dengan hasil riset otak dan pendekatan kurikulum berbasis kompetensi.
6. Pengembangan kreativitas siswa akan seimbang karena tidak melupakan aspek produksi, penampilan hasil karya, pemajangan hasil kerja. Upaya ini sesuai dengan prinsip pendekatan kurikulum berbasis kompetensi, yaitu pengintegrasian ranah kognitif, afektif, dan psikomotor ke dalam kompetensi siswa dalam bentuk / jenis karya 2 dan 3 dimensi, unjuk kerja, dan perilaku.
7. Pengintegrasian ini akan menguntungkan tipe siswa dengan gaya belajar bervariasi, yaitu tipe visual, auditif, dan kinestetik. Tipe kinestetik akan terlayani. Selama ini tipe ini sangat dirugikan dalam pola pengajaran konvensional satu arah.

B. PERTANYAAN UNTUK TIK DI MASA DEPAN

Pandangan-pandangan yang dikemukakan pada makalah ”Kurikulum Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Masa Depan” oleh Yuliatri Sastrawijaya dari Universitas Negeri Jakarta membawa implikasi bagi pengembangan dan implementasi kurikulum TIK berikut ini.
1. Bagaimana memanfaatkan kemampuan problemsolving, kerja sama dan saling menolong dalam menggunakan TIK?
2. Bagaimana menerapkan etika dalam penggunaan TIK?
3. Bagaimana siswa dilatih untuk menggunakan berbagai sumber belajar yang tersedia melalui internet?
4. Bagaimana melatih perilaku teliti, hati-hati, hemat, berpikir logis, senang belajar bahasa Inggris?
5. Bagaimana memanfaatkan individualized learning melalui program yang tersedia dalam TIK?

C. SISTEM PENDIDIKAN BERBASIS SYARI’AH

Seperti diungkapkan di atas, bahwa sistem pendidikan Islam merupakan alternatif solusi mendasar untuk menggantikan sistem pendidikan sekuler saat ini. Bagaimanakah gambaran sistem pendidikan Islam tersebut? Berikut uraiannya secara sekilas.
1. Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis yang bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter (khas) Islami. Antara lain:
Pertama, berkepribadian Islam (shaksiyah islamiyah). Ini sebetulnya merupakan konsekuensi keimanan seorang Muslim. Intinya, seorang Muslim harus memiliki dua aspek yang fundamental, yaitu pola pikir (’aqliyyah) dan pola jiwa (nafsiyyah) yang berpijak pada akidah Islam.
Untuk mengembangkan kepribadian Islam, paling tidak, ada tiga langkah yang harus ditempuh, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw., yaitu:
1. Menanamkan akidah Islam kepada seseorang dengan cara yang sesuai dengan kategori akidah tersebut, yaitu sebagai ‘aqîdah ‘aqliyyah (akidah yang muncul dari proses pemikiran yang mendalam).
2. Menanamkan sikap konsisten dan istiqâmah pada orang yang sudah memiliki akidah Islam agar cara berpikir dan berprilakunya tetap berada di atas pondasi akidah yang diyakininya.
3. Mengembangkan kepribadian Islam yang sudah terbentuk pada seseorang dengan senantiasa mengajaknya untuk bersungguh-sungguh mengisi pemikirannya dengan tsaqâfah islâmiyah dan mengamalkan ketaatan kepada Allah SWT.
Kedua, menguasai perangkat ilmu dan pengetahuan (tsaqâfah) Islam. Islam telah mewajibkan setiap Muslim untuk menuntut ilmu. Berdasarkan takaran kewajibannya, menurut al-Ghazali, ilmu dibagi dalam dua kategori, yaitu:
1. Ilmu yang termasuk fardhu ‘ain (kewajiban individual), artinya wajib dipelajari setiap Muslim, yaitu tsaqâfah Islam yang terdiri dari konsepsi, ide, dan hukum-hukum Islam; bahasa Arab; sirah Nabi saw., Ulumul Quran, Tahfizh al-Quran, ulumul hadis, ushul fikih, dll.
2. Ilmu yang dikategorikan fadhu kifayah (kewajiban kolektif); biasanya ilmu-ilmu yang mencakup sains dan teknologi serta ilmu terapan-keterampilan, seperti biologi, fisika, kedokteran, pertanian, teknik, dll.
Ketiga, menguasai ilmu kehidupan (Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni/IPTEKS). Menguasai IPTEKS diperlukan agar umat Islam mampu mencapai kemajuan material sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi dengan baik. Islam menetapkan penguasaan sains sebagai fardlu kifayah, yaitu jika ilmu-ilmu tersebut sangat diperlukan umat, seperti kedokteran, kimi, fisika, industri penerbangan, biologi, teknik, dll. Begitu pula dengan penguasaan terhadap seni, dimana seni merupakan sesuatu yang dibutuhkan pula baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menyelaraskan teknologi dengan fitrah manusia yang menyenangi keindahan (sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan syara’).
Keempat, memiliki keterampilan yang memadai. Penguasaan ilmu-ilmu teknik dan praktis serta latihan-latihan keterampilan dan keahlian merupakan salah satu tujuan pendidikan Islam, yang harus dimiliki umat Islam dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah SWT. Sebagaimana penguasaan IPTEKS, Islam juga menjadikan penguasaan keterampilan sebagai fardlu kifayah, yaitu jika keterampilan tersebut sangat dibutuhkan umat, seperti rekayasa industri, penerbangan, pertukangan, dan lainnya.
2. Pendidikan Islam Adalah Pendidikan Terpadu
Agar keluaran pendidikan menghasilkan SDM yang sesuai harapan, harus dibuat sebuah sistem pendidikan yang terpadu. Artinya, pendidikan tidak hanya terkonsentrasi pada satu aspek saja. Sistem pendidikan yang ada harus memadukan seluruh unsur pembentuk sistem pendidikan yang unggul. Dalam hal ini, minimal ada 3 hal yang harus menjadi perhatian, yaitu:
Pertama, sinergi antara sekolah, masyarakat, dan keluarga. Pendidikan yang integral harus melibatkan tiga unsur di atas. Sebab, ketiga unsur di atas menggambarkan kondisi faktual obyektif pendidikan. Saat ini ketiga unsur tersebut belum berjalan secara sinergis, di samping masing-masing unsur tersebut juga belum berfungsi secara benar. Buruknya pendidikan anak di rumah memberi beban berat kepada sekolah/kampus dan menambah keruwetan persoalan di tengah-tengah masyarakat seperti terjadinya tawuran pelajar, seks bebas, narkoba, dan sebagainya. Pada saat yang sama, situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah/kampus menjadi kurang optimal. Apalagi jika pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang bagus, maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pendidikan tersebut.
Kedua, kurikulum yang terstruktur dan terprogram mulai dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi. Kurikulum sebagaimana tersebut di atas dapat menjadi jaminan bagi ketersambungan pendidikan setiap anak didik pada setiap jenjangnya. Selain muatan penunjang proses pembentukan kepribadian Islam yang secara terus-menerus diberikan mulai dari tingkat TK hingga PT, muatan tsaqâfah Islam dan Ilmu Kehidupan (IPTEK, keahlian, dan keterampilan) diberikan secara bertingkat sesuai dengan daya serap dan tingkat kemampuan anak didik berdasarkan jenjang pendidikannya masing-masing.
Pada tingkat dasar atau menjelang usia baligh (TK dan SD), penyusunan struktur kurikulum sedapat mungkin bersifat mendasar, umum, terpadu, dan merata bagi semua anak didik yang mengikutinya. Khalifah Umar bin al-Khaththab, dalam wasiat yang dikirimkan kepada gubernur-gubernurnya, menuliskan, “Sesudah itu, ajarkanlah kepada anak-anakmu berenang dan menunggang kuda, dan ceritakan kepada mereka adab sopan-santun dan syair-syair yang baik.”
Khalifah Hisyam bin Abdul Malik mewasiatkan kepada Sulaiman al-Kalb, guru anaknya, “Sesungguhnya anakku ini adalah cahaya mataku. Saya mempercayaimu untuk mengajarnya. Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah dan tunaikanlah amanah. Pertama, saya mewasiatkan kepadamu agar engkau mengajarkan kepadanya al-Quran, kemudian hafalkan kepadanya al-Quran…”
Di tingkat Perguruan Tinggi (PT), kebudayaan asing dapat disampaikan secara utuh. Ideologi sosialisme-komunisme atau kapitalisme-sekularisme, misalnya, dapat diperkenalkan kepada kaum Muslim setelah mereka memahami mabda Islam secara utuh. Pelajaran ideologi selain mabda Islam dan konsepsi-konsepsi lainnya disampaikan bukan bertujuan untuk dilaksanakan, melainkan untuk dijelaskan dan dipahami cacat-celanya serta ketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia, agar menjadi pemahamaan untuk menguraikan kerusakan mabda selain islam tersebut.
Ketiga, berorientasi pada pembentukan tsaqâfah Islam, kepribadian Islam, dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan. Ketiga hal di atas merupakan target yang harus dicapai. Dalam implementasinya, ketiga hal di atas menjadi orientasi dan panduan bagi pelaksanaan pendidikan.
3. Pendidikan Adalah Tanggung Jawab Negara
Islam merupakan sebuah sistem yang memberikan solusi terhadap berbagai problem yang dihadapi manusia. Setiap solusi yang disajikan Islam secara pasti selaras dengan fitrah manusia. Dalam konteks pendidikan, Islam telah menentukan bahwa negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan dan mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Rasulullah saw. bersabda:
“Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Perhatian Rasulullah saw. terhadap dunia pendidikan tampak ketika beliau menetapkan para tawanan Perang Badar dapat bebas jika mereka mengajarkan baca-tulis kepada sepuluh orang anak kaum muslimin Madinah. Hal ini merupakan tebusan. Dalam pandangan Islam, barang tebusan itu merupakan hak Baitul Mal (Kas Negara). Tebusan ini sama nilainya dengan pembebasan tawanan Perang Badar. Artinya, Rasulullah saw. telah menjadikan biaya pendidikan itu setara nilainya dengan barang tebusan yang seharusnya milik Baitul Mal. Dengan kata lain, beliau memberikan upah kepada para pengajar (yang tawanan perang itu) dengan harta benda yang seharusnya menjadi milik Baitul Mal. Kebijakan beliau ini dapat dimaknai, bahwa kepala negara bertanggung jawab penuh atas setiap kebutuhan rakyatnya, termasuk pendidikan.
Imam Ibnu Hazm, dalam kitabnya, Al-Ihkâm, menjelaskan bahwa kepala negara (khalifah) berkewajiban untuk memenuhi sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat. Jika kita melihat sejarah Kekhalifahan Islam, kita akan melihat begitu besarnya perhatian para khalifah terhadap pendidikan rakyatnya. Demikian pula perhatiannya terhadap nasib para pendidiknya. Imam ad-Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari al-Wadliyah bin Atha’ yang menyatakan, bahwa di kota Madinah pernah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak.
Khalifah Umar bin al-Khaththab memberikan gaji kepada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar=4,25 gram emas). Jika harga 1 gram emas=Rp 200.000,00, maka gaji seorang pendidik yang diberikan oleh Daulah Khilafah sejak 13 abad yang lalu jumlahnya mencapai Rp 12.750.000,00 (subhanallah), sungguh merupakan angka yang fantastis, apalagi jika dibandingkan dengan saat ini dimana berlangsungnya sistem ekonomi kapitalisme telah nyata sangat tidak menghargai peran pendidik, semisal upah yang didapatkan seorang guru honorer hanya berkisar Rp 5.000-30.000 untuk setiap jam pelajaran dengan perhitungan kerja riil satu bulan namun gajinya hanya dihitung satu minggu.
Perhatian para khalifah tidak hanya tertuju pada gaji pendidik dan sekolah, tetapi juga sarana pendidikan seperti perpustakaan, auditorium, observatorium, dll. Pada masa Kekhilafahan Islam, di antara perpustakaan yang terkenal adalah perpustakaan Mosul didirikan oleh Ja‘far bin Muhammad (w. 940 M). Perpustakaan ini sering dikunjungi para ulama, baik untuk membaca atau menyalin. Pengunjung perpustakaan ini mendapatkan segala alat yang diperlukan secara gratis, seperti pena, tinta, kertas, dll. Bahkan para mahasiswa yang secara rutin belajar di perpustakaan itu diberi pinjaman buku secara teratur.
Seorang ulama Yaqut ar-Rumi memuji para pengawas perpustakaan di kota Mer Khurasa karena mereka mengizinkan peminjaman sebanyak 200 buku tanpa jaminan apapun perorang. Ini terjadi pada masa Kekhalifahan Islam abad 10 M. Bahkan para khalifah memberikan penghargaan yang sangat besar terhadap para penulis buku, yaitu memberikan imbalan emas seberat buku yang ditulisnya.
4. Sistem Pendidikan Islam bersifat Multidisipliner
Sistem pendidikan Islam juga sekaligus merupakan sub sistem yang tak terlepas dari pengaruh sub sistem yang lain dalam penyelenggaraannya. Sistem ekonomi, politik, sosial-budaya, dan idoelogi akan sangat menentukan keberhasilan penyelenggaran sistem pendidikan yang berbasiskan aqidah dan syari’ah islam.
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa dengan sistem ekonomi yang islami maka penyediaan dana pendidikan akan menjadi perhatian penting negara agar dapat dialokasikan dari kas negara dalam jumlah yang memadai, yang sumber-sumbernya dapat diperoleh dari hasil pengelolaan kepemilikan umum yang saat ini di Indonesia misalnya, jumlahnya masih melimpah seperti barang tambang, mineral, hasil hutan, kekayaan laut, maupun dari hasil penyitaan kembali asset rakyat yang dikorupsi oleh para pejabat, pemerintah, dan pengusaha.
Sistem politik yang islami akan mengarahkan penguasa untuk mengambil kebijakan yang berpihak pada rakyat sebagai konsekuensi dari aktifitas politiknya yaitu riayah syu’unil ummah (mengatur urusan-urusan ummat) termasuk kebijakan dalam bidang pendidikan yang harus didasarkan pada aqidah dan syari’ah islam. Sistem sosial-budaya yang islami akan mengarahkan masyarakat memiliki perspektif yang benar tentang wajibnya berpendidikan, memiliki motivasi yang tinggi untuk menggali ilmu pengetahuan, teknologi, keterampilan dan menciptakan berbagai kreasi yang bermanfaat untuk kemaslahatan hidup.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Selain itu sistem sosial-budaya yang islami juga akan mampu menjadi filter dan pengendali terhadap berbagai aktifitas yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat, dimana satu sama lain akan menyadari tentang kewajiban amar ma’ruf nahyi munkar, yang dengan aktifitas ini maka hasil pendidikan di sekolah dapat bersinergi dengan pengaplikasiannya di masyarakat. Adapun ideologi, merupakan aspek yang sangat berpengaruh terhadap pendidikan karena antara keduanya saling mempengaruhi, yakni pendidikan merupakan salah satu proses menginternalisasikan ideologi kepada semua warga negara dan ideologi merupakan asas bagi penyelenggaran sistem pendidikan tersebut.
B. SARAN-SARAN
Dengan demikian maka pengaruh berbagai sistem lainnya terhadap keberhasilan penyelenggaran sistem pendidikan islam memiliki keterkaitan yang erat. Sedangkan Boundary (sistem yang menaungi semua sistem) terhadap berbagai sistem tersebut adalah sistem pemerintahan/ negara. Oleh karenanya penjuangan terhadap terlaksananya sistem pendidikan yang berbasis syari’ah juga tidak terlepas dari perjuangan terhadap wajibnya menegakan kembali institusi Daulah Khilafah Islamiyah sebagai institusi yang akan menjamin penerapan hukum-hukum islam dalam semua aspek secara kaffah. Wallahu a’lam bi shawab.




DAFTAR PUSTAKA
Al-Baghdadi, Abdurrahman. 1996. Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam.
Bangil-Jatim: Al-Izzah
Bulletin Epitech 2006, Disdik Prov.Jabar.
UU No.20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
PP No. 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Muhamad Shidiq Al-Jawi. Pendidikan Di Indonesia, Masalah dan Solusinya.Artikel. www.khilafah1924.org
Media Cetak : Kompas,5/9/2001; Pikiran Rakyat, 06/10/2002; Republika, 10/5/2005; Republika, 13/7/2005; Pikiran Rakyat,15/07/2005; Kompas, 6/2/2007; Koran Tempo, 07/03/2007.
Website : www.suara pembaruan.com/16 juli 2004; www.undp.org/hdr2004 ;
www.worldbank.com; www.republikaonline.com; www.indonesia.go.id (Senin 12/2/07); http://www.perbendaharaan.go.id/20-02-2007; www.
Pikiran Rakyat.com (03/2004; www.okezone.com.; www.tempointeraktif.com;
www.bapeda-jabar.go.id/2006. www.tempointeraktif.com (8/3/2007); www.smu-net.comPanduan KKN Wajar Dikdas 9 Tahun, UPI 2006.
Syamsuddin Makmun, Abin. (2005). Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosda Karya.
Yusuf, Syamsu. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda Karya.
Struktur Negara Khilafah. 2005: HTI Press