04 Januari 2010

Makalah : Pengembangan Srategi Pengajaran Konsep Dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan sosial di Sekolah Dasar

Makalah : Pengembangan Srategi Pengajaran Konsep Dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan sosial di Sekolah Dasar: "Pembelajaran IPS di SD, dilaksanakan pada kelas 5 SD Negeri Cibiru X Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung dimaksudkan untuk memperoleh pengalaman empiric dalam mengembangkan dan menerapkan srategi pembelajaran IPS di SD melalui pengajaran konsep. Penelitian dilakukan saecara kolaborasi antara peneliti sebagai tenaga edukatif akademik di ingkungan PGSD dengan guru kelas sehingga sebagai praktisi tenaga kependidikan dasar di lapangan dapat meningkatkan proses hasil pembelajaran IPS di SD.sasaran lanjut pelaksanaan kolaborasi studi ini diharapkan dapat membantu mengatasi kesulitan dan hambatan yang dihadapi guru dalam melaksanakan tugasnya.

Dari proses pelaksanaan, diproleh hasil bahwa : guru kelas 5 SD Negeri Cibiru x telah megetahui model pengajaran konsep sebagai pengetahuaan teoritik, tetapi tidak pernah menerapkan karena memandang lebih sukar disbanding pola mengajar yang telah biasa dilakukannya. Guru kelas 5 SD Cibiru x bersikap terbuka dan menunujukan keinginan yang besar untuk mengembangkan kemampuan dalam mengalola pembelajaran IPS sehingga proses kolaborasi ini berhasil dilaksanakan da mencapai sasaran.

Prosedur Pengembangkan program peneletian tindakan kelas ini, dirancang pada setiap siklusnay terdiri dari lima tahap, yakni “ orentasi perencanaan, tindakan. Observasi, dan repleksi. Adapun hasil kongritnaya dapat dilihat dari siklus pelaksanaan, mulai dari tindakan I hingga 4 antara lain : pada tindakan pertama dan kedua, pembelajaran kurang efektif,seperti kurang kemampuan guru dalam penguasaan bahan pelajaran, penguasaan strategi pembelajaran konsep termasuk didalamnya kemampuan mengorganisasikan bahan pelajaran IPS pada tindakan ke tiga dan keempat terdapat perubahan derastis dan peningkatan setelah tim peneliti guru kelas mengadakan peninjauan kembali terhadap rencana pembelajaran berikut kegiatan pembelajarannya.

Dalam implimentasi pembelajaran guru sebagai praktisi melaksanakan kegiatan, yaitu dengan cara menggunakan srategi pengajaran konsep untuk membantu kelancaran pada setiap tindakan pembelajaran, peneliti melakukan pengamatan secara langsung terhadap proses pada pembelajaran. Dari setiap pengamatan selanjutnya dilakukan refleksi dan analisis setiap tindakan untuk kemudian melakuakan perbaikan-perbaikan

Pelaksanan penelitian tindakan kelas ini, telah menghasilkan perubahan-perubahan positf dan peningkatan yang mencakup perubahan sikp belajar dan hasil pembelajaran IPS. Adapun perubahan-perubahan yang terjadi itu meliputi : (1) .guru kelas dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengembangkan srategi pengajaran kosep IPS,(2). Srategi pembelajaran konsep dapat meningkatkan aktivitas, kraetivitas, dan motivasi siswa dalam pembelajaran IPS. (3). Minat belajar IPS tinggi, (4). Hasilbelajar IPs Meningkat .

Hasil penelitian tindakan ini, direkomendasikan kepada pihak terkait untuk mengembangkan model pengajaran konsep sebagai salah satu jalan keluar dari persoalan rendahnya mutu dan hasil pembelajaran IPS, khususnaya di sekolah dasar.

Oleh: Dra. Hj. Entang Kartika, M.Pd dan Dra. Tuti Istianti, M.Pd


Source :

Free Download Software and Review - IDONBIU.com
"

02 Januari 2010

KONTEKS KULTURAL BAHASA TULISAN

KONTEKS KULTURAL BAHASA TULISAN
(MEDIAMORFOSIS BESAR TAHAP KEDUA)

A. Zaman Bahasa
Hingga kini belum ada suatu teori pun yang diterima luas mengenai bagaimnan bahasa itu muncul di permukaan bumi. Ada dugaan kuat bahasa nonverbal muncul sebelum bahasa verbal . konon hewan prinata berevolusi sejak kira-kita 70 juta tahun lalu. Jutaan tahun berlalu,sebelum hewan yang mirip monyet muncul pertama kalinya di afrika, yang salah satu spesiesnya kemudian berkembang menjadi makhluk yang mirip manusia (hominid) dengan otak yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan ukuran otak yang kita miliki.
1. Asal-usul Bahasa
Diduga makhluk-makhluk yang mirip manusia dan menggunakan alat pemotong terbuat dari batu ini namun masih seperti kera “berkomunikasi“ secara naluriah , dengan bertukar tanda alamiah berupa suara (gerutan, geraman, pekikan), postur dan gerakan tubuh, termasuk gerakan tangan dan lengan , sedikit lebih maju dari “komunikasi“ hewan primata masa kini. Mereka tidak menggunakan bahasa lisan yang membutuhkan penciptaan berbagai suara yang subtil. Salah satu sebabnya, kotak suata mereka identik dengan kotak suara kera, simpanse, dan hewan primata lainnya yang kita kenal sekarang ini, yang tidak mungkin mereka mengkombinasikan berbagai suara untuk membentuk bahasa manusia. Pendeknya, cara komunikasi mereka sangat primitive dibandingkan dengan komunikasi kita.
Banyak makhluk yang mirip manusia ini bsertahan untuk beberapa waktu dengan berburu dan mengumpulkan makanan, namun kira-kira 35.000 tahun yang lalu akhirnya punah secara misterius. Sementara itu, “manusia modern“ (homo sapiens), nenek moyang manusia, muncul secara misterius pula antara 90.000 dan 40.000 tahun lalu, di Eropa dan Timur dekat yang sebelumnya dihuni generasi terakhir hominid. Makhluk baru ini akhirnya menyebar ke berbagai bagian dunia, termasuk Asia dan Amerika.
Dulu nenek moyang kita yang juga disebut Cro magnon ini tinggal di gua-gua. Mereka punya sosok seperti kita, hanya saja lebih berotot dan lebih tegap, mungkin karena hidup mereka penuh semangat dan makan makanan yang lebih sehat. Ketika mereka belum mampu bserbahasa verbal, mereka besrkomunikasi lewat gambar-gambar yang mereka buat pada tulang, tanduk, cadas, dan dinding gua yang banyak ditemukan di Spanyol dan Prancis Selatan. Mereka menggambarkan bison, rusa kutub, dan mamalia lainnya yang mereka buru. Inilah sarana pertama yang dikenal manusia untuk merkam informasi.
Kemudian antara 40.000 dan 35.000 tahun lalu Cro Magnon mulai menggunakan bahasa lisan. Ini dimungkingkan karena mereka punya struktur tengkorak, lidah, dan kotak suara yang mirip dengan yang kita miliki sekarang. Kemampuan besrbahasa inilah yang membuat mereka terus bertahan hingga kini, tidak seperti makhluk mirip manusia sebelumnya yang musnah. Karena Cro Magnon dapat berpikir lewat bahasa, mereka mampu membuat rencana, konsep, berburu dengan cara yang lebih baik, dengan lebih efektif dalam lingkungan yang keras dan cuaca yang buruk. Mereka juga dapat mengawetkan makanan. Mereka juga punya waktu untuk bersenang-senang, membuat inovasi dan berkontemplasi. Namun mereka belum dapat menulis. Sementara itu, bahsas pun semakin beraneka ragam. Cara bicara yang baru berkembang ketika orang-orang menyebar ke kawsan-kawasan baru tempat mereka menemukan dan mengatasi problem-problem baru. Bahasa-bahasa lamu pun terus berevolusi dari generasi ke generasi.
2. Sejarah Perkembangan Bahasa di Dunia
Perkembangan sejarah bahasa dari jaman Yunani Kuno sampai sekarang tidak lepas dari adanya kontroversi. Kontroversi yang pertama sudah ada sejak abad keenam sebelum masehi. Dua kubu yang saling berhadapan saat itu kubu phusis dan kubu thesis. Kubu phusis percaya bahwa dalam bahwa itu ada keterkaitan antara kata dan alam. Keterkaitan antara kata dan alam itu, menurut kubu phusis, bersifat alami dan memang sangat diperlukan. Sebaiknya, kubu thesis percaya bahwa tidak ada keterkaitan antara kata dan alam. Hubungan antara kata dan alam sifatnya arbitrar dan konvensional.
Dalam mempertahankan pendiriannya, kubu phusis mengemukakan beberapa alasan. Pertama, adanya gejala onomatopoeia, yang berarti ‘gema suara alam’. Maksud kaum phusis ialah bahwa gema suara alam itu dipakai manusia untuk menamakan konsep-konsep kebendaan yang ada di sekelilingnya. Kata-kata dalam bahasa Inggris, sekaligus artinya dalam Bahasa Indonesia seperti misalnya, splash ‘percik’, pick ‘petik’, sway ‘ayun’, dan masih banyak lagi adalah bukti keyakinan para penganut kubu phusis ini.
Gejala onomatopoeia itu berkembang ke arah asosiasi bunyi dan dengan sifat atau keadaan seseorang atau benda. Misalnya, bunyi i dalam Bahasa Indonesia (menurut kesan saya) diasosiaskan dengan kecantikan, kemungilan, atau kesucian. Kata-kata melati, suci, murni, dan kebanyakan nama wanita Indonesia, adalah perwujudan dari asosiasi ini.
Selain simbolisme bunyi di atas, pandangan terhadap gema suara alam itu berkembang lagi ke arah asosiasi warna, lagu dengan perasaan. Perkembangan onomatopoeia yang mengasosiakan warna dan lagu dengan perasaan itu sangat bermanfaat dalam sistem pengaturan cahaya, warna kostum lagu-lagu pengiring dalam pementasan seni, drama, dan tari.
Di lain pihak, dalam mempertahankan pendiriannya, kubu thesis mengutarakan bukti-bukti bahwa nama yang diberikan oleh manusia kepada benda-benda di sekitarnya tidak menurut kaidah tertentu, misalnya menurut kaidah asosiasi antara nama benda dengan suara alam. Nama-nama yang diberikan itu hanyalah konvensi antara sesama anggota masyarakat pembicara dari suatu bahasa. Mengapa orang Inggris mengatakan branches of a tree, sementara orang Indonesia menyebut cabang-cabang pohon¸dan orang Jawa menamakan pange wit, dan dalam bahasa lain disebut lain lagi. Hal semacam itu sama sekali tidak mencerminkan adanya keterkaitan antara nama benda atau konsep dengan gema suara alam.
Kontroversi yang kedua terjadi sekitar abad ke-4 sebelum Masehi antara penganut faham Analogi dan penganut faham Anamoli. Karena tajamnya perbedaan keyakinan antara dua aliran ini, mereka tidak mau tinggal dalam satu kota. Para penganut paham Analogi berpusat di kota Alexandria, sedangkan para penganut paham Anomali lebih suka tinggal di kota Pergamum.
Dalam bidang bahasa, kaum Analogi percaya bahwa bahasa itu tertata menurut aturan yang pasti. Dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa ‘languange is governed’. Keteraturan bahasa, menurut aliran Analagi, terdapat pada semua aspek: aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.
Dalam bidang sastra, para anggota kubu Analogi menyarankan agar tujuan karya sastra itu terutama untuk menghibur.
Kedua kubu itu menganjurkan agar kita mempelajari karya-karya sastra (puisi, prosa, maupun drama) pengarang-pengarang terkenal. Pernyataan kedua kubu itu mengandung maksud bahwa para sastrawan bertanggung jawab untuk menjadi model yang baik dalam hal berbahasa yang benar dan dalam hal mengajarkan moral. Kontroversi antara Analogi dan Anomali itu berlanjut sampai sekarang.
Kontroversi yang ketiga timbul pada jaman Renaissance, antara para penganut empirisme dan para penganut nasional. Kaum empiris percaya bahwa jiwa manusia itu mempunyai kemampuan, tetapi kita tidak tahu banyak tentang kemampuan itu. Mereka menganggap bahwa jiwa manusia itu seperti kertas kosong yang dalam istilah mereka yang sangat terkenal itu sebagai “tabula rasa”. Sebelum jiwa manusia melakukan kegiatan, manusia tidak mempunyai apa-apa. Dalam bahasa Latin ucapan mereka yang sangat terkenal ialah ‘Nihil estis intellectu, quod non prius tuerist in sensus’. Dalam Bahasa Indonesia ucapan di atas artinya kurang lebih ‘Jiwa kita ini kosong sebelum ada rangsangan lewat indera kita.’ Dalam masalah bahasa, kaum empiris percaya bahwa bahasa itu dipelajari dari lingkungan sekitar. Jadi, bahasa itu pada hakekatnya, menurut mereka, learned ‘dipelajari’.
Di pihak lain, kaum rasionalis percaya bahwa segala sesuatu itu dapat dicari rasionalnya, karena tidak mungkin segala sesuatu itu terjadi begitu saja tanpa ada alasannya. Gagasan pokok kaum rasionalis ialah bahwa jiwa manusia itu tidak seperti kertas kosong. Jiwa manusia berbekal pemikiran-pemikiran yang logis.
Dalam masalah bahasa, kaum rasionalis menyangkal bahwa bahasa itu didapat dari lingkungan. Sebaliknya, mereka percaya bahasa itu sudah ada dalam jiwa manusia sebagai pembawaan yang dalam istilah bahasa Inggris disebut innate. Karena pada hakekatnya manusia itu mempunyai bawaan yang universal sifatnya, bahasa pun mempunyai sifat yang universal pula. Di pihak lain, pengikut-pengikut paham empirisme, terutama Johann Gottfried von Herder (1744-1803), percaya bahwa jiwa dan pikrian manusia itu berbeda antara manusia yang satu dengan yang lain, tergantung pada budaya yang melingkunginya. Sebagai konsekuensi, Herder mengungkapkan adanya nasionalisme kebahasaan, dan ia tidak percaya bahwa bahasa itu mempunyai sifat universal.
Kontroversi yang sempat kita amati dewasa ini ialah kontroversi sejarah bahasa dalam abad ke-20, yaitu antara paham struktualisme dan para Cartersian Modern dengan Gramatika Transformasi Generatifnya.
Holisme yang diterapkan di dalam sejarah perkembangan bahasa melahirkan aliran struktualisme. Kata struktualisme berasal dari bahasa Latin strunctura, yang artinya bangunan. Menurut kaum struktualis, konsep apapun dapat dihayati sebagai bangunan. Dengan sendirinya, bahasa pun dapat dihayati sebagai bangunan. Menurut konsep ini, bahasa dibangun dari kalimat-kalimat; kalimat dibangun dari klausa-klausa; selanjutnya, klausa dibangun dari frasa-frasa; frasa dibangun dari kata-kata; kata dibangun dari morfem-morfem; dan akhirnya, morfem dibangun dari fonem. Tidaklah mengherankan jika gramatika yang diperkenalkan oleh aliran struktualisme itu terbatas pada gramatika struktur frasa yang dalam bahasa Inggris disebut Phrase Structure Grammar.
Chomsky berpendapat bahwa dalam masalah bahasa, kaum strukturalis mengacu pada kerangka pikir keperilakuan. Padahal, bahasa manusia itu sangat rumit, tidak sesederhana seperti yang diperkirakan oleh para penganut struktualisme. Selanjutnya, sarjana ini mengatakan bahwa jiwa kita ingin memahami bagaimana bahasa dikuasai dan dipergunakan dan dipergunakan oleh manusia, kita harus memisahkan sistem kognitif secara tersendiri, suatu sistem pengetahuan dan keyakinan yang berkembang sejak anak-anak, yang telah berinteraksi dengan factor-faktor lain, untuk menentukan jenis perilaku kebahasaan yang dapat kita amati. Dalam istilah linguistic, Chomsky menggunakan istilah kompetensi, yaitu yang mendasari itu tidak didasari oleh manusia. Dari konsep ini dapat dimengerti bahwa bahasa itu bukan learned¸ melainkan innate.
Di Indonesia kontroversi antara kelompok yang percaya bahasa itu mempunyai fungsi transaksional dan kelompok yang percaya bahwa bahasa itu berfungsi interaksional. Bagi para penganut transaksional, fungsi bahasa yang penting ialah daya penyampai pesan yang terkandung dalam kalimat atau ujaran. Kelompok ini percaya bahwa satuan bahasa yang terkecil ialah kalimat, sebab kalimat itu berisi pesan yang dianggap lengkap. Siapa yang menerima pesan tidaklah penting. Agar pesan dapat diterima tanpa salah kalimat haruslah jelas, seperti jelasnya kalimat yang diciptakan oleh seorang penutur yang ideal, tanpa cela.
3. Fungsi Bahasa Dalam Kehidupan Manusia
Mengapa manusia berbahasa dan mengapa terdapat banyak bahasa di dunia? kemampuan berbahasa munusia, yang membedakannya dari hewan lain yang lebih rendah, merupakan akibat dari pembesaran dan perkembangan otak manusia. Salah satu pandangan mengatakan bahwa orang – orang yang hidup di berbagai bagian dunia merasa perlu merncang solusi untuk memecahkan berbagai cara hidup, dan bersama hal itu, bahasa – bahasa berlainan untuk memenuhi kebutuhan merekan. Misalnya, cara hidup orang Eskimo yang unik harus menawrkan cara – cara bagi orang – orang ini untuk mengatasi lingkungan mereka.
Kita sering tidak menyadari pentingnya bahasa, karena kita sepanjang hidup menggunakannya. Kita baru sadar bahasa itu penting kerika kita menemui jalan buntu dalam menggunakan bahasa, misalnya : ketika kita berupaya bserkomunikasi dengan orang yang sama sekali tidak memehami bahasa kita yang membuat kita frustasi; ketika kita sulit menerjemahkan suatu kata, frase, atau kalaimat dari surat bahasa ke bahasa lain; ketika kita harus menulis lamaran pekerjaan atau diwawancarai dalam bahasa inggris untuk memperoleh suatu pkerjaan yang bagus.
Fungsi bahasa yang mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki orang, objek, dan peristiwa. Setiap orang punya nama untuk identifikasi social. Orang juga dapat menamai apa saja, objek-objek yang berlainanm termasuk perasaan tertentu yang mereka alami. Penamaan adalah dimensi pertama bahasa dan basis bahasa, dan pada awalnya itu dilakukan manusia sesuka mereka, yang lalu menjadi konvensi. Mengapa matahari disebut matahari? karena ia disebut matahari! Adalah keliru menganggap sesuatu itu mempunyai hanya satu nama yang benar. Benda yang kita terima dari tukang pos kita sebut surat. Kestika isinya kita ketahui menawarkan barang atau jasa, kita sebut iklan. Karena kita tidak tertarik pada penawaran itu, benda itu kita buang ke keranjang sampah, dan kita menyebutnya sampah. Bagaimana kita menjuluki Emha Ainun Najib? budayawan, cendikiawan, seniman, penulis, kolumnis, kiai, penyanyi atau pelawak? Salah satu cara menjawabnya: bergantung pada apa yang sedang ia lakukan saat itu. Bila ita sedang berceramah agama, ia kiai. Bila ia sedang menulis buku, artikel atau kolom, ia penulis, dan bila ia senang menyanyi dengan iringan kelompol musiknya ia adalah penyanyi. Suatu objek mempunyai bebeapa tingkat abstraksi. Ibu kita adalah ibu, ibu adalah wanita, wanita adalah manusia, manusia adalah makhluk hidup, dan makhluk hidup adalah ciptaan Tuhan. Semakin luas kelasnya, semakin abstrak konsep tersebut. Sepanjang hidup kita sebenarnya belajar mengabstraksikan segala sesuatu.
Menurut Larry L. Barker, bahasa memiliki tiga fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dpat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain. Anda juga menerima informasi setiap hari, sejak bangun tidur hingga anda tidur kembali, dari orang lain, baik secara langsung atau tidak (melalui media massa misalnya). Fungsi bahasa inilah yang disebut fungsi tranmisi. Keistimewaan bahasa sebagi sarana tranmisi informasi yang lintas waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita. Tanpa bahasa kita tidak mungkin bertukar informasi: kita tidak mungkin menghadirkan semua objek dan dapat tempat untuk kita rujuk dalam komunikasi kita.
Book mengemukakan, agar komunikasi; kita berhasil, setidaknya bahasa harus memenuhi tiga fungsi, yaitu: untuk mengenal dunia di sekitar kita; berhubungan dengan orang lain; dan untuk menciptakan kohetensi dalam kehidupan kita.
Mari kita jabarkan ketiga fungsi ini. Fungsi pertama bahasa ini jelas tidak terlakkan. Melalui bahasa anda mempelajari apa saja yang menarik minat anda, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa lalu yang tidak pernah anda temui, seperti bangsa Mesir Kuno atau bangsa Yunani. Kita dapat berbagi pengalaman, bukan hanya pristiwa masa lalu yang kita alami sendiri, tetapi juga pengetahuan tentang masa lalu yang kita peroleh melaui sumber kedua, seperti media cetak atau media elektronik. Kita juga menggunakan bahasa untuk memperoleh dukungan atau persetujuan dari orang lain atas pengalaman kita atau pendapat kita. Melalui bahasa pula anda memperkirakan apa yang akan dikatakan atau dilakukan seorang kawan anda, seperti dalam kalimat “kemarin kawan saya begitu marah kepada saya. Jangan-jangan ia tidak mau lagi berhubungan dengan saya“. Meskipun gambaran kita mengenai masa depan tidak selalu akutat, setidaknya bahasa memungkinkan kita memikirkan, membicarakan, dan mengantisipasi masa depan, misalnya apa yang akan terjadi terhadap manusia dan alam semesta berdasarkan dugaan yang dikemukakan para ahli ilmu pengetahuan dan orang bijak lainnya, juga berdasarkan wahyu Tuhan atau sabda nabi.
Fungsi kedua bahasa, yakni sebagai sarana untuk berhubungan dengan orang lain, sebenarnya banyak berkaitan dengan fungsi-fungsi komunikasi, khususnya fungsi social dan fungsi instrumental. Ringkasnya bahasa memungkinkan kita besrgaul dengan orang lain untuk kesenangan kita dan mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan kita. Melalui bahasa kita dapat mengendalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang di sekitar kita. Seorang nyonya rumah dapat memerintahkan, “tolong bawakan minuman buat saya“, kepada pelayannya. Seorang kandidat dari sebuah partai politik dapat menyampaikan gagasannya, namun selaigus juga membujuk rakyat untuk memilih partainya dan mempertimbangkan dirinya sebagai calon presiden yang potensial. Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain bergantung tidak hanya pada bahasa yang sama, namun juga pengalaman yang sama dan makna yang sama yang kita berikan kepada kata-kata. Semakin jauh perbedaan antara bahasa yang kita gunakan dengan bahasa mitra komunikasi kita, semakin sulit bagi kita untuk mencapai salaing pengertian. Meskipun orang Indonesia dan orang Malaysia berbicara bahasa melayu, atau orang Amerika dan orang Inggris berbicara bahasa inggris, mereka belum tentu mencapai kesepahaman, karena bebeapa perbedaan yang ada dalam kedua bahasa tersebut.
Sedangkan fungsi ketiga memungkinkan kita untuk hidup lebih teratur , saling memehami mengenai diri kita, kepercayaan-kepercayaan kita, dan tujuan-tujuan kita. Kita tidak mungkin menjelaskan semua itu denan menyusun kata – kata secara acak, melainkan berdasarkan aturan-aturan tertentu yang telah kita sepakati bersama. Akan tetapi, kita sebenarnya tidak selamanya dapat memenuhi ketiga fungsi bahasa tersebut, oleh karena, meskipun bahasa merupakan sarana komunikasi dengan manusia lain, sarana ini secara inheren mengandung kendala, karena sifatnya yang cair dan keterbatasannya. Seperti dikatakan S.I. Hayakawa, “ kata itu bukan objek “. Bila orang-orang memaknai suatu kata secara berbeda, maka akan timbul kesalahpahaman di antara mereka.
Apa yang akan terjadi jika manusia terisolasi, baik sengaja atau tidak, dari penggunaan bahasaa? Manusia hanya akan bserbahasa jika siasuh dalam komunitas manusia. Manusia yang “di asuh “ hewan seperti “ manusia srigala “ asal Hessia tahun 1349, “manusia beruang“ asal Lithuania tahun 1661, tidak berbicara bahasa manusia karena tidak berhubungan dengan manusia, mereka boleh jadi akan berbahasa meskipun tidak sesempurna manusia yang sejak lahir diasuh manusia. Pada tahun 1920-an seekor srigala “mengadopsi“ dua kembali ke masyarakat manusia. Tahun 1940-an kasus Isabella berusia enam tahun yang tidak dapat berbicara cukup mengejutkan. Sebagai putrid seorang bisu-tuli diluar perkawinan, Isabella di kurung di dalam sebuah ruangan gelap, dipisahkan dari keluarganya yang lain. Ketika ditemukan, ia hanya bisa berkoak-koak dengan suara parau. Isabella kemudian dirawat dokter dan psikolog klinis. Dua tahun kemudian ia bisa bicara normal.

C. Zaman Cetak
Lepas dari zaman tulisan, salah satu penyempurnaan paling besar dari perkembangan manusia berkomunikasi adalah ditemukannya cetakan. Sebelum abad ke 15 orang-orang eropa memproduksi buku-buku dengan menyiapkan manu scripti (salinan yang dicetak dengan menggunakan tangan). Walaupun hal demikian merupakan perkembangan bagus dalam dunia tulisan, proses tersebut sering tidak lepas dari kesalahan. Lebih penting lagi adalah, jumlah buku-buku yang disediakan sama sekali terbatas. Cetakan membawa perubahan yang fantastis. Ratusan bahkan ribuan salinan buku-buku tertentu dapat diproduksi dengan tepat dan cepat. Bisa dikatakan, penemuan mesin cetak merupakan kemajuan yang menakjubkan.
Hal penting yang mengikuti perkrmbangan era cetak ini adalah penggunaan kertas sebagai bahan untuk merekam tulisan. Hal demikian sudah dimulai di dunia islam sepanjang abad ke 18 dengan kertas kulit (meskipun sebenarnya kertas sudah muncul di China). Lama kelamaan, sostem pemakaian tulisan di atas kertas tersebar ke umat Kristen Eropa, khususnya ketika tentara moors menduduki Sepanyol. Tulisan yang awal mulanya dimonopoli oleh kalangan pendeta, elite politik, ilmuan dan ahli lain mulai bergeser. Masyarakat umum yang punya kemampuan untuk menulis dan membaca mulai merasakan kemanfaatannya.
Proses pembuatan cetakan dengan memakai sebuah tanda pada tanah liat memang yang tertua dalam proses cetak mencetak. Kemudian prises itu dilanjutkan dengan mencetak di dalam balok kayu lunak, baru kemudian digunakan tinta atau mencetak ke dalam kertas. Orang-orang China sendiri telah melakukan proses mencetak pada tahun 800 Masehi. Satu penemuan penting yang dilakukan orang China adalah mereka telah berhasil mencetak buku pertama yang berjudul Diamond Sutra.
Cetakan sebagaimana yang kita ketahui saat ini tidak mungkin terjadi tanpa perantaraan tukang emas di Mainz, Jerman pada tahun 1455. Tukang emas ini kemudian dikenal dengan nama Johan Gutenberg. Ialah yang awal mulanya memperkenalkan cara unuik mencetak. Sesudah melakukan banyak percobaan, dia membangun gagasan dengan membuat mesin baja untuk masing-masing huruf. Ternyata, mesin cetaknya mampu mencetak secara benar dan tepat, paling tidak jika hanya dibandingkan dengan salinan tulisan dengan memakai tangan.
Awalnya Gutenberg sendiri heran bahwa percobaannya bisa melipatgandakan jumlah cetakan. Tetapi dia khawatir, jangan-jangan penemuannya akan dianggap orang lain sebagai tiruan murah dari tulisan tangan. Kekhawatiran itu justru membuat dia menjadi sangat hati-hati. Kemudian, dia melakukan proyek pertama kali dengan mencetak injil. Ternyata pecobaannya sungguh luar biasa.
Tetapi Gutenberg sebenarnya tidak pernah menikmati hasil kreativitas dan imajinasinya, mes-kipun orang lain jelas akan mengakui kehebatan penemuannya. Ceritanya, suatu saat dia meminjam uang ke-pada pengacaranya untuk me-nyempurnakan penemuannya.
Baru saja menyelesaikan proyeknya yang pertama (mencetak injil yang belum pernah dilakukan orang lain) pengacaranya menuntut pembayaran kembali pinjamannya, bahkan mengadilinya dan “membersihkan” took, cetakan dan semua penemuannya (200 injil yang sudah tercetak dan segala hal yang dia miliki). Sepuluh tahun kemudian Gutenberg meninggal di dalam kemiskinan dan keputus asaan. Dia tidak penah menyangka bahwa penemuannya itu menjadi titik awal munculnya abad cetakan dan sangat berguna bagi umat manusia dewasa ini, khususnya awal munculnya era komunikasi massa. Bisa dikatakan inilah babak awal yang menjadi embrio munculnya era komunikasi massa.
Awal abad ke 16 baru saja dimulai, mesin cetak Gutenberg telah mampu mencetak dan melipatgandakan cetakan yang dapat dipindah dan telah mampu mencetak ribuan salinan buku cetak di atas kertas. Mereka menerbitkannya ke dalam bahasa Eropa dan bahasa lain. Hasil cetakan itu dapat dibaca oleh setiap orang yang mampu membaca ke dalam bahasanya masing-masing. Tersedianya buku-buku itu memacu perluasan akan arti pentingnya belajar membaca.
Dalam perkembangannya, kitab injil tidak hanya dicetak dalam bahasa Latin, tetapi juga bahasa-bahasa lain. hal demikian menimbulkan kekhawatiran pihak Gereja Roma. Pihak Gereja khawatir jangan-jangan keaslian kitab itu terancam. Oleh karena itu, Gereja selalu menjaga keaslian kitab ini dengan mencetak ke dalam bahasa kuno. Tetapi perkembangan cetak mencetak sudah sedemikian pesat. Kitab itu tidak hanya dimonopoli kalangan Gereja saja, tetapi juga masyarakat umum. Akhirnya, dengan pemahaman yang didapatkan di Gereja, mereka mulai berani menentang otoritas dan intrepertasi tunggal atas kitab injil pihak Gereja Roma. Sebuah media komunikasi baru ini membuka peluang cara untuk memprotes keberadaan agama dan struktur sosial. Munculnya gerakan Protestan juga mengarahkan pada perubahan besar yang mempunyai dampak pada hak-hak masyarakat barat sampai hari ini.
Ide dasar pengembangan surat kabar lebih awal di benua Eropa, Inggris dan “Dunia Baru” (negara taklukan ata yang ditemukan masyarakat Eropa). Pers kolonial orang Amerika baru mapan beberapa tahun sebelum Amerika Serikat ditemukan sebagai negara baru. Di Amerika sendiri baru tahun 1830-an ada surat kabar yang boleh dibilang sukses. Itu terjadi di New York. Surat kabar tersebut bisa disebarkan ke beberapa belahan dunia. Pada dekade ke tiga abad ke 19 dampak perkembangan cepat dari media cetak sungguh terasa sekali. Bahkan sudah ada gagasan untuk mengkombinasikan surat kabar ke dalam media massa komunikasi lainnya.
Melvin D Fleur dan Sandra J. Ball-Rokeach (1989) mengatakan ada dua hal penting yang layak dicermati dalam era ini. Pertama, media surat kabar dan juga media cetak lainnya bisa muncul setelah seperangkat kompleksitas elemen budaya muncul dean terus berkembang di masyarakat. Kedua, seperti hampir terjadi pada semua penemuan sebelumnya, penemuan mesin cetak merupakan gabungan antar elemen dalam masyarakat. Masyarakat menerima perkembangan media cetak itu karena tak lain sebagai sebuah kompleks budaya yang terus berkembang.
Di akhir abad ke 19 menjadi jelas munculnya beberapa media cetak seperti surat kabar, buku dan majalah yang semua itu dipergunakan secara luas oleh masyarakat. Media tersebut mewakili bentuk baru komunikasi yang mempengaruhi tidak hanya pola interaksi didalam komunitas dan masyarakat, tetapi juga pandangan psikologis. Sekedar contoh, ahli sosiologi Amerika Charles Horton Cooley menyatakan, ada beberapa faktor yang membuat media baru jauh lebih efisien dari pada proses-proses komunikasi pada masyarakat sebelumnya. Media baru itu lebih efektif sebagaimana yang dia katakana sebagai;
1) Expressiveness, membawa perluasan gagasan dan perasaan.
2) Permanent of Record, mengatasi waktu
3) Swiffness, mengatasi ruang
4) Diffussion, jalan masuk ke kelas-kelas yang ada dalam masyarakat.
Zaman emas media cetak sepanjang tengahan abad kesembilan belas, sederetan teknologi zaman industrial telah menimbulkan ledakan media cetak. Tetapi pertumbuhannya mulai melambat pada tahun 1870-an, sebagian karena ongkos dan waktu yang diperlukan dalam merakit huruf-huruf secara manual membatasi jumlah halaman yang bisa diterbitkan secara ekonomis.
Sejak zaman Guttenberg, tukang-tukang cetak memerlukan sekitar satu menit untuk merangkai sebaris huruf. Sejak tahun 1840-an telah dilakukan upaya-upaya mengembangkan sebuah mesin yang bisa merangkai huruf lebih cepat, tetapi tidak ada yang bisa diterima. Terobosan kritis akhirnya terjadi pada tahun 1886 ketika Ottmar Mergenthaler, seorang imigran Jerman penduduk Baltimore, mendemonstrasikan penemuannya kepada koran New York Tribute, yaitu sebuah mesin yang bisa mengecor barisan-barisan huruf dengan urut sebagai unit-unit terpisah. Dengan memakai keyboard, seperti yang dimiliki mesin tik, dengan mengagumkan seorang operator bisa menghasilkan lima barisan huruf per menit, atau sekitar 6.000 huruf setiap jam.
Periode dari 1890 sampai 1920 sering disebut sebagai zaman emas media cetak. Perusahaan-perusahaan besar penerbitan berkembang dengan subur, dan banyak penerbit koran, misalnya William Randolf Hearst, Joseph Pulitizer, dan Lord Northcliffe, menjadi sama terkenalnya bagi pembaca mereka dengan para selebritis dan para pemimpin dunia yang diliput oleh koran-koran mereka. Kekuasaan dan pengaruh para penerbit waktu itu besar sekali sehingga mereka bisa mengangkat atau menjatuhkan tokoh-tokoh polotis dan mengerahkan dukungan rakyat untuk peperangan di luar negeri, serta dukungan untuk kepentingan pribadi mereka sendiri.

B. Zaman Tulisan
Setelah berlangsung ribuan tahun lamanya, sampailah manusia ke zaman tulisan (era ini muncul sekitar 5000 tahun SM). Artinya, komunikasi yang dilakukan tidak lagi mengandalkan lisan, tetapi tertulis. Meskipun ini bukan berarti mereka tidak menggunakan komunikasi lisan. Mereka tetap menggunakan bahasa lisan tetapi didukung pula dengan bahasa tulis. Era ini berlangsung lebih pendek dari era sebelumnya. Sejarah tulisan itu sendiri adalah salah satu proses dari pergantian dari gambaran piktigrafi ke sistem fonetis, dari penggunaan gambar ke penggunaan surat sederhana untuk menyatakan maksud yang lebih spesifik. Era ini juga bisa disebut proses awal usaha manusia dalam usahanya merekam informasi dengan melukiskan atau menggambarkan gagasannya. Manusia Cro Magnon menjadi titik awal usaha manusia merekam informasi dengan menggambarkan kembali kehidupan binatang dan adegan dalam memburu binatang pada batu. Itulah media pertama kali yang dikenal manusia (terutama sekali yang tertulis). Kita juga telah mengetahui bahwa orang-orang Cro Magnon memproduksi lukisan-lukisan bagus pada dinding gua. Jadi sejarah tulisan itu sendiri sejalan dengan usaha manusia untuk merekam informasi yang diperolehnya.
Standarisasi makna sebuah gambar menjadi tahap penting awal perkembangan tulisan. Di awal perkembangannya, dorongan penting bagi pengembangan munculnya sistem tulisan itu adalah bahwa orang-orang tersebut perlu untuk menyimpan informasi, terutama yang berhubungan dengan batas tanah dan kepemilikan yang lain. proses merekam dilakukan agar terjadi persamaan pemahaman antara satu orang dengan orang lain. tak terkecuali bagi mereka yang terlibat dalam proses perdagangan. Para pedagang ini sangat membutuhkan bagaimana caranya merekam pembelian dan penjualan. Disamping itu, ada banyak kebutuhan lain yang harus dipenuhi di lapangan pertanian dengan proses merekam informasi ini. Sekedar contoh adalah bagaimana mengetahui pasang surut sungai (sebagaimana kasus di sungai Nil) yang sangat berguna bagi perencanaan proses mencocok tanam di masa yang akan dating. Dengan kata lain, akan ditanami apa jika sungai dalam keadaan surut. Jangan heran mengapa era tulisan kemunculannya dimulai di wilayah Mesir dan Sumeria kuno. Salah satu alasannya, di tempat inilah praktek pertanian dengan berbagai perhitungan yang memanfaatkan tulisan dimulai.
Sebuah prasasti yang ditemukan menginformasikan bahwa sekitar tahun 4000 SM ditemukan kota kuno di Mesopotamia dan Mesir. Sebagian besar prasasti ini menggambarkan lukisan dengan kasar atau goresan pada dinding bangunan. Dari penemuan prasasti ini bisa dikemukakan bahwa sudah ada standarisasi makna pesan. Misalnya secara sederhana gambaran matahari bisa berarti siang hari, membungkuk dengan tanda panah berarti berburu, garis yang berombak berarti danau atau sungai. Semua ini menjadi symbol awal dari sejarah kemunculan era tulisan. Standarisasi yang terjadi diuda kota kuno tersebut menjadi salah satu solusi manusia dalam menyampaikan pesan. Pesan-pesan itu jelas bisa mengatasi jarak dan waktu. Dengan standarisasi seperti itu sangat mungkin untuk menyampaikan pesan-pesan dari orang yang berjauhan letaknya atau bahkan pesan dari orang yang sudah meninggal dunia.
Bangsa Mesir menjadi penemu pertama pengembangan sistem glyps atau karakter simbolis. Pada tahap pertama kali mereka mengukir di atas batu, tetapi di waktu yang lain mereka menggambar dan melukis. Glyps milik orang mesar ini bisa dijadikan alasan awal munculnya standarisasi makna. Sitem ini hampir sama seperti yang dipunyai bangsa China dewasa ini.
Pada komunitas yang lain, seperti orang Sumeria yang tinggal di sebelah utara teluk Persia, juga melakukan hal yang sam. Orang Sumeria telah mampu mrngembangkan bentuk tulisan lain. mereka mulai menuangkan gagasannya dengan menggambar pada seonggok tanah lunak. Kemudian, karena sulit menggambar secara detail dalam tanah tersebut, mereka mulai memikirkan bentuk lain yang bisa mewakili ide-ide mereka. Tidak lama setelah itu, mereka menggunakan pucuk tongkat yang diruncungkan ke dalam sebuah bentuk yang dipecah-pecah (tidak utuh), untuk membuat tanda di dalam tanah itu. Hasil dari bentuk yang terpecah-pecah itu sering disebut sebagai tulisan cuneiform (tulisan kuno berbentuk baji) saat ini.
Penggunaan karakter untuk mempresentasikan suku kata adalah tahap pertama di dalam pembangunan tulisan phonetic (sistem bunyi ujaran) dan sebuah pemecahan yang cukup besar di dalam komunikasi manusia. Secara khusus, itu jelas akan membuat tingkat melek huruf semakin menjadi kenyataan.
Tulisan alpabet muncul kurang dari seratus tahun kemudian dan berkembang secara cepat. Tulisan tersebut kemudian menyebar ke seluruh dunia kuno, dan baru beberapa abad kemudian sampai ke negeri Yunani. Lambat laun gagasan penggunaan symbol huruf konsonan dan vocal muncul, lalu kemudian suku kata. Waktu itu karakter yang dibutuhkan kurang lebih seratus. Suatu jumlah yang sangat besar tentunya. Padahal saat sekarang kita hanya mengenal duapuluh enam karakter huruf saja.
Orang-orang Mesir awal mulanya sangat menyukai karakter simbolis tertentu. Tetapi lambat-lun mereka menggunakan konsonan saja. Meskipun sulit dimengerti, tetapi menjadi perkembangan tersendiri dan berarti bagi proses pengenalan huruf-huruf. Misalnya, kita menulis “bldg” dan mengatakan “building”. Jika kita tidak melengkapinya dengan vocal jelas akan sulit bukan?. Bisa jadi “bldg” diartikan dengan “buldog” atau “bledeg”. Ini salah satu alas an bahwa bangsa Mesir membangun tulisan phonetic, tetapi itu bisa dikatakan sudah terlambat jika dibandingkan dengan perkembangan di negara lain.
Sesudah banyak variasi pembahasan sejarah perkembangan tulisan, satu kejadian yang tidak boleh kita tinggalkan adalah yang terjadi di Yunani. Bangsa ini telah secara efektif dan sederhana mempunyai sistem standarisasi huruf. Sekitar 500 SM mereka telah secara luas menggunakan alpabet. Akhirnya, alpabet orang-orang Yunani masuk ke Roma yang kemudian dibangun serta dimodifikasi. Dewasa ini, kita menggunakan huruf-huruf capital (majuscule) dan huruf kecil (minuscule) yang berasal dari Roma itu.
Lambat laun sistem tulisan alpabetis ini berkembang secara cepat dan lengkap. Tanpa bantuan sistem tulisan ini bisa jadi populasi penduduk yang buta huruf akan menjadi lebih besar. Perkembangan yang pentingpun terjadi pula dalam ilmu pengetahuan, lukisan, pemerintahan dan keagamaan. Tingkat melek huruf yang kian meningkat mau tidak mau menjadi salah satu faktor perkembangan ini.
Sekitar 2500 tahun (sebelum munculnya ajaran Kristen), orang Mesir menemukan metode pembuatan jenis kertas yang dapat tahan lama dari papyrus. Dibandingkan dengan batu, papyrus jelas lebih baik. Alasannya, lebih mudah menulis di papyirus dengan kuas dan tinta dari pada memahat di atas batu. Papyrus itu sendiri asal usulnya ditemukan di muara sungai Nil.
Hal yang paling penting dalam era ini adalah perubahan dari menulis di batu ke media portable dan industri ringan. Perkembangan ini akan membuka kemungkinan perubahan penting pula di dalam organisasi sosial dan budaya masyarakat. Pertumbuhan teknologi komunikasi didasarkan pada media industri ringan dan portable ini, ditambah lagi symbol sistem tulisan yang dapat diproduksi secara cepat.
Perkembangan ini memberikan pengaruh pada perubahan kelembagaan. Sekedar contoh, orang-orang Mesir di sekitar tahun 2000 SM menggunakan papyrus untuk mengirimkan pesan tertulis dan merekam berbagai macam informasi. Tingkat melek huruf yang baik menjadi keahlian yang sangat berharga. Bahkan menjadi pembuka jalan bagi kemakmuran masyarakatnya. Para ahli (yang bisa membaca dan memahami tulisan) menjadi kelas istimewa dan mempunyai hak khusus dibawah kontrol elit. Ini tak lain karena adanya perubahan besar dibidang politik dan institusi keagamaan yang terus berlangsung. Perpustakaanpun dibuka. Dokrin agama dan kitab injil ditulis. Sekolah-sekolah bermunculan untuk mencetak para ahli. Bahkan seni dan ilmu pengetahuan mulai berkembang pula. Kesuksesan ini membawa berkah pada perkembangan tulisan. Semua hal bisa ditulis. Observasi dalam ilmu pengetahuan bisa direkam. Gagasan yang dibuat direkam, dilipatgandakan dan digambar serta diwariskan pada generasi selanjutnya. Fenomena ini menjadi tahapan yang penting dalam proses menuju zaman digunakannya mesin cetak sebagai alat komunikasi.
Hubungan antara tulisan dan bahasa (lisan) dapat dilihat secara histories maupun dari sudut pertumbuhan bahasa perorangan. Jauh sebelum masa histori, yaitu sebelum adanya tulisan-tulisan yang dipakai untuk mencatat kejadian-kejadian, manusia telah lama berbahasa, dan bahasanya tentulah bahasa lisan. Segala peraturan di dalam masyarakat pada waktu itu hanyalah dicatat di dalam ingatan anggota-anggotanya, dan anggota yang tertua biasanya merupakan anggota terhormat, karena menjadi “penyimpanan“ aturan-aturan dan catatan-catatan yang penting, atau dengan kata lain merupakan arsip hidup daripada masyarakat itu. Kejadian-kejadian yang penting diteruskan secara lisan dari orangtua kepada anak dan dari anak kepada cucu, turun temurun. Demikian pula cerita-cerita anggitan (fiction) di dongengkan kepada anak cucu. Hal-hal semacam itu masih jelas dapat dilihati di dalalm kehidupan masyarakat kita di desa-desa, di mana hukum-hukum tak tertulis, adaptasi, dan kebiasaan merupakan ugeran-ugeran atau norma-norma kehidupan. Kalau kita hitung, orang-orang yang tidak mempergunakan tulisan jauh lebih banyak daripada yang mempergunakan di dunia ini.
Ditinjau dari pertumbahan bahasa perorangan, anak-anak memperlajari dan menguasai bahasa lisan terlebih dahulu, sebelum mereka dapat menuliskan bahasanya. Kepandaian menulis ini biasanya didahului oleh kecakapan membaca. Sekolah dan alat massa, yaitu Koran, mendesakkan pengaruh tulisan kepada kehidupan manusia ini. Biarpun yang kedua itu dikurangi oleh alat massa yang lain, yaitu radio dan televise, sekolah-dalam arti penambahan ilmu pengetahuan-bertambah banyak dan meninggikan pengaruh tulisan itu.
Betapa pun besarnya peranan tulisan itu di dalam kehidupan masyarakat modern ini, bahasa pertama-tama ialah lisan, sedangkan tulisan itu hanyalah alat pencatat yang tidak sempurna belaka. Ketidaksempurnaan tulisan itu ialah karena tidak semua aspek bahasa dapat dinyatakan dengan tulisan, biarpun ada tanda-tanda bacaan, yang bisa menggantikan beberapa dari aspek-aspek itu. Tekanan, nada dan lagu kalimat seringa tidak dinyatakan di dalam tulisan.
Kekutangn tulisan itu dapat pula dilihat pada tidak tetapnya tanda-tanda tulissan itu dipakai untuk menyatakan bunyi-bunyi atau urutan-urutan bunyi bahasa. Dalam hal ini bahasa Indonesia mempunyai system tulisan yang baik, artinya sedikit sekali ketidak tetapan tanda-tanda tulisan kita yang terdapat. Hal ini umpamanya pemakaian tanda (e), yang dipakai untuk menyatakan bunyi-bunyi seperti yang terdapat di dalam suku pertama kata-kata tempe, kesan, dan nenek. Karena hal ini, orang yang yang tidak tahu sebuah kata yang di tulis dengan tanda itu akan bingung menafsirkan nilai tanda (e) itu, umpamanya pada tulisan kata (esa).
System tulisan yang sangat buruk ialah system tulisan bahasa inggris. Tanda yang sama dipakai untuk menyatakan bermacam-macam bunyi, seperti (ough), masing-masing di dalam kata-kata tough, though , dan hiccough. Sebaliknya tanda yang berbeda-beda dipakai untuk menyatakan bunyi atau urutan bunyi yang sama, seperti [e], [ee], [ea], [ei], dan [eo] yang dipakai untuk mewkili bunyi [i;], yang terdapat masing – masing di dalam kata-kata regent, flee, flea, receove, people dan receipt. Karena lah ini, dikabarkan bahwa George Bernard Shaw, penulis terkenal, menuliskan di dalam surat wasiatnyq untuk memberikan hadiah kepada siapa saja yang menciptakan ejaan yang sangat mudah bagi bahasa inggris. Rupa-rupanya, waktu masih hidupnya penulis itu banyak mendapat kesukarn dari ejaan bahasa inggris yang sangat buruk itu.
Bahasa dan tulisan adalah dua macam sistem tanda yang jelas berbeda; yang kedua hanya ada melulu untuk keperluan pencatatan yang pertama. Obyek ilmu bahasa bukanlah tulisan dan bahasa, melainkan hanyalah bahasa, sedangkan tulisan bisa dipakai untuk membantunya. Tetapi bahasa lisan yang mempunyai sistem tulisan demikian erat hubungannya dengan tulisannya, sehingga yang kedua ini bserhasil mengaburkann peranannya yang pokok. Orang lebih memperhatikan tanda tulisan daripada bunyi itu sendiri. Kesalahan yang sama ialah, apabila seorang menyangka akan lebih banyak dapat mempelajari gambar seseorang daripada orangnya sendiri.
Tetapi bagaimana menerangkan pengaruh tulisan itu ?
1) bentuk grafis daripada kata-kata kelihatannya seperti sesuatu yang tetap stabil, lebih sesuai untuk memperhitungkan kesatuan bahasa sepanjang masa daripada bunyi. Biarpun tulisan itu menciptakan kesatuan yang fictive, jaminan yang dangkal dripada tulisan lebih mudah ditangkap daripada jaminan satu-satunya yaitu jaminan daripada bunyi.
2) kebanyakan orang lebih tertarik kepada kesan visual hanya karena kesan-kesan ini lebih tegas dan lebih lama daripada kesan-kesan pendengaran; itulah sebabnya mereka lebih suka kepada tulisan. Bentuk grafis berhasil mendesak diri kepada orang banyak dengan kerugian di pihak bunyi.
3) bahasa sastra (tulisan) menambah pentingnya tulisan. Bahasa sastra mempunyai kamusnya dan tatabahasanya; di sekolah anak-anak di ajarkan dari dan dengan memakai buku; bahasa rupanya dikuasai oleh system tanda; system tanda itu sendiri atas seperangkat kaidah-kaidah pemakaian yang tertulis, yaitu ejaan; dan karena inilah maka tulisan memperoleh kepentingan yang pertama. Hasilnya ialah bahwa orang-orang lupa bahwa mereka itu belajar berbicara terlebih dahulu sebelum menulis, dan urutan yang sebenarnya ini dibaliknya.
4) apabila terdapat ketidak-cocokan antara ujar dan tulisan, penyelesaiannya sukar bagi tiap orang, kecuali bagi ahli bahasa (linguist); dan karena ahlibahasa tidak diberikan suara untuk penyelesaian itu, bentuk tulisan itu hamper selalu akan dimenangkan, sebab tiap penyelesaian yang didukung oleh tulisan itu telah gampang; demikian tulisan memperoleh kepentingan yang tidak selayaknya
Ada empat macam sistem tulisan, yaitu:
1) di dalam sistem ideografi tiap ide dinyatakan oleh sebuah tanda yang tidak dihubungkan dengan bunyi atau urutan bunyi tanda ide itu. Tiap tanda mewakili seluruh kata dan karena itu mewakili ide yang dinyatakan oleh kata itu. Contoh ideografi ialah “ tulisan “ di Mesir Kuno, di Babilonia dan di Cina
2) ada persangkaan bahwa evolusi tulisan itu terjadi dari ideografi kepada piktografi. Hal ini dapat dibayangkan, karena “ tulisan “ ideografi itu kurang berkecil-kecil menunjukkan edenya atau konsepnya. Umpamanya saja ideografi “ gedung “ dapat pula ditafsirkan sebagi rumah , pondok , gubug , dan juga gedung yang besar, sehingga mungkin kurang tepatnya. Itulah sebabnya timbul pengkhususan, dan lahirlah “ tulisan “ piktograf. Sistem ini memberikan gambar-gambar yang konvensional sebagai tanda-tanda konsep, seperti gambar rumah, pondok , pohon cemara , pohon nyiur, dan lain sebagainya. Tulisan kebanyakan bangsa Indian(Amerika) adalah system piktograf seperti ini.
3) system suku kemudian lahir, yang kira-kira sebagai tingkatan berikut sistem piktografi. Sistsem suku ini tentulah baik bagi bahasa-bahasa yang suku-suku kata-katanya sederhana, seperti bahasa Jepang, umpamanya. Oleh sebab itu, bahasa jepang mempunyai sistem suku ini di samping masih juga mempergunakan system ideografi, yang dinamakan Kanji. Menurut keterangan, penulisan bahasa dengan “huruf” Kanji belum dapat lengkap, lebih-lebih untuk “menyatakan” akhiran-akhiran, kata-kata baru atau kata-kata pungutan, sedankan arena itu diperlukan tambahan. System suku yang dipakai bangsa Jepang ada dua macam, yaitu Hiragana dan Katakana. Mula-mula bangsa Tamil, Arab, dan Hebreu juga mempergunakan sistem suku. Hal ini memang masih tampak pada tulisan arab, umpamanya yang lebih mementingkan konsonan-konsonannya. Bahasa-bahasa Semit memang baik sekali mempunyai tulisan semacam itu, karena pada dasarnya akar-akar kata yang terdapat merupakan jajaran konsonan-konsonan belaka, sedangkan sonan-sonan itu dipakai untuk “ memberikan variasi “, artinya untuk mengadakan derivasi dan konjugasi.
4) system yang sangat praktis ialah system fonetik. Sistem ini mencoba menghasilkan ututan bunyai-bunyi yang merupakan kata. Sistem fonetik ini kadang-kadang bersifat suku, kadang-kadang bersifat abjad, yaitu didasarkan kepada unsur-unsur yang tak terbagikan di dalam ujar. Dikabarkan bahwa abjad fonetis yang mula-mula terdapat di Fonesia (Lebanon yang sekarang) kira-kira 1725 tahun SM. Abjad itu rupa-rupanya hanya sekali itu diciptakan, yang pokok-pokok pikirannya kemudian dibawa orang ke India dan ke Yunani. Yang pertama itu, setelah mengalami perubahan-perubahan menjadi abjad Devanagari itu. Di Yunani abjad itu mendapat tambahan tanda-tanda vocal, smuanya disesuaikan dengan keperluan penulisan bahasa Yunani Kuno. Dengan tersebarnya agama Kristen, tulisan itupun tersebar pula, mula-mula ke Romawi, dan kemudian ke Eropa sebelah utara-tengah, yang kemudian melahirkan abjad-abjad Armenia, Georgia dan Gotia. Di Romawi, abjad Latin menjadi terkenal dan kemudian tersebar bersama bahasa Latin sebagai bahasa ilmu pengetahuan di sebagian besar Eropa yang lain. Demikianlah sejarah “perantauan“ abjad fonetis dengan singkatnya. Sudah barang tentu tiap pengambilan oleh bangsa lain, abjad itu mengalami perubahan-perubahan, yang di sesuaikan dengan keperluan bangsa itu, sehingga sekarang ini terdapatlah bermacam-macam abjad.
Ejaan suatu bahasa yang sempurna ialah apabila tiap bunyi bahasa itu dinyatakan oleh sebuah tanda atau huruf. Ejaan semacam ini biasanya disesuaikan dengan bunyi – bunyi yang membedakan, yang disebut fonem, di dalam bahasa itu, sehingga ejaan yang sempurana itu bisa kita sebut ejaan fonemis. Seperti kami terangkan di atas, ejaan bahasa Indonesia belum fonemis, karena masih terdapat penandaan yang tidak mengikuti dasar yaitu satu tanda untuk satu fonem.
Penulisan huruf (u) dengan diagraf (oe) pada sementara nama orang sebenarnya menyalahi ejaan bahasa Belanda. Sudah banrang tentu tiap orang Indonesia mempunyai hak untuk menuliskan namanya semau hatinya, tetapi orang – orang yang menuliskan namanya dengan ejaan Belanda itu tidak luput dari purbasangka kebelanda-belandaan. Ada yang menerangkan, bahwa mereka itu dilahirkan sebelum kemerdekaan, artinya pada waktu penjajahan Belanda, jadi tidak mungkin namanya dituliskan dengan ejaan kita yang sekarang. Orang tentulah heran akan keterangan itu, karena jangankann ejaan nama tidak dapat diubah, sedangkan pemerintah colonial yang beratus tahun itu bisa diubah dalam beberapa waktu saja. Lepas dari soal-soal itu, jika penulisan tidak sesuai dengan ejaan kita sendiri, tidak dapat dielakkan orang atau lebih-lebih anak-anak kita membaca nama-nama yang ditulis seperti: Doel, Kaboel, Koeloer, dan sebagainya, sebagai dowel, kabowel, dan kowelower.
1. Sejarah Huruf
Sejarah huruf bermula di Mesir purba. Pada 2700 SM orang Mesir telah membangunkan set dari sesetengah 22 hieroglyph untuk mempersembahkan konsonan individu dari bahasa mereka, tambahan ke-23 yang seolah-olah telah dipersembahkan kata-initial atau vokal kata-akhir. Glyph ini telah digunakan sebagai panduan sebutan untuk lologram, untuk menulis infleksi tatabahasa, dan, kemudian, untuk transkripkan kata pinjaman dan nama asing. Walaupun huruf dibuat secara semulajadi, sistem ini tidak digunakan secara tulen untuk menulis huruf. Huruf skrip tulen pertama adalah dipikirkan telah dibangunkan sekitar 2000 SM untuk pekerja Semitik di Mesir tengah. Lebih lima abad kemudiannya ia sebar ke utara, dan semua huruf berikutnya sekeliling dunia telah samada berasal-usul darinya, atau telah diinspirasikan oleh salah satu dari keturunannya, dengan kemungkinan berkecuali dari huruf Meroitik, sebuah hieroglyph adaptasi abad ke-3 SM di Nubia ke selatan Mesir.

a. Huruf Semitik
Skrip Zaman Gangsa Pertengahan dari Mesir telah kelak untuk ditafsirkan. Bagaimanapun, mereka muncul untuk menjadi kurang sebahagian, dan mungkin dengan lengkap, berhuruf. Contoh tertua dijumpai sebagai graffiti dari Mesir tengah dan bertarikh sekitar 1800 SM. Skrip Semitik ini tidak membatasi sendiri kepada tanda konsonantal Mesir yang wujud, tetapi menggabungkan sebilangan dari hieroglyph Mesir yang lain, untuk sejumlah yang mungkin tiga-puluh, dan menggunakan nama Semitik untuk mereka. Jadi, sebagai contoh, hieroglyph per (”rumah” dalam Mesir) menjadi bayt (”rumah” dalam Semitik). Ia tidak jelas pada masa ini samada glyph ini, apabila digunakan untuk menulis bahasa Semitik, telah tulennya berhuruf secara semulajadi, mempersembahkan hanya konsonan pertama dari nama mereka menurut dasar akrofonik, atau samada mereka boleh juga persembahkan babak konsonan atau malahan juga perkataan seperti mana moyang mereka ada. Sebagai contoh, “rumah” glyph mungkin bangkit hanya untuk b (b sepertimana beyt “rumah”), atau mungkin ia bangkit untuk kedua-dua p dan babak pr dalam Mesir. Bagaimanapun, apabila suatu masa skrip telah diwarisi oleh orang Canaan, ia telah tulennya berhuruf, dan hieroglyph asalnya mempersembahkan “rumah” bangkit hanya untuk b.
b. Keturunan abjad Semitik
Huruf Proto-Canaan ini, seperti prototaip Mesirnya, hanya mempersembahkan konsonan, sebuah sistem dipanggil abjad. Darinya dapat dikesan hampir kesemua huruf yang pernah digunakan, kebanyakan dimana turunnya dari yang lebih muda versi skrip Phoenicia.
Abjad Aramia, dimana berkembang dari Phoenicia pada abad ke-7 SM sebagai skrip rasmi Empayar Parsi, muncul menjadi keturunan dari hampir kesemua huruf moden Asia:
1. Abjad Ibrani moden dimulakan sebagai Aramia pelbagaian. (Abjad Ibrani asal telah dikekalkan oleh Samaritan).
2. Abjad Arab diturunkan dari Aramia via huruf Nabatean dari apa yang dipanggil sekarang selatan Jordan.
3. Abjad Syriak digunakan selepas abad ke-3 CE dikembangkan, melalui Pahlavi dan Sogdian, kedalam huruf dari utara Asia, seperti Orkhon (kemungkinan), Uyghur, Mongolia, dan Manchu.
4. Huruf Georgia adalah dari tempat asal yang tidak pasti, tetapi muncul menjadi sebahagian keluarga Parsi-Aramia (atau mungkin jadi Greek).
5. Abjad Aramia juga sudah pastinya keturunan dari Huruf Brahmic dari India, dimana disebarkan ke Tibet, Asia Tenggara, dan Indonesia bersama agama Hindu dan Buddha. (China dan Jepun, semasa menyerap Buddhisme, telahpun literat dan mengekalkan skrip logographik dan ejaan sukuan.)
Huruf Hangul alphabet telah diciptakan di Korea dalam abad ke-15. Tradisi mengatakan bahawa ia merupakan ciptaan autonomi; bagaimanapun, penyelidikan terkini mencdangkan bahawa ia mungkin berdasarkan kepada separuh sedozen huruf yang diambil daripada skrip Tibet melalui imperial huruf Phagspa dari dinasti Yuan dari China. Memang unik di kalangan huruf-huruf dunia, lebihan daripada huruf-hurufnya adalah diambil daripada teras ini sebagai satu sistem featural .
Selain Aramia, huruf Phoenicia memberi kebangkitan kepada huruf Greek dan Berber. Dimana huruf untuk vokal boleh sebenarnya menghindarkan legilibiliti Mesir, Berber, atau Semitik, ketidakhadiran mereka adalah bermasalah untuk Greek, dimana mempunyai struktur morfologikal yang amat berlainan. Bagaimanapun, terdapat penyelesaian mudah. Kesemua nama huruf dari huruf Phoenicia bermula dengan konsonan, dan konsonan ini adalah apa yang mempersembahkan huruf. Bagaimanapun, beberapa dari mereka adalah agak lembut dan tidak dapat disebutkan oleh Greeks, dan demikian beberapa nama huruf datang menjadi disebut dengan vokal initial. Mengikut dasar akrofonik yakni adalah sistem basis, huruf ini sekarang berdiri ubtuk vokal itu. Contohnya, Greeks tidak mempunyai hential glotal atau h, jadi huruf Phoenicia ’alep dan he menjadi Greek alpha dan e (kemudian dinama semula epsilon), dan berdiri untuk vokal a dan e berbanding dari konsonan ʔ dan h. Laksana perkembangan bertuah ini hanya dibekalkan untuk enam dari dua-belas vokal Greek, Greeks akhirnya mencipta diagraf dan lain-lain pengubahsuaian, seperti ei, ou, dan (dimana menjadi omega), atau dalam sesetengah kes dengan mudah abaikan kekurangan, seperti dalam panjang a, i, u.
Greek dalam giliran adalah sumber untuk semua skrip moden Eropah. Huruf dialek Greek barat awal, dimana huruf eta ditinggalkan h, memberi kebangkitan kepada Italik Kuno dan huruf Roman. Dalam dialek Greek timur, dimana tidak mempunyai /h/, eta berdiri untuk vokal, dan ditinggalkan vokal dalam Greek moden dan semua lain-lain huruf dipemerolehan dari pelbagaian timur: Glagolitik, Cyrillic, Armenia, Gothik (dimana menggunakan kedua-dua huruf Greek dan Roman), dan mungkin jadi Georgia.
Walaupun deskripsi ini persembahkan evolusi skrip dalam fesyen linear, ini adalah diperkemudahkan. Sebagai contoh, huruf Manchu, diturunkan dari abjad Asia Barat, adalah juga dipengaruhi oleh hangul Korea, dimana samada bebas (pandangan tradisional) atau dipemerolehan dari abugida Asia Selatan. Georgia nyata dipemerolehan dari keluarga Aramia, tetapi kuat dipengaruhi dalam konsepsyennya oleh Greek. Huruf Greek, sendiri akhirnya adalah pemerolehan dari hieroglyph melalui yakni huruf Semitik pertama, kemudian mengambilguna tambahan separuh dozen hieroglyph demotik apabila ia digunakan untuk menulis Coptik Mesir. Kemudian terdapat Suku Kata Cree (sebuah abugida), dimana muncul menjadi fusyen dari Devanagari dan tangan pendek Pitman; terkemudiannya mungkin adalah ciptaan bebas, tetapi berkemungkinan mempunyai asalan akhir dalam skrip Latin kursif.
c. Nama Huruf dan Siri
Tidak diketahui berapa banyak huruf-huruf dalam huruf Proto-Sinaitik, atau apa susunan huruf mereka. Di kalangan warisnya, huruf Ugaritik mempunyai 27 konsonan, huruf Arab Selatan mempunyai 29, dan abjad Phoenicia telah dikurangkan kepada 22. Skrip-skrip ini disunsunan dalam dua susunan, satu arahan ABGDE dalam bahasa Phoenicia, dan satu arahan HMHLQ di selatan; Ugaritic menyimpan arahan-arahan tersebut. Kedua-dua jujukan telah dibuktikan secara tak disangka-sangka ia telah dibuktikan stabil di kalangan waris-waris skrip ini.
Nama huruf ini dibuktikan stabil dikalangan waris Phoenicia, termasuk Samaritan, Aramia, Syriak, Ibrani dan huruf Greek. Bagaimanapun, mereka telah terbiar dalam Arab dan Latin. Huruf siri terus lagi ayau kurang sempurna kedalam Latin, Armenia, Gothik, dan Cyrillic, tetapi telah terbiar dalam Brahmi, Runik, dan Arab, walaupun susunan abjad tradisional ditinggalkan atau telah diperkenalkan semula sebagai altenatif dalam terkemudiannya
22 konsonan akaun ini untuk fonologi Semitik Barat Laut. Dari pembinaan semula konsonan Proto-Semitik, tujuh yang hilang: iaitu frikatif interdental ḏ, ṯ, ṱ, lateral frikatif tanpa suara ś, ṣ́, frikatif uvular disuara g, dan perbezaan antara uvular dan frikatif tanpa suara farigil ḫ, ḥ, dalam Canaan bercantum dalam ḥet. Enam pelbagaian huruf ditambah dalam akaun huruf Arab untuk ini (kecuali untuk ś, dimana terus hidup sebagai fonim terpisah dalam Ge’ez ሰ): ḏ > ḏāl; ṯ > ṯā‘; ṱ > ḍād; g > gayn; ṣ́ > ẓā‘; ḫ > ḫā‘ (tetapi nota yakni pembinaan semula ini adalah dengan berat dimaklumkan oleh Arab; lihat Proto-Semitik dengan lebih terperinci).
d. Huruf Bebas Bergrafik
Huruf moden kebangsaan yang hanya yakni telah tidak secara grafiknya dijejak balik kepada huruf Canaaan adalah skrip Maldivia, dimana yang uniknya adalah, walaupun a jelasnya dimodelkan selepas Arab dan mungkin jadi lain-lain huruf yang wujud, ia dipemerolehan dari bentuk hurufnya dari angka. Huruf Osmanya difikirkan untuk Somali pada 1920an telah ko-rasmi di Somalia dengan huruf Latin hingga 1972, dan bentuk konsonannya kelihatan menjadi inovasi lengkap.
Dikalangan huruf yang tidak digunakan sebagai skrip kebangsaan kini, beberapa yang jelas bebas dalam bentuk huruf mereka. Huruf fonetik Zhuyin dipemerolehan dari watak Cina. Huruf Santali dari India timur kelihatan menjadi berdasarkan pada simbol tradisional seperti “bahaya” dan “tempat mesyuarat”, baik juga seperti piktograf yang dicipta oleh penciptanya. (Nama huruf Santali adalah yang berhubung kepada bunyi mereka persembahkan melalui dasar akrofonik, seperti dalam huruf asli, tetapi ia adalah konsonan akhir atau vikal dari nama yakni huruf ini mempersembahkan: le “pembengkakan” mempersembahkan e, manakala en “membanting bijirin” mempersembahkan n.)
Dalam dunia purba, Ogham terdiri dari tanda bersamaan, dan inskripsi monumental dari Empayar Parsi Kuno telah ditulis dalam skrip cuneiform berhuruf berkeperluan yang empunya bentuk huruf kelihatan telah dicipta untuk kadang-kadang. Bagaimanapun, manakala semua huruf dari sistem ini mungkin telah grafikalnya bebas dari lain-lain huruf di dunia, mereka telah difikirkan dari contoh mereka.
e. Huruf dalam Media Lain
Perubahan kepada medium penulisan baru kadangkala menyebabkan pemecahan dalam bentuk geografi, atau membuat perhubungan sukar untuk dijejak. Ia tidak segera ketara yakni cuneiform huruf Ugaritik dipemerolehan dari abjad Semitik prototipikal, sebagai contoh, walaupun ia kelihatan menjadi kes. Dan manakala huruf manual adalah penerusan terus dari huruf tempatan bertulis (kedua-dua dua-tangan British dan huruf Perancis/satu-tangan Amerika mengekalkan bentuk huruf Latin. seperti huruf manual India buat Devanagari, dan Korea buat Hangul), Braille, semafor, bendera isyarat maritim, dan kod Morse adalah perlunya bentuk geografi rambang. Bentuk Braille Inggeris dan huruf semafor, sebagai contoh, adalah dipemerolehan dari susunan berhuruf dari huruf Latin, tetapi bukan dari bentuk grafik huruf mereka sendiri. Tangan pendek moden juga kelihatan menjadi geografinya tidak berhubungkait. Jika ia dipemerolehan dari huruf Latin, perhubungan telah hilang dalam sejarah.

2. Sejarah Perkembangan Tulisan
Sistem tulisan yang dikenal paling dahulu, mula-mula bergambar, tampaknya adalah sistem tulisan bangsa Sumeria (sekitar 3000 SM, di Mesopotamia). Beberapa pakar menunjukkan sebuah hubungan derivasi antara sistem tulisan ini dengan sistem tulisan Mesir Kuno dan bahkan sistem tulisan Cina. Meskipun berhubungan dengan sistem tulisan Cina tampaknya tidak mungkin ada.Tulisan Sumeria mula-mula digunakan hanya dalam konteks terbatas untuk keperluan administratif, ketimbang untuk komunikasi umum dan sastra. Tulisan ini kemudian diperluas rentangan dan pemakaiannya.
Dalam makalah ini, kita mengawali sejarah kajian linguistik dengan hasil-hasil yang telah dicapai bangsa Yunani kuno. Hal ini dikarenakan alasan yang sederhana yaitu bahwa para pemikir Yunani tentang bahasa, dan tentang masalah-masalah yang ditimbulkan penelitian linguistik, mengawali di benua Eropa kaji-kajian yang dapat kita sebut ilmu linguistik dalam pengertian yang paling luas, dan bahwa ilmu ini merupakan suatu fokus minat yang berkelanjutan dari zaman Yunani kuno hingga ke zaman sekarang ini dalam suatu urutan kepakaran yang tidak ada putus-putusnya.
Tulisan yang semula dalam huruf bergambar atau tulisan yang diciptakan orang Mesir dan di tempat-tempat lainnya, secara terpisah, seperti di Cina dan Amerika Tengah. Tulisan silabik yang kemudian menjadi sumber abjad Yunani barangkali diciptakan dengan meniru tulisan Mesir, dan secara bertahap diubah.
Perkembangan apa pun dari suatu sistem tulisan yang memungkinkan pencatatan secara visual, suatu bahasa sebagaimana bahasa itu diucapkan dan dipahami merupakan suatu hasil karya besar. Biasanya selama beberapa generasi dalam analisis linguistik yang secara khusus diterapkan atau diarahkan kepada kebutuhan-kebutuhan praktis. Akan tetapi, terlepas dari penemuan tulisan sebelumnya dan berlanjut dari tulisan itu, kita mempunyai contoh-contoh naskah Gramatiks Kuno dari Babilonia, yang berasal dari kurang lebih 1600 SM dan sesudahnya yang ditulis pada tablet dengan tulisan kuno berbentuk baji (cuneiformscript) yang menuliskan dalam bentuk contoh tasrif infleksi-infleksi kata ganti, kata kerja dan jenis kata lain dari bahasa Sumeria dengan padanannya dalam bahasa Akkadi (bahasa Babilonia).Tujuan karya ini adalah untuk pelestarian pengetahuan tentang bahasa Sumeria suatu bahasa yang telah menjadi bahasa mati, namun banyak menuliskan kesusastraan Babilonia masa lalu.
Namun pada zaman Yunani kunolah linguistik teoritik memiliki asal Eropanya, sebagian karena persyaratan-persyaratan praktis. Namun dari zaman itu pulalah kita memiliki catatan-catatan pertama kita mengenal perkiraan-perkiraan linguistik, namun jauh melampaui perkiraan-perkiraan itu, kita memiliki linguistik rakyat dan penerapan-penerapan praktis.
Dalam perkembangan sejarahnya ia telah berhubungan dengan kontribusi-kontribusi utama kelompok pakar-pakar linguistik.Bangsa Yunani klasik telah sadar akan adanya bangsa-bangsa yang memakai bahasa lain, bukan bahasa Yunani dan pembagian dialek di antara penduduk yang berbahasa Yunani. Herodotus dan lain-lainnya mengutip dan membahas kata-kata asing. Plato mengakui dalam percakapan di Cratylus kemungkinan bahwa sebagian dari kosakata Yunani berasal dari bahasa asing dan kita mengetahui adanya penutur dwibahasa dan juru bahasa profesional.
Pada bagian awal tahun 1000 SM, sistem abjad untuk penulisan untuk penulisan bahasa Yunani diupayakan dan ini berfungsi sebagai dasar dari abjad Yunani Attic klasik (dari Atena) dan dialek-dialek sastra lainnya dan bersama-sama dengan abjad Romawi yang berasal dari abjad Yunani versi Yunani bagian barat, menjadi asal mula dari sistem tulisan yang tersebut ke seluruh dunia dewasa ini.Kini kita tahu bahwa tulisan dikembangkan di Yunani dalam dua periode yang terpisah. Selama milenium kedua bangsa Mycenea menggunakan sistem tulisan silabik yang mencakup beberapa logogram (lambang untuk tiap kata terpisah). Ini juga dikenal sebagai linear B, dan selama jangka waktu yang lama tetap tidak bisa dibaca. Seperti tulisan Sumeria awal, sistem ini tampaknya sebagian besar terbatas penggunaannya di dalam bidang administrasi dan akuntansi. Tafsiran dari tulisan ini dan penentuan yang hampir pasti dari bahasa yang direkamnya sebagai variasi permulaan bahasa Yunani merupakan salah satu peristiwa utama tentang pengetahuan klasik belakangan ini dengan pengaruh yang sangat dalam terhadap pengetahuan kata tentang kebahasaan dan kesejarahan Yunani kuno.
Namun, selama zaman gelap yang mengikuti invasi bangsa Dorian, pengetahuan tulis-menulis lenyap, dan abjad Yunani sebagai yang kita ketahui sekarang ini dikembangkan secara bebas dari suatu penyesuaian tulisan bangsa Phoenicia. Sistem Phoenicia sebagian besar berupa seperangkat tanda-tanda konsonan, sedangkan bunyi vokal pada umumnya diberikan oleh pembaca tulisan itu berdasarkan perasaannya tentang apa yang ditulis. Jadi (alif),yang melambangkan (a) dalam bahasa Phoenicia menjadi huruf A (alfa) Yunani yang melambangkan fonem vokal a. Peristiwa sejarah yang sangat berarti ini dicatat secara mistik. Cadmus dikatakan telah memperkenalkan tulisan dari luar Yunani, suatu pengakuan bahwa asal mula abjad Yunani secara historis adalah dari luar Yunani.
Perkembangan dan kegunaan tulisan adalah bentuk pertama dari pengetahuan tentang linguistik di Yunani dibuktikan oleh sejarah kata grammatikos sampai dan termasuk zaman Plato dan Aristoteles kata itu hanya berarti seseorang yang memahami pemakaian huruf, grammata dan dapat membaca dan menulis dan techne grammatike adalah keterampilan membaca dan menulis.
Pada zaman klasik kesusasteraan Yunani dan zaman setelah itu kita dapat mengikuti kemajuan spekulasi linguistik yang sadar, ketika manusia merenungkan tentang hakikat dan penggunan bahasa mereka.Istilah grammatike pada mulanya berarti tidak lebih daripada pemahaman huruf dan banyak dari apa yang dianggap orang sekarang ini sebagai pengkajian ilmu linguistik zaman dahulu yang bisa digolongkan di bawah judul philosophia.
Aristoteles (384-322 SM) kenal karya-karya Plato, dan menggunakan karya-karya tersebut sebagai dasar bagi pengembangan pemikirannya sendiri. Zaman Aristoteles menandai akhir dari suatu era dalam sejarah Yunani. Di antara aliran-aliran filsafat yang berkembang di Atena setelah Aristoteles yang paling penting di dalam sejarah linguistik adalah aliran Stoik.Aliran Stoik didirikan oleh zeno (kira-kira 300 SM), menggarap sejumlah bidang yang telah digarap Aristoteles, aakn tetapi dalam segi-segi tertentu dalam bidang filsafat dan retorika mereka mengembangkan metode dan ajaran mereka sendiri.
Aliran Stoik didirikan pada zaman Hellenistik. Di bawah pengaruh aliran Stoik,linguistik mencaapi suatu temapt dengan batasan yang jelas di dalam tautan filsafat secara keseluruhan dan masalah-masalah linguistik secara nyata dibahas dalam karya-karya terpisah yang diperuntukkan bagi segi-segi bahasa dan dibahas secaar bersistem. Pada zaman Hellenistik dihasilkan sejumlah takarir dari dialek-dialek non-Attik yang berbeda-beda. Suatu bukti dari kajian sistematis tentang perbedaan-perbedaan antara berbagai ragam bahasa Yunani yang telah memilikii sistem tulisan yang representatif.
Tanda-tanda aksen tulisan Yunani berasal dari zaman Hellenistik yang dipakai sebagai petunjuk bagi pengucapan kata-kata secara benar, dan deskripsi unsur-unsur aksen dan jeda yang dilambangkan secara grafis dengan batas kata dan tanda-tanda baca, di bawah judul umum prosodiai. Prosodiai merupakan bagian dari gerakan yang mendukung ketepatan, atau Hellenisme,atau Hellenismos.
Bangsa Romawi telah lama menikmati kontak dengan budaya material dan gagasan intelektual Yunani, melalui tempat-tempat bermukim bangsa Yunani di daerah Italia bagian selatan; dan mereka telah belajar menuls dari orang-orang Yunani barat. Dari segi linguistik hal ini tercermin dalam bahasa-bahasa yang dipakai secara umum di provinsi-provinsi Romawi bagian timur dan barat. Di belahan barat kerajaan ini tidak memiliki hubungan dengan suatu peradaban yang diakui. Bahasa Latin menjadi bahasa pemerintahan, perdagangan, hukum, pendidikan dan kemajuan sosial. Namun, di wilayah timur, yang sebagian besar telah berada di bawah pemerintahan Yunani sejak zaman Hellenistik, bahasa Yunani mempertahankan posisi yang telah dicapainya. Para pejabat Romai sering belajar dan menggunakan bahasa Yunani dalam melaksanakan tugas-tugas mereka, dan kesusasteraan serta filsafat Yunani sangat dihormati orang. Pada akhirnya pembagian bahasa ini diakui secara politis dalam pemisahan kekaisaran Romawi ke dalam kerajaan Barat dan kerajaan Timur dan Konstatinopel (Byzantiium) dijadikan ibukota Kerajaan Timur yang bertahan sebagai ibukota Domini Byzantiium meskipun wilayahnya menjadi kecil, sampai pada zaman Renaisans barat.
Begitu besar prestise tulisan Yunani, sehingga puisi bahasa Latin meninggalkan meter-meter aslinya dan diciptakan selama zaman klasik dan sesudahnya dalam meter-meter yang dipelajari dari pujangga-pujangga Yunani. Penyesuaian meter Yunani pada pada meter-meter Latin ini mencapai titik puncaknya dalam Hexameter Vergil yang hebat dan Elegiacs Ovid yang disempurnakan (elegiacs = puisi yang mengungkapkan kesedihan dan ratapan, catatan penerjemah).
Pemikir-pemikir Yunani dan cendekiawan Yunani pada umumnya memasuki dunia Romawi dalam jumlah yang semakin besar pada pada zaman Varro(116-27 SM), baik pendapat aliran Aleksandria dan Stoik tentang bahasa dikenal dan dibahas.Varro mengemukakan peandangannya tentang bahasa yang menurutnya berkembang dari seperangkat terbatas himpunan kata-kata asli, yang dikenakan pada benda-benda untuk mengacu pada benda tersebut dan menjadi sumber yang produktif dari sejumlah besar kata-kata lain melalui perubahan-perubahan pada huruf, atau pada bentuk fonetis (dua modus deskripsi ini mengacu pada hal yang sama baginya). Perubahan huruf ini terjadi dalam masa bertahun-tahun, dan bentuk yang lebih dahulu , seperti dullum untuk bellum yang klasik, yang bermakna ‘perang’ merupakan contoh dari perubahan-perubahan ini. Pada waktu yang sama, makna berubah seperti makna hostis yang dulu berarti ‘orang asing’, namun pada zaman Varro dan di dalam bahasa Latin klasik dan kemudian yang lebih mutakhir, maknanya adalah ‘musuh’.Pernyataan -pernyataan etimologis ini didukung oleh pakar-pakar modern, akan tetapi banyak di antara etimologi ini yang menempuh jalan yang saam dan berfungsi untuk mencapai tujuan-tujuan yang sama, seperti kata Yuanni dalam bidang ini.Anas,’itik,dari nare,’berenang ‘ vitis, ‘anggur’ dari vis, ‘kekuatan’, dan cura, perhatian dari cor urere, ‘membakar hati’, adalah khas baik dari karyanya maupun kaji-kajian etimologis Latin pada umumnya.
Ketidaktahuan mendasar tentang sejarah linguistik terlihat dalam-acuan-acuan Varro kepada bahasa Yunani.Kesamaan-kesamaan dalam bentuk kata yang memiliki arti yang sepadan dalam bahasa Latin dan Yunani telah jelasDua contoh kiranya menjadi iliustrasi yaitu,kata Yunani phero dan kata fero, Latin ‘saya membawa’ , keduanya merupakan refleksi dari kata kerja Indo-Eropa yang direkonstruksi bher-.Kata Latin feretrum, ‘bir’ adalah kaat serapan langsung kata Yunani pheretron.
Di dalam bahasa Latin, equitatus, ‘pasukan berkuda’, dan eques (kata dasar equit-) ‘ penunggang kuda’, dapat diasosiasikan dengan dan diacu kembali secara deskriptif kepada equus, ‘kuda’, akan tetapi tidak ada penjelasan lebih lanjut yang mungkin diberikan dengan cara yang sama terhadap kata equus. Di dalam bahasa Latin kata itu adalah kata asli dan penjelasan tentang bentuk dan maknanya melibatkan penelitian diakronik dalam tahap-tahap yang lebih awal dari keluarga bahasa Indo-Eropa dan bentuk-bentuk berkaitan dalam bahasa-bahasa Latin.
Dalam bidang keragaman bentuk kata dari akar tunggal, baik derivasional maupun infleksional, Varro mengemukakan argumen-argumen mendukung dan menolak analogi dan anomali, dengan memberikan contoh-contoh keteraturan dan ketidakteraturan dalam bahasa Latin.Dengan cukup logis dia menyimpulkan bahwa kedua asas itu harus diakui dan diterima dalam pembentukan kata suatu bahsa dan dalam makna-makna yang berhubungan dengannya.Jadi, equus, ‘kuda’ dan equa, ‘kuda betina’, memiliki bentuk yang berbeda untuk binatang jantan dan betina karena perbedaan kelamin penting bagi para penutur itu. Akan tetapi corvus, ‘nama sejenis burung’, tidak memiliki karena perbedaan antara jantan dan betina dalam hal ini tidak penting bagi manusia. Dulu juga berlaku bagi merpati, namun sejak burung dara dipelihara , bentuk analogik yang berbeda untuk jantan, yaitu Colombus diciptakan.
Secara kultural kita melihat, semenatra tahun-tahun berlalu dari Zaman Perak (akhir abad ke-1 Masehi), menurunnya nilai-nilai sastra , habisnya tema lama secara bertahap, dan hilangnya gairah dalam mengembangkan tema-tema baru.Kecuali dalam masyarakat Kristen yang sedang menanjak, ilmu pengetahuan mengalami kemunduran, dalam bentuk karya ilmiah yang semata-mata mengikuti standar yang telah diakui di masa lalu.Di Latin barat, seperti Yuanni timur, ini merupakan zaman komentar, ringkasan dan kamus.Tatabahasawan Latin yang mempunyai pandangan yang serupa dengan pandangan pakar-pakar Yunani Aleksandria, seperti mereka ini, mengarahkan perhatian mereka kepada bahasa sastra klasik dan tatabahasa berperan sebagai pengantar dan dasar utnuk mempelajarinya.Perubahan-perubahan yang terjadi dalam bahasa Latin lisan dan bahasa Latin tulis yang nonsastra di sekeliling mereka kurang membangkitkan minat mereka; karya-karya mereka secara bebas dijelaskan dengan teks yang kesemuanya berasal dari penulis prosa dan puisi Latin klasik dan pendahulu mereka, yakni Plautus dan Terence.
Betapa berbeda jadinya bahasa Latin tulis yang dianggap baik dapat dilihat dengan membandingkan tatabahasa dan gaya terjemahan injil(Vulgate) pada abad ke-4 oleh St.Jerome, di dalmnya beebrapa unsur tatabahasa bahasa Roman diantisipasi, dan bahasa Latin dilestarikan dan diperikan oleh para tatabahasawan, salah seorang diantaranya, Donatus, tatabahasawan terkenal, setelah Priscian, sebenarnya adalah guru dari St.Jerome.Meskipun dia banyak memakai gagasan-gagasan pendahulunya, tujuannya, seperti tujuan mereka, adalah mengalihkan sebisa-bisanya sistem tatabahasa dari techne dan karya-karya Apollinus ke dalam bahasa Latin.
a. Zaman Pertengahan
Zaman pertengahan adalah istilah yang digunakan untuk menamai dan menandai periode sejarah Eropa antara hancurnya kekaisaran Romawi sebagai suatu daerah kesatuan peradaban dan administratisi dengan urutan peristiwa dan perubahan kultural yang dikenal sebagai Renaisans dan pada umumnya dianggap sebagai fase permulaan dunia modern.
Orang-orang Latin dari provinsi barat dapat bertahan melawan penjajah Germanik, yang bahasanya hanya tersisa beberapa unsur-unsur leksikal dalam bahasa-bahasa Roman modern yang merupakan turunan dari bahasa Latin lisan dari wilayah-wilayah tersebut.
Di barat, kebanyakan sastra klasik telah hilang sama sekali; selama beberapa abad kajian dan bahkan pengetahuan bahasa Yunani menjadi sangat berkurang dan dalam Abad Gelap kebanyakan filsafat Yunani yang ada terdapat dalam bentuk terjemahan dalam bahasa Latin dari karya-karya terpilih.Sumbangan yang besar bagi pelestarian kesinambungan pendidikan dan ilmu pengetahuan diberikan oleh biara dan tempat para rahib, gereja dan kemudian universitas, yang didirikan selama awal zaman pertengahan.Dalam lembaga-lembaga yang dikuasai oleh pejabat gereja Kristen, literatur politheistik, yaitu literatur klasik zaman kuno, cenderung dicurigai, dan terdapat banyak contoh kebencian yang disengaja ditujukan kepada penulis-penulis ini dan bahasa yang digunakan dalam tulisn-tulisan itu, yang berbeda, dari bahasa Latin kemudian yang hampir mendekati ragam sehari-hari, bahasa Latin Vulgate (kitab Injil berbahasa Latin yang dipakai Gereja Katolik (catatan edita) dan yang dipakai di lingkungan gereja.Bahasa Latin tetap merupakan bahasa ilmu pengetahuan, dan wewenangnya meningkat karena bahasa itu dipakai sebagai bahasa literatur keagamaan dan untuk pelayanan dan administrasi Gereja (Roma) barat.
Dalam sejarah ilmu pengetahuan linguistik, bagian kedua abad pertengahan dari sekitar 1100 hingga akhir zaman itu, adalah lebih penting.Ini merupakan zaman filsafat Skolastik yang memberikan tempat penting kepada kajian linguistik dan yang ditandai dengan banyaknya jumlah karya linguistik yang dihasilkan orang.Zaman ini juga ditandai dengan perkembangan arsitektur dan sastra abad pertengahan (yang dikenal juga sebagai ‘Gothik’) dan pendirian beberapa universitas yang paling awal di Eropa.Hingga zaman ini karya linguistik hampir keseluruhan bertujuan pedagogis dan sebagian besar bersifat derivatif dalam doktrinnya, karena diterapkan dalam pengajaran bahasa Latin menurut himpunan bahan Donatus dan priscian.Karya-karya yang bersifat didaktis murni semacam itu dilakukan orang di sepanjang periode Skolastik.Beberapa buku petunjuk tatabahasa Latin diterbitkan dalam bentuk syair, sebagai cara membantu siswa untuk mengingatnya.Salah satu dari karya ini adalah Doctrinale dari Aleksandria asal Villedien,yang ditulis di sekitar tahun 1200, yang terdiri dari 2645 baris dengan sajak bersusun heksameter yang kasar.
Deskripsi linguistik bahasa-bahasa lain muncul selama zaman ini, yang berfungsi untuk memenuhi keperluan menulis dan membaca sastra populer, dan standar-standar pendidikan. Kemasyhuran sastra Provencal Troubadour menumbuhkan suatu kebutuhan akan informasi gramatikal tentang bahasa Provencal, dan dari sekitar tahun 1240 beberapa deskripsi tatabahasa telah ditulis orang.
Salah satu dari contoh-contoh yang menonjol dari karya ptraktis di masa ini adalah First Grammatical treatis, oleh seorang pakarIng menakjubkan dan kebebasan berpikir.Dia terutama tertarik dengan perbaikan ejaan, dengan penyempurnaan pemakaian abjad yang diturunkan dari abjad Latin untuk menulis bahasa Islandia pada zamannya.Di samping ini, pengamatannya mengenai pelafalan bahasa, yang secara tersendiri merupakan bukti yang berharga untuk tahap perkembangan bahasa Islandia di masa ini,menunjukkan bahwa dia adalah seorang pakar fonetik yang tidak tertandingi oleh pakar-pakar fonetik pada zamannya.
Tatabahasa spekulatif merupakan suatu tahap yang jelas dan berbeda dalam teori linguistik dan penulis-penulisnya yang berbeda, atau Modistae, sebagaimana kadang-kadang mereka dinamai orang, dengan acuan kepada istilah pokok modi significandi menunjukkan secara substansial pandangan teoretik yang sama dan memiliki konsepsi ilmu pengetahuan linguistik, yang sama, tujuan-tujuannya dan tempat yang sama di antara kajian intelektual lainnya.Tatabahasa spekulatif merupakan hasil dari pemaduan deskripsi gramatikal Latin sebagaimana dirumuskan oleh Priscian dan Donatus ke dalam sistem filsafat skolastik.Kebangkitan dan pertumbuhan filsafat skolastik diakibatkan oleh sejumlah faktor sejarah, di samping adanya manusia-manusia yang berkemampuan intelektuald dan pengabdian yang tinggi.Di samping itu, pengetahuan mengenai bahasa Yunani, tentang penulis-penulis Yunani dan yang paling penting lagi tentang filsafat Yunani sebagaimana yang dirintis oleh Aristoteles menjadi semakin banyak tersedia bagi barat di sekitar abad ke-12.Dari Spanyol cukup banyak tulisan filsafat Yunani yang diperkenalkan kembali ke daerah-daerah lain di Eropa Barat melalui terjemahan bahasa Arabdan bahasa Ibrani dan melalui komentar-komentar dalam bahasa-bahasa tersebut.Filsuf Kristen terdahulu telah lebih memberi tekanan kepada Plato dan pemikiran Plato daripada kepada Aristoteles, sebagian karena teori Plato lebih mudah diperoleh melalui tulisan-tulisan neoPlatonis abad ke-3 dan setelah itu.Dari abad ke-12 dan seterusnya, mereka memberi dorongan ke arah tatabahasa spekulatif dan teori bahasa yang diciptakan dalam kerangka filsafat zaman itu.Juga terdapat suatu peningkatan mencolok dalam jumlah penelitian dan kajian tatabahas yang dilakukan.

b. Zaman Renaissans dan Sesudahnya
Renaissans secara tradisi dianggap sebagai saat lahirnya dunia modern dan sejarah modern.bagian terpenting dari ilmu pengetahuan Renaissans adalah tuntasnya kebangkitan pengkajian terhadap bahasa Latin klasik dan bahasa Yunani klasik, yang telah dimulai Italia, bukan untuk tujuan komunikasi internasional dan komunikasi ilmiah, dan untuk dipakai dalam berfilsafat seperti halnya bahasa Latin di abad pertengahan; akan tetapi sebagai sarana sastra yang menarik dan sebagai bahasa zaman lampau dari sebuah peradaban besar, terpisah dari dan ada sebelum Gereja.Zaman ini dapat kita tandai dengan dimulainya pengkajian serius terhadap sastra klasik dan sejarah Yunani kuno dan Romawi kuno (literae humaniores) sebagai komponen yang penting, sekurang-kurangnya hingga akhir-akhir ini, dari pendidikan di sekolah-sekolah dan di universitas di Eropa.Dan pada akhir abad ke-14 Manuel Chrysoloras, yang diundang dari Konstatinopel sebagai guru bahasa Yunani, menulis tatabahasa modern pertama bahasa itu di barat.
Pengkajian tatabahasa Yunani dan bahasa Latin terus dilanjutkan dan perbaikan dan perkembangan lebih lanjut yang meneruskannya dari masa pertengahan kepada praktik pengajaran modern dalam bahasa-bahasa klasik merupakan objek yang cocok untuk studi spesialis; akan tetapi hal ini tidak lagi mewakili kuliah sejarah linguistik secara keseluruhan.Pada akhir abad pertengahan bahasa Arab dan bahasa Ibrani telah dipelajari di Eropa dan di Universitas Paris pada abad ke-14 kedua bahasa itu secara resmi diakui.
Pengetahuan akan bahasa Yunani,Latin dan Ibrani ini merupakan kebanggaan bagi ‘homo brilinguis’ pada zaman Renaissans.Sejumlah tatabahasa Ibrani ditulis di Eropa, terutama dalam De rudimentis Hebraicis karya Reuchlin.
Mulai awal abad pertengahan, ilmu pengetahuan linguistik juga berkembang di bawah pengaruh karya linguistik Arab.Ini sebagai akibat baik dari kemiripan struktural kedua bahasa Semit maupun kekuasaan politik bangsa Arab sesudah ekspansi pengaruh Islam ke Timur Dekat, Afrika Utara, dan Spanyol.Menjelang akhir abad ke-12 tatabahasa bahasa Ibrani masih dalam penulisan yang dilakukan oleh orang -orang Yahudi yang tinggal di Spanyol dan di tempat lainnya sebagai teman-teman seagamanya Kajian linguistik Arab,seprti kajian bahasa Ibrani, memperoleh inspirasi dari sastra suci, seperti kitab suci Al Quran bagi orang Arab.Ilmu pengetahua linguistik Arab mencapai puncaknya pada akhir abad ke-8 dalam bentuk taat baahsa Sibawaih dari Basra, yang sebenarnya bukan orang Arab tetapi orang persia, yang membuktkan adanya dorongan terus menerus bagi peelitian linguistik dalam hubungannya dalam hubungannya antara bahasa dan budaya.Di samping itu, Sibawaih menghasilkan deskripsi fonetik yang orisnal untuk penulisan bahasa Arab.
Selama abad pertengahan tatabahasa bahasa asli Provencal dan Katalan telah ditulis orang dan arti historis dan manfaat metodologis tatabahasa ini baru sekarang mendapat apresiasi yang tepat.Dante,yang bagi sejumlah orang dianggap sebagai nabi telah menghimbau orang-orang untuk mempelajari dialek-dialek bahasa Roman daripada bahasa Latin tulis, dan melalui tulisan-tulisannya dalm bahasa asli, dia telah banyak berbuat dalam memantapkan suatu ragam bahasa Italia lisan sebagai bahasa tulis dan kemudian sebagai bahasa resmi di semenanjung itu.
Tatabahasa asli pertama bahasa Spanyol dan Italia muncul pada abad ke-15, dan taatbahasa bahasa asli Prancis pertama awal abad ke-16.Dalam periode yang sama tatabahasa diterbitkan untuk bahasa Polandia dan bahasa Gereja Tua Slavonik.Tatabahasa bahasa Inggris pertama yang dicetak terbit paad tahun 15

Language and Reading: Development and the difficulty

Language and Reading: Development and the difficulty
Solveig-Alma H. Lyster
Pendahuluan
Introduction

Akan membahas perkembangan membaca dan gangguan membaca. Namun, membaca adalah proses linguistik. This chapter will primarily discuss the development of reading and reading disorders. However, reading is a linguistic process. Untuk dapat membaca dengan baik, pembaca harus memahami sintaks dan semantik bahasa dan harus memiliki pengetahuan tentang abjad dan memiliki kesadaran tentang aspek-aspek tertentu dari struktur linguistik bahasa. To be able to read well, readers must understand the syntax and semantics of the language and must have knowledge of the alphabet and have an awareness of certain aspects of the linguistic structure of language. Oleh karena itu, hubungan antara perkembangan bahasa, pengetahuan linguistik dan membaca merupakan aspek sentral bab ini. Therefore, the relationship between language development, linguistic knowledge and reading is a central aspect of this chapter. Kesadaran linguistik, yaitu kemampuan untuk menelaah bahasa, akan menjadi fokus utama. Linguistic awareness, the ability to examine the language, will be the main focus. Kesadaran linguistik sangat berkaitan dengan perkembangan membaca dalam bahasa yang alfabetik, dan karenanya merupakan hal yang sangat penting dalam pengajaran membaca. Linguistic awareness is closely associated with the development of reading in the alphabetical language, and therefore is very important in teaching reading. Perkembangan membaca juga sangat tinggi korelasinya dengan ejaan dan kemampuan untuk menyandikan kata-kata dalam bentuk ortografiknya yang benar. The development of reading is also very high correlation with spelling and the ability to encode the words in the correct form ortografiknya. Oleh karena itu, meskipun membaca merupakan kajian utama bab ini, tetapi bahasan tentang ejaan dan tulisan tidak dapat diabaikan. Therefore, even though reading is a major study of this chapter, but a discussion of spelling and writing can not be ignored. Dengan cara yang berbeda, membaca mempengaruhi menulis dan menulis mempengaruhi membaca. In different ways, reading and writing affect writing affect reading. Ini berarti bahwa latihan mengeja dan menulis bermanfaat untuk perkembangan membaca dan sebaliknya. This means that the spelling and writing exercises beneficial for the development of reading and vice versa. Tidak ada satu pun program pelatihan membaca yang dapat memecahkan semua permasalahan yang dihadapi anak ketika belajar membaca dan menulis. There is no single reading training programs that can solve all the problems faced by children when learning to read and write. Namun, program-program pelatihan membaca yang paling efektif mempunyai fitur-fitur tertentu yang sama. However, training programs are most effective reading has certain features the same. Pengajaran membaca yang formal perlu difokuskan pada perkembangan dua jenis penguasaan: pengenalan kata dan pemahaman. Formal reading instruction needs to be focused on the development of two kinds of mastery: word recognition and comprehension. Kedua aspek ini karenanya akan difokuskan dalam bab ini. Both these aspects will therefore focus in this chapter.
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang menghadapi kesulitan terbesar dalam membaca di kelas-kelas dasar adalah mereka yang mulai bersekolah dengan keterampilan verbal yang kurang, pemahaman fonologi yang kurang, pengetahuan abjad yang kurang, dan kurang memahami tujuan dasar dan mekanisme membaca (Adams 1990; Kamhi 1989; Kamhi & Catts 1989; Snowling 1987, 2001). Research shows that children who face the greatest difficulty in reading the basic classes are those who start school with less verbal skill, less phonological understanding, lack of knowledge of the alphabet, and insufficient understanding of the basic purposes and mechanisms of reading (Adams 1990; Kamhi 1989; Kamhi & Catts 1989; Snowling 1987, 2001). Oleh karena itu, untuk anak yang beresiko tertinggi mengalami kesulitan membaca, pengayaan lingkungan prasekolah dan pengajaran yang baik di kelas-kelas dasar dapat merupakan faktor penentu bagi keberhasilan dalam bidang membaca dan menulis. Therefore, for the highest-risk children who have difficulty reading, enrichment preschool environment and good teaching in primary classes can be the determining factor for success in the field of reading and writing. Tidak ada waktu sepenting tahun-tahun pertama masa kehidupan dan masa sekolah anak. No time as important as the first years of life and the child's school. Oleh karenanya, fokus bab ini lebih pada pencegahan kesulitan membaca daripada kesulitannya itu sendiri. Therefore, this chapter focuses more on prevention of reading difficulties than the difficulties themselves.
Di negara-negara, di mana banyak orang tua yang buta huruf dan mempunyai sedikit pengetahuan tentang cara terbaik mempersiapkan anaknya untuk pelajaran membaca di sekolah, sistem sekolah dan pemerintah menghadapi tantangan besar. In countries, where many parents are illiterate and have little knowledge about the best way to prepare children for learning to read in school, the school system and the government faces huge challenges.
Bagaimanakah caranya anak dari keluarga yang buta huruf dapat dipersiapkan untuk sekolah dan pengajaran membaca?
How do children from illiterate families can be prepared for the school and the teaching of reading?
Atau bagaimanakah sekolah dapat mengindividualisasikan pengajarannya untuk mengatasi kerugian yang datang dari keluarga buta huruf atau dari rumah dengan dukungan yang sedikit atau buruk terhadap membaca dan kegiatan linguistik?
Or how can schools teaching mengindividualisasikan to overcome the losses coming from illiterate families or from home with little support or bad to read and linguistic activities?
A. Bahasa dan membaca
Language and reading
Bahasa adalah kode yang disepakati oleh masyarakat sosial yang mewakili ide-ide melalui penggunaan simbol-simbol arbitrer dan kaidah-kaidah yang mengatur kombinasi simbol-simbol tersebut (Bernstein dan Tigerman, 1993). Language is the code that was agreed by the social communities that represent the ideas through the use of arbitrary symbols and rules that govern the combination of these symbols (Bernstein and Tigerman, 1993). Kode linguistik mencakup kaidah-kaidah kompleks yang mengatur bunyi, kata, kalimat, makna dan penggunaannya. Linguistic code includes complex rules governing the sounds, words, sentences, meaning and usage. Komunikasi adalah proses di mana individu-individu bertukar informasi dan saling menyampaikan buah pikirannya. Communication is a process where individuals mutually exchange information and convey his thoughts. Komunikasi merupakan proses aktif yang menuntut adanya pengirim yang menyandikan atau merumuskan pesan. Communication is an active process that requires the sender to encrypt or to formulate a message. Komunikasi juga menuntut adanya seorang penerima yang menafsirkan sandi atau memahami pesan tersebut. Banyak isyarat non-linguistik yang dapat membantu atau menghambat pengirim dan penerima dalam komunikasi lisannya. Communication also requires a receiver who interprets the code or understand the message. Many non-linguistic cues that can help or hinder the sender and receiver in verbal communication. Tetapi komunikasi melalui bacaan dan tulisan sepenuhnya tergantung pada bahasa penulis dan pembacanya, pada pengetahuannya tentang kata-kata dan sintaks. But communication through reading and writing depend entirely on the language of writers and readers, to his knowledge of words and syntax. Tetapi, pertama-tama, komunikasi melalui membaca dan menulis dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tulis yang alfabetik, tergantung pada pengetahuan dan kesadaran penulis dan pembacanya tentang prinsip-prinsip utama bahasa tulis itu, yaitu prinsip fonematik atau alfabetik dan prinsip morfematik. But, first, communication through reading and writing in a society that uses the alphabetically written language, depends on the knowledge and awareness of writers and readers about the main principles of the written language, namely the principle of alphabetical and fonematik or morfematik principles. Pemahaman prinsip-prinsip ini tergantung pada pemahaman tentang struktur bunyi dan bagian-bagian bermakna dari kata-kata seperti unsur-unsur gramatik. Tetapi karena membaca juga berarti menyampaikan makna struktur ortografik tertulis yang mewakili kata-kata dan kalimat, maka kosa kata dan pemahaman tentang berbagai struktur kalimat juga merupakan hal yang sangat penting untuk perkembangan membaca. Understanding these principles depend on an understanding of the structure of sounds and meaningful parts of words such as gramatik elements. But since reading also means convey the meaning of orthographic structure representing written words and sentences, the vocabulary and understanding of various sentence structures are also essential for the development of reading.
Bahasa merupakan suatu sistem kombinasi sejumlah komponen kaidah yang kompleks.
Language is a combination of several components of the system of complex rules.
Bloom dan Lahey (1978) memandang bahasa sebagai suatu kombinasi antara tiga komponen utama: bentuk, isi dan penggunaan. Bloom and Lahey (1978) looked at language as a combination of three main components: the form, content and usage. Bentuk suatu ujaran dalam bahasa lisan dapat digambarkan berdasarkan bentuk fonetik dan akustiknya, tetapi bila kita hanya menggambarkan bentuknya saja, maka kita akan terbatas pada penggambaran bentuk atau kontur fitur permukaan ujaran saja. Form of a speech in spoken language can be described based on phonetics and acoustics form, but if we only describe the shape, then we will be limited to the depiction of shape or contour of the surface features of speech alone. Ini biasanya dilakukan berdasarkan unit fonologi (bunyi atau struktur bunyi), morfologi (unit-unit makna berupa kata atau infleksi), dan sintaks (kombinasi antara berbagai unit makna). This is usually done on the basis of phonological units (sound or sound structure), morphology (meaning units in the form of a word or inflection), and syntax (a combination of various units of meaning).
Isi bahasa adalah maknanya atau semantik- yaitu representasi linguistik dari apa yang diketahui seseorang tentang dunia benda, peristiwa dan kaitannya.
The contents of the language is the meaning or the semantic-linguistic representation of what a person knows about the world of objects, events and terms. Representasi linguistik tentang isi bahasa tergantung pada kode - yaitu suatu sistem isyarat arbitrer yang konvensional - yang memberi bentuk kepada bahasa (Bloom dan Lahey, 1978). Linguistic representations about the content of language depends on the code - ie a system of arbitrary conventional sign - which gives shape to the language (Bloom and Lahey, 1978).
Menurut Bloom dan Lahey (1978), penggunaan bahasa terdiri dari pilihan perilaku yang ditentukan secara sosial dan kognitif berdasarkan tujuan si penutur dan konteks situasinya (hal. 20). According to Bloom and Lahey (1978), using the language of choice behavior determined by social and cognitive goals the speaker and the context of the situation (p. 20). Kaidah-kaidah yang mengatur penggunaan bahasa dalam konteks sosial juga disebut pragmatik (lihat misalnya Bernstein dan Tigerman 1993). The rules that govern the use of language in a social context is also called pragmatics (see for example Bernstein and Tigerman 1993). Pragmatik mencakup kaidah yang mengatur bagaimana kita berbicara dalam bermacam-macam situasi. Includes pragmatic rules that govern how we speak in a variety of situations. Pembicara harus mempertimbangkan informasi tentang pendengarnya dan harus memahami berbagai isyarat non-linguistik yang dapat menghambat atau mendukung penyampaian pesannya. Speakers should consider information about the audience and must understand the various non-linguistic cues that can hinder or support the delivery of the message. Kesadaran akan penerima pesan dan kebutuhannya akan membantu pengirim menciptakan situasi komunikasi yang optimal. Awareness of the recipient and the message sender's needs will help to create the optimal communication situations.
Anak mungkin berkesulitan dalam mengembangkan pengetahuan yang sesuai usia dalam salah satu dari ketiga dimensi bahasa (isi, bentuk atau penggunaan), dan kesulitan dalam satu dimensi dapat mengakibatkan kesulitan dalam dimensi lainnya. Children may berkesulitan in developing age-appropriate knowledge in one of the three dimensions of language (content, form or use), and difficulties in one dimension can lead to difficulties in other dimensions. Kesulitan dalam dimensi bentuk mungkin terbatas hanya pada fonologi, tetapi kesulitan dalam mengembangkan pengetahuan dan pemahaman tentang fonologi bahasa dapat mempengaruhi perkembangan dalam bidang morfologi dan sintaks. Dimension of difficulty may be limited only to the phonology, but the difficulties in developing knowledge and understanding of the phonology of language can influence developments in the field of morphology and syntax.
Masalah dalam kemampuan mengembangkan kemampuan bahasa yang sesuai usia di dalam berbagai dimensi bahasa biasanya akan menimbulkan masalah dalam pengembangan kemampuan membaca dan menulis yang sesuai usia. Problems in the ability to develop language skills at age-appropriate language in various dimensions will usually cause problems in the development of reading and writing skills appropriate age. Masalah-masalah ini mungkin terkait dengan perkembangan membaca pada berbagai tingkatan. These problems may be related to the development of reading at various levels. Kesulitan dalam dimensi bentuk dapat mengakibatkan masalah dalam “memecahkan” kode bacaan. Difficulties in the dimensions of the problem may result in "breaking" the code reading. Anak yang bermasalah dalam mengembangkan pengetahuan tentang bentuk bahasanya dapat bermasalah dalam memahami struktur bunyi dan dalam memahami hubungan huruf-bunyi yang diperlukan untuk “memecahkan kode” bahasa tulis. Di pihak lain, anak yang berkesulitan memahami isi bahasa mungkin akan dapat “memecahkan kode” dengan mudah, tetapi mereka mungkin berkesulitan dalam memahami apa yang dibacanya. Children with problems in developing knowledge of language forms can be problematic in understanding the sound structure and in understanding letter-sound relationships necessary to "break the code" of written language. On the other hand, children who understand the content of language berkesulitan may be able to "crack the code" with easy, but they may berkesulitan in understanding what they read. Siswa juga mungkin berkesulitan dalam membaca karena mereka berkesulitan dalam menggunakan bahasa. Students also may berkesulitan in reading because they berkesulitan in using language. Tujuan pengajaran membaca adalah membaca untuk belajar (atau membaca untuk kesenangan). The purpose of teaching reading is to read to learn (or reading for pleasure). Pembaca harus dapat masuk ke dalam semacam dialog dengan penulis. The reader should be able to enter into such dialogue with the author. Untuk belajar dan mengerti suatu teks diperlukan pengembangan strategi untuk memahami maksud penulis. To learn and understand a text is needed to understand the development of strategies authors' intentions. Teks yang berbeda memerlukan strategi yang berbeda untuk memahaminya. Different texts require different strategies to understand it.
B. Perkembangan membaca - usia prasekolah
The development of reading - preschool
Prestasi belajar yang memadai dan perilaku sosial dan penghargaan diri yang pantas adalah faktor-faktor penting untuk mengembangkan kehidupan yang pantas di dalam norma-norma masyarakat kita. Adequate school performance and social behavior and appropriate self-esteem is an important factor to develop a proper life in the norms of our society. Sejak tahun pertama kehidupannya di dunia ini, anak sudah mulai mengembangkan norma-norma yang mendasari kehidupan masyarakatnya. Ini dilakukannya melalui komunikasi dan aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari dengan lingkungan sekitarnya. Since the first year of life in this world, children have started to develop norms that underlie the life of the community. This done through communication and activities of daily life with the surrounding environment. Selama tahun pertama, mereka ambil bagian dalam percakapan dengan menggunakan bahasa tubuh dan isyarat non verbal. During the first year, they took part in a conversation using body language and non-verbal cues. Kemudian sedikit demi sedikit mereka belajar kode linguistik bahasa, bagaimana kode merepresentasikan benda, kejadian dan bermacam-macam hubungan antara benda-benda dan kejadian-kejadian, dan mereka belajar cara mengirim dan menerima pesan dengan bahasa lisan. Then little by little they learned the language of linguistic code, how code represents objects, events and a variety of relationships between objects and events, and they learn how to send and receive messages with spoken language.
Untuk mempersiapkan anak pada pengajaran membaca di kelas-kelas awal, sebaiknya mereka diekspos pada lingkungan bahasa yang berkualitas tinggi - terutama di rumahnya, tetapi juga di panti asuhan anak dan di taman prasekolah jika anak tersebut masuk ke lembaga-lembaga ini. To prepare for teaching children to read at the beginning of classes, they should be exposed to the language environment of high quality - especially at home, but also in the orphanage children in the park and preschool if the child is entered into these institutions. Waktu terbaik untuk mulai berbagi buku dengan anak adalah pada masa balita. The best time to start sharing books with children is in infancy. Banyaknya pengalaman dengan bahasa lisan dan bahasa tulis, dari masa bayi hingga awal masa kanak-kanak, sangat mempengaruhi keberhasilan anak dalam membaca di masa-masa selanjutnya. Anak membutuhkan aktivitas yang dapat mereka nikmati dan pengalaman keberhasilan, tanpa dipaksakan di luar tahap perkembangannya. The many experiences with spoken and written language, from infancy through early childhood, greatly influenced the success of children in reading in the future. Children need activities they can enjoy and experience success, without forced out of its development stage. Bahkan ketika anak belum dapat mengeja, mereka belajar dari upayanya untuk menulis. Even when the child can not spell, they learn of the attempt to write.
Bahkan ketika anak belum dapat membaca, mereka belajar dari orang yang membaca untuknya. Even when the child can not read, they learn from people who read to him. Anak yang terekspos pada kosa kata yang canggih dalam percakapan yang menarik atau dalam bacaan yang didengarnya akan belajar kata-kata yang kelak akan dibutuhkannya untuk mengenali dan memahaminya pada saat sudah mulai belajar membaca. Children who are exposed to sophisticated vocabulary in an interesting conversation or in reading to learn to hear words that will be needed to identify and understand at the time was beginning to learn to read. Berbicara dengan orang dewasa merupakan sumber eksposur terbaik bagi anak ke kosa kata baru. Talking with adults is the best source of exposure for children to new vocabulary. Berbicara itu penting - semakin bermakna dan berisi, semakin baik. Bahkan di negara-negara di mana banyak orang tua yang buta huruf, mereka dapat melihat buku gambar dengan anaknya dan berbicara tentang apa yang mereka lihat dalam buku tersebut - jika bukunya memang ada. Talking is important - the more meaningful and contains, the better. Even in countries where many parents are illiterate, they can see a picture book with her son and talk about what they see in the book - if the book exists.
Selama usia prasekolah, kebanyakan anak secara bertahap semakin sensitif terhadap bunyi, juga terhadap makna kata-kata yang didengarnya. During preschool age, most children are gradually getting sensitive to noise, also the meaning of the words he heard. Sensitivitas ini adalah apa yang kita sebut sebagai kesadaran fonologi. This sensitivity is what we refer to as phonological awareness. Mereka dapat mengenali sajak dan menikmati puisi atau lagu bersajak. They can recognize and enjoy the poem or a song rhyming poetry. Mereka menceraikan kata-kata yang panjang menjadi suku-suku kata atau bertepuk tangan sejumlah suku kata yang terdapat dalam sebuah frase. They divorced words long into syllables or claps his hands a number of syllables contained in a phrase. Mereka menyadari bahwa ucapan beberapa kata seperti “dog”, “dark” dan “dusty” semuanya dimulai dengan bunyi yang sama. They realized that the words a few words like "dog", "dark" and "Dusty" it all started with the same sound. Mereka dapat menemukan kata yang tidak cocok (tidak bersanjak) dalam kelompok kata “house”, “tiger” dan “mouse”, dan mereka mungkin dapat menggabungkan bunyi-bunyi seperti /m/-/a/-/t/ dan /l/-/i/-/p/ menjadi “mat dan “lip”. They can find a word that does not fit (not bersanjak) in the word "house", "tiger" and "mouse", and they may be able to combine the sounds such as / m /-/ a /-/ t / and / l / -/i/-/p / a "grace and" lip ".
Walaupun anak-anak prasekolah yang lebih muda jarang memperhatikan segmen terkecil yang bermakna (fonem) dari sebuah kata, memperoleh kesadaran tentang adanya fonem ini merupakan aspek kesadaran fonologi yang lebih maju, yang menjadi semakin penting semakin anak mendekati usia sekolah. Although children younger preschool hardly notice the smallest meaningful segments (phonemes) of a word, gain awareness of this phoneme is an aspect of phonological awareness is more developed, which becomes increasingly important the more children approached school age. Ini karena huruf biasanya mewakili fonem. This is because the letters usually represent the phonemes. Itu adalah prinsip alfabetik (lihat misalnya Adams 1990). That is the principle of alphabetical (see eg Adams 1990). Lagu, permainan sajak, permainan bahasa dan sajak kanak-kanak merupakan cara terbaik untuk memupuk kesadaran fonologi pada usia prasekolah. Song, rhyme games, language games and nursery rhymes is the best way to foster phonological awareness at preschool age. Kegiatan-kegiatan ini juga mungkin akan sangat penting pada awal usia sekolah ketika anak sedang belajar prinsip alfabetik. These activities also may be very important in the early school age when children are learning the principles of alphabetical.
Kegiatan orang tua membacakan kepada anaknya di rumah dilihat sebagai persiapan yang sangat penting bagi anak dalam menghadapi tantangan pengajaran membaca di sekolah. (Untuk contoh, lihat Burns, Friffin & Snow, 1999). Activities of parents reading to their children at home seen as a very important preparation for the children for the challenges of teaching reading in schools. (For example, see Burns, Friffin & Snow, 1999). Persiapan ini akan sangat efektif bila orang tua melakukan tiga hal: This preparation will be very effective when parents do three things:
• Mengembangkan teks
• Developing text
• Merujuk pada pengalaman anak itu sendiri
• Referring to the child's own experience
• Menyela kegiatan membaca dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
• Interrupted the reading by asking questions.
Mengingat kamampuannya bercerita dengan baik, bagi sebagian orang, televisi dapat dipandang sebagai pengganti kegiatan membaca. Given kamampuannya well told, for some people, television may be viewed as a substitute for reading activities. Akan tetapi, kekurangan ketiga kualitas ini dapat mengakibatkan program televisi yang baik pun tidak begitu efektif untuk mempersiapkan dasar bagi perkembangan bahasa dan membaca. However, three shortcomings of this quality can result in good television program was not very effective to prepare the basis for the development of language and reading.
C. Perkembangan membaca dan faktor-faktor lingkungan
The development of reading and environmental factors
Sejumlah faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan membaca. A number of environmental factors influence the development of reading. Beberapa di antaranya sudah dibahas di atas. Some of them already discussed above. Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa tingkat melek huruf orang tua berperan penting dalam perkembangan membaca anak (Cox 1987), dan Chall, Jacobs dan Baldwin (1990) menemukan bahwa prediktor terkuat tentang kemampuan membaca dan pengetahuan kosa kata pada keluarga berpendapatan rendah adalah lingkungan melek huruf di rumah, pendidikan ibu dan tingkat ekspektasinya terhadap pendidikan anaknya, dan pendidikan ayah. The results of various studies show that literacy levels of parents play an important role in the development of reading children (Cox 1987), and Chall, Jacobs and Baldwin (1990) found that the strongest predictor of reading ability and vocabulary knowledge on low-income families is the literacy environment in home, education level of mothers and their expectations of their child's education and father's education. Tetapi, secara umum, variabel maternal lebih berpengaruh terhadap perkembangan baca-tulis dan bahasa dibanding variabel ayah. But, in general, maternal variables is more influential on the development of literacy and language variables than father. Chall dan rekan-rekan kerjanya menjelaskan temuan ini timbul karena ibu menghabiskan lebih banyak waktu bersama anak-anaknya daripada ayah, membantu pekerjaan rumah, menjawab pertanyaan, membacakan cerita dan lain-lain. Chall and her colleagues explain this finding arises because mothers spend more time with their children than fathers, helping their homework, answer questions, read stories and others. Tingkat minat ibu terhadap baca-tulis juga signifikan korelasinya dengan perkembangan membaca anak. The level of interest in the mother of literacy also significantly correlated with reading development of children. Menurut Chall dan rekan-rekan, ekspektasi orang tua dan minatnya terhadap pekerjaan sekolah anaknya merupakan faktor terpenting, tidak hanya untuk perkembangan membaca tetapi juga untuk perkembangan semua mata pelajaran sekolah. According to Chall and colleagues, parents' expectations and interest in their child's school work is the most important factor, not only for the development of reading but also for the development of all school subjects. Ekspektasi dan keterlibatan orang tua dalam pekerjaan sekolah anaknya harus dimotivasi jika kurang. Expectations and parental involvement in their child's school work should be motivated if less. Kurangnya dukungan dan keterlibatan dalam masalah sekolah anak lebih umum terjadi di negara-negara berkembang (lihat Alenyo, 2001) dan karenanya harus menjadi perhatian besar di beberapa negara. Lack of support and involvement in school problems, more common in developing countries (see Alenyo, 2001) and therefore should be a major concern in several countries.
Namun, penelitian etnografik menunjukkan secara jelas bahwa kemiskinan bukan faktor penentu utama untuk persiapan baca-tulis yang diperoleh anak di rumah (Adams 1990). Yang paling menentukan adalah kualitas kegiatan baca-tulisnya. However, etnografik research shows clearly that poverty is not the main determinants for the preparation of literacy acquired children at home (Adams 1990). The most crucial is the quality of read-writes. Oleh karena itu, lingkungan yang miskin pun dapat mempersiapkan anak untuk belajar membaca di sekolah dengan baik selama mereka mempunyai buku untuk dibaca dan selama orang tua bersedia membacakan kepada anaknya. Tentu saja ini merupakan tantangan besar di negara-negara di mana para orang tuanya buta huruf dan sedikit sekali buku yang tersedia (Lihat Aringo 2001). Therefore, a poor neighborhood can prepare children to learn to read well in school as long as they have books to read and for parents willing to read to their children. Of course, this is a major challenge in countries where illiterate parents and very few books that are available (See Aringo 2001). Perkembangan baca-tulis merupakan tugas nasional, yang akan mempengaruhi perkembangan ekonomi dan sosial negara. The development of literacy is a national duty, which will affect the economic and social development of the country. Tantangan terbesar dalam meningkatkan tingkat baca-tulis tampaknya terletak pada kurangnya bahan bacaan yang tepat – baik di sekolah maupun di rumah, dan kurangnya jumlah buku yang tersedia bagi anak di kelas. The biggest challenge in raising literacy levels seem to lie in the lack of appropriate reading material - both at school and at home, and the shortage of books available to children in the classroom.
Kalaupun kemiskinan bukan merupakan faktor penentu utama kesiapan baca-tulis, Lyster (1998, dalam pers) menemukan bahwa pendidikan ibu merupakan prediktor penting untuk perkembangan membaca, meskipun dengan memperhitungkan faktor IQ. Even if poverty is not a major determinant of readiness to read and write, Lyster (1998, in press) found that maternal education is an important predictor for the development of reading, even taking into account the IQ factor. Karena pengaruh Genetik sejauh tertentu menjadi bahan pertimbangan dalam penelitian Lyster, hasilnya menunjukkan bahwa pendidikan ibu mungkin dapat menjadi bagian dari alat ukur konteks linguistik yang diciptakannya bagi anaknya. Because certain extent Genetic influences into consideration in research Lyster, the results showed that maternal education may be part of the gauge linguistic context created for his son. Bagaimanakah ibu yang lebih berpendidikan berkomunikasi secara linguistik dengan anaknya dibanding ibu yang kurang berpendidikan? Apakah mereka membacakan buku untuk anaknya lebih sering atau dengan cara yang berbeda dari ibu yang kurang berpendidikan? How better-educated mothers communicate linguistically with children than less educated mothers? Are they read to him more often or in a different way than the less educated mothers? Apakah pencegahan gangguan membaca sebaiknya dimulai secara tidak langsung dengan mendidik orang tua? Is prevention should start reading problems indirectly by educating their parents? Penelitian oleh Whitehurst, Epstein, Angell, Payne, Crone ddan Fischel (1994) menunjukkan bahwa mendidik orang tua dari masyarakat sosio-ekonomi rendah tentang cara berinteraksi dengan anaknya pada saat mereka membacakan untuk mereka, berdampak positif terhadap perkembangan baca-tulis anak. The study by Whitehurst, Epstein, Angell, Payne, Crone ddan Fischel (1994) shows that educate parents of the low socioeconomic about how to interact with their children when they read to them, positive impact on literacy development of children.
Dalam penelitian ini orang tua diminta untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dimulai dengan kata tanya “apa”, “mengapa”, “di mana” dan “kapan” pada saat sedang membacakan, untuk membantu anak memahami isi teks. In this study parents were asked to ask questions starting with question words "what", "why", "where" and "when" at the time was reading, to help children understand the content of the text. Bahkan jika perkembangan membaca sejauh tertentu tergantung pada faktor biologi dan genetik, membaca adalah kemampuan yang sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungan. Even if the development of reading certain extent depends on biological and genetic factors, the ability to read is highly dependent on environmental factors. Salah satu faktor tersebut, yang belum dibahas, adalah bahasa sehari-hari anak di rumah. One of these factors, which have not discussed, is the everyday language of children at home. Jika bahasa rumah berbeda dari bahasa yang dipergunakan ketika anak belajar membaca dan menulis, anak kemungkinan akan menghadapi banyak masalah. If the home language is different from the language used when children learn to read and write, children are likely to face many problems. Oleh karena itu, jika seorang anak tidak dapat belajar membaca dan menulis dalam bahasa ibunya atau jika bahasa ibunya tidak mempunyai bahasa tulis, bahasa pengantar harus diajarkan kepada anak secara intensif di samping mengajarinya membaca dan menulis – dan bahkan sebelumnya jika memungkinkan (Lyster 1999). Therefore, if a child can not learn to read and write in their mother tongue or if the mother tongue has no written language, language of instruction must be taught to children in addition to intensive taught him to read and write - and even earlier if possible (Lyster 1999). Situasi ini tampaknya merupakan realitas yang ada di negara-negara berkembang tertentu meskipun anak diharapkan belajar membaca dan menulis dalam bahasa ibunya. This situation appears to be a reality in developing countries, although some children are expected to learn to read and write in their mother tongue.
D. Kesadaran Linguistik
Linguistic Awareness
Telah diterima secara luas bahwa terdapat hubungan yang kuat antara perkembangan membaca dengan kesadaran linguistik, yaitu kemampuan untuk merefleksikan bahasa lisan (Adams 1990; Goswani & Bryant 1990; Hagrvet 1989), dan bahwa upaya-upaya untuk menumbuhkan kesadaran fonologi yang dilakukan sebelum pengajaran membaca Itu dapat memprediksi keterampilan membaca nantinya (Mann 1991; Wagner & Torgesen 1987). Has been widely accepted that there is a strong relationship between reading development of linguistic awareness, the ability to reflect the spoken language (Adams 1990; Goswani & Bryant, 1990; Hagrvet 1989), and that efforts to develop phonological awareness that were conducted before teaching reading It can predict later reading skills (Mann 1991; Wagner & Torgesen 1987). Istilah kesadaran linguistik digunakan secara luas, yang mencakup bermacam-macam tugas, seperti menilai ada atau tidaknya persanjakan, kemampuan untuk menguraikan kata menjadi segmen-segmen bunyi, menghitung jumlah kata dalam kalimat dan jumlah suku kata dalam satu kata, mendeteksi morfem dalam kata-kata, dan menilai kebenaran sintaktik dan gramatik. The term linguistic awareness is widely used, which includes a variety of tasks, such as assessing whether or not persanjakan, the ability to decompose words into sound segments, counting the number of words in sentences and the number of syllables in a word, detecting morphemes in words , and assess the truth of syntactic and gramatik. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, kesadaran fonologi adalah kemampuan anak untuk menganalisis struktur bunyi kata, sedangkan kesadaran fonemik mengacu secara spesifik pada kesadaran tentang adanya fonem-fonem (bunyi) yang berbeda-beda. Penelitian yang dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan membaca dengan memberikan latihan fonologi dan fonem kepada anak sebelum atau selama pengajaran membaca telah berhasil dengan baik (Bradley 7 Bryant 1983; Cunningham 1990; Hatcher, Hulmer & Ellis 1994; Lundberg, Frost & Petersen 1988). As already noted above, phonological awareness is the ability to analyze the sound structure of words, whereas phonemic awareness specifically refers to the awareness of the existence of the phonemes (sound) different. Research is intended to improve reading skills by providing phonological exercises and phonemes to the child before or during the teaching of reading has been working well (7 Bradley Bryant 1983; Cunningham 1990; Hatcher, Hulmer & Ellis 1994; Lundberg, Frost & Petersen 1988).
Dibandingkan dengan kesadaran fonologi, kesadaran morfologi belum begitu banyak diperhatikan dalam penelitian tentang pengajaran membaca dan gangguan membaca. Compared with phonological awareness, morphological awareness has not so much attention in research on teaching reading and reading disorders. Sebuah morfem adalah unsur makna yang paling mendasar. A morpheme is the element most basic meaning. Kesadaran morfologi adalah kemampuan untuk menyadari dan memanipulasi morfem-morfem, pasangan unit-unit kata terkecil yang mengandung makna. Morphological awareness is the ability to recognize and manipulate morphemes, partner units containing the smallest word meaning.
Terdapat bukti bahwa ada hubungan antara kesadaran morfologi dan perkembangan membaca (Fowler & Liberman 1995). There is evidence that there is a relationship between morphological awareness and reading development (Fowler & Liberman 1995). Henry (1993) menunjukkan bahwa pengetahuan siswa kelas tiga dan kelas lima tentang pola-pola morfologi serta kinerjanya dalam membaca dan mengeja meningkat setelah menerima pengajaran tentang bahasa asalnya dan pola morfem bahasa Inggris. Henry (1993) shows that the knowledge of third grade students and five classes of morphological patterns and their performance in reading and spelling improved after receiving instruction on native language and English language morpheme patterns. Demikian pula, studi di Denmark melaporkan hasil yang menggembirakan dari suatu studi pelatihan yang mengajarkan morfologi kepada siswa Denmark usia sepuluh hingga dua belas tahun yang mengalami kesulitan membaca (Elbro & Arnbak 1996). Similarly, the Danish study reported encouraging results from a training course that teaches students Danish morphology to the age of ten to twelve years who have difficulty reading (Elbro & Arnbak 1996).
Lyster (1997, dalam pers) melaporkan dampak pelatihan kesadaran fonologi dan morfologi di taman kanak-kanak terhadap perkembangan ejaan dan membaca di kelas satu. Lyster (1997, in press) report the impact of phonological awareness training and morphology in the kindergarten to the development of spelling and reading in first grade. Dampak pelatihan morfologi itu sangat jelas pada kelompok anak yang ketika intervensi dimulai sudah memiliki kesadaran fonologi yang sudah relatif baik. Morphology of the impact of training was very clear on that child when the group began the intervention have phonological awareness which is relatively good. Oleh karena itu, Pelatihan terhadap anak-anak prasekolah yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan dan kesadaran morfologinya akan berdampak relatif kecil pada perkembangan membaca pada kelas satu sekolah dasar jika kemampuan fonologi anak itu rendah (lihat Fowler dan Liberman 1995 untuk pembahasan lebih lanjut). Therefore, training for preschool children which aims to develop knowledge and awareness of morphology will be relatively small impact on the development of reading in primary school class if the child's phonological ability is low (see Fowler and Liberman 1995 for further discussion). Di pihak lain, morfem mempunyai struktur fonologi. On the other hand, morpheme phonological structure. Oleh karena itu, pelatihan morfem akan juga berkontribusi pada perkembangan kesadaran fonologi. Therefore, training morpheme will also contribute to the development of phonological awareness. Jika anda membaca bahasa Inggris dan tahu tentang bentuk jamak yang berakhiran -s, struktur ortografik dengan akhiran -ing dalam kata-kata seperti singing dan dancing, dan berbagai awalan seperti un-dalam kata unhappy atau mis- dalam kata misbehave, maka akan mudah bagi anda memahami kata-kata itu. If you read English and know about the plural ending-s, orthographic structure with the suffix-ing in words like singing and dancing, and various prefixes such as un-in a word mis-unhappy or misbehave in a word, it will be easy for you understand the words. Memahami isi morfem-morfem ini juga akan membantu anak dalam mengembangkan kosa kata baru. Understanding the contents of these morphemes will also help children develop new vocabulary.
Mengetahui bahwa awalan un- di depan kata happy membuat kata tersebut mempunyai makna yang berlawanan, dapat membantu anak menciptakan kata-kata baru seperti unlikely, unsatisfied dll. Knowing that the prefix un-in front of the word happy to make these words have opposite meanings, can help children create new words like Unlikely, etc. unsatisfied.
E. Perkembangan membaca dan gangguan membaca
The development of reading and reading disorders
Menurut model membaca dual-route (dua arah), ada dua strategi yang digunakan ketika membaca kata-kata (Coltheart 1978), yaitu strategi fonematik dan strategi ortografik. According to the model of reading dual-route (both directions), there are two strategies used when reading the words (Coltheart 1978), namely fonematik strategy and orthographic strategy. Model-model ini masih mendapatkan dukungan yang kuat. These models still have strong support. Strategi fonologi/fonematik melibatkan penggunaan kaidah konversi grafem-fonem untuk memperoleh akses leksikal ke stimulus tulisan, dan strategi ortografik melibatkan akses leksikal langsung yang memetakan konfigurasi ortografik dari sebuah kata secara langsung ke penyimpanan visual internal di dalam leksikon (Siegel 1993). Phonological strategy / fonematik rules involving the use of grapheme-phoneme conversion for lexical access to the stimulus text, and orthographic strategy involves direct lexical access that maps orthographic configuration of a word directly to internal storage in the visual lexicon (Siegel 1993). Pengetahuan dan kesadaran morfologi merupakan satu elemen penting bila menggunakan strategi ortografik. Namun, sejauh tertentu, kemampuan awal anak untuk menggunakan kedua strategi tersebut tergantung pada keteraturan bahasa yang digunakan untuk membaca. Knowledge and awareness of morphology is an important element when using orthographic strategies. However, a certain extent, the beginning of a child's ability to use both these strategies depends on the regularity of the language used for reading. Bahasa Inggris, misalnya, sangat tidak teratur dibanding bahasa Jerman dan bahasa Norwegia (lihat misalnya Hagtvet & Lyster, dalam pers). English, for example, is very irregular compared to German and Norwegian language (see eg Hagtvet & Lyster, in press). Satu fonem atau bunyi dalam bahasa Inggris sering kali digambarkan dengan banyak grafem, sedangkan sebagian besar bunyi dalam bahasa Norwegia selalu terkait dengan grafem yang sama. One phonemes or sounds in the English language is often described by many graphemes, whereas most of the sounds in the Norwegian language is always associated with the same grapheme. Dalam bahasa Inggris, bahasa tulis juga mempunyai lebih banyak grafem yang terdiri dari dua atau tiga huruf daripada bahasa Norwegia, misalnya, di mana sebagian besar bunyi hanya digambarkan dengan satu huruf atau satu grafem yang terdiri dari satu huruf. In English, the language has also written more graphemes consisting of two or three letters than the Norwegian language, for example, where most of the sound is only represented by one letter or one graphemes consisting of one letter.
Pelatihan keterampilan fonologi tampaknya mempunyai dampak yang sangat kuat terhadap membaca bila anak diajarkan tentang hubungan antara bunyi dan huruf dan bila pelatihan kesadaran fonemik dikaitkan secara eksplisit dengan tulisan (Ball & Blachman 1988; Bradley dan Bryant 1983; Hatcher, Hulme, & Ellis 1994). Phonological skills training seems to have a powerful impact on reading when children are taught about the relationship between sounds and letters and if the phonemic awareness training is explicitly linked with the words (Ball & Blachman 1988; Bradley and Bryant 1983; Hatcher, Hulme, & Ellis 1994). Pelatihan kesadaran morfologi juga akan lebih efektif jika aktivitas oral dikaitkan dengan tulisan. Morphological awareness training will also be more effective if the activity associated with oral writing. Sistem tulisan yang alfabetik biasanya digambarkan sebagai morfo-fonemik, karena representasi kata-kata sesuai dengan kombinasi antara prinsip morfemik dan prinsip fonemik. Alphabetical writing system is usually described as morfo-phonemic, because the representation of words according to the combination of principle and the principle of phonemic morfemik.
Agar menjadi pembaca yang kompeten, anak harus menggunakan kedua prinsip tersebut (Adams 1990). In order to become competent readers, children need both of those principles (Adams 1990). Bila seorang anak belajar membaca atau mengeja, penting untuk pertama-tama mengases apakah anak tersebut tahu semua hubungan bunyi-grafem, dan apakah unit-unit yang lebih besar seperti morfem dapat langsung dikenalinya ketika dia membaca. When children learn to read or spell, it is important to first assess whether the child knows all the sound-grapheme relationships, and whether the units are larger as can be instantly recognizable morpheme as he read.
Wimmer dan Goswami (1994) menekankan bahwa untuk dapat membaca cepat dengan pemahaman, anak yang belajar membaca dalam ortografi yang alfabetik perlu mengembangkan strategi pengenalan kata secara langsung dan tidak belajar ucapan lewat penerjemahan grafem-fonem (hal. 102). Wimmer and Goswami (1994) emphasized that to be able to read faster with comprehension, children who learn to read in alphabetical orthography need to develop strategies for the introduction of direct words and do not learn words through grapheme-phoneme translation (p. 102). Kesadaran akan prinsip ini mungkin penting untuk mengidentifikasi kata-kata secara cepat. Awareness of this principle may be important to identify words quickly. Anak-anak yang belajar tentang prinsip morfologi bahasa tulis di samping prinsip alfabetik dapat memperoleh keuntungan tambahan bila mengidentifikasi kata-kata yang tertulis, setidaknya jika mereka sudah belajar hubungan antara huruf dan bunyi. Children who learn about the principles of written language morphology in addition to the principle of alphabetical can obtain additional benefits when identifying the words written, at least if they've studied the relationship between letters and sounds. Tampaknya mereka mampu mengidentifikasi struktur yang lebih besar, misalnya struktur yang mewakili unsur-unsur gramatik, secara lebih mudah dan lebih cepat dibanding anak-anak yang tidak memiliki pengetahuan tentang prinsip morfematik. Apparently they are able to identify a larger structure, such as structures that represent the elements gramatik, more easily and more quickly than children who do not have knowledge of the principles morfematik.
Pola-pola kesulitan membaca yang digambarkan dalam model-model seperti yang dikemukakan oleh Spear-Swerling dan Sternberg (1994) mungkin disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk faktor biologis dan lingkungan. Patterns of reading difficulties described in the models as proposed by Spear-Swerling and Sternberg (1994) may be caused by various factors, including biological and environmental factors. Anak mungkin keluar dari jalur pada titik-titik tertentu menuju kemampuan membaca yang baik, dan perbedaan individual dalam hal temperamen, motivasi dan inteligensi secara keseluruhan mungkin terkait dengan variabel-variabel lingkungan untuk menentukan jalur belajar membaca yang akan diambilnya. Children may be out of line at certain points to good reading skills, and individual differences in temperament, motivation and intelligence as a whole may be associated with environmental variables to determine the learning path that will take to read. Sekali seorang anak atau remaja “terperosok” ke dalam rawa ekspektasi negatif, motivasi yang rendah dan tingkat praktek yang rendah, maka akan semakin sulit bagi mereka untuk kembali ke jalan menuju kemampuan membaca yang baik (Spear-Swerling dan Sternberg 1994). Once a child or adolescent "fall" into the swamp of negative expectations, low motivation and low levels of practice, it will be increasingly difficult for them to return to the path to good reading skills (Spear-Swerling and Sternberg 1994).
Anak-anak tertentu, khususnya mereka yang disleksia, tidak akan pernah mampu membaca dengan kecepatan tinggi dan akan selalu mengalami kesulitan mengembangkan kemampuan mengeja yang sesuai usia. Certain children, especially those who are dyslexia, will never be able to read with high speed and will always have trouble spelling skills develop with age. Disleksia dipandang sebagai gangguan biologis yang dimanifestasikan dengan kesulitan dalam belajar membaca dan mengeja walaupun diberi pengajaran konvensional dan memiliki kecerdasan yang memadai (Snowling, 1987). Dyslexia is seen as a biological disorder manifested by difficulty in learning to read and spell despite conventional instruction was given and have sufficient intelligence (Snowling, 1987). Akan tetapi, penting untuk dikemukakan kembali bahwa disposisi genetik ini kecil dampaknya terhadap perkembangan jika intervensi dini pada masa kanak-kanak dan masa sekolah difokuskan pada pemberian program linguistik yang memuaskan kepada semua anak untuk pengembangan kemampuan membaca dan mengejanya – dan penting untuk diingat bahwa keterampilan membaca berkembang melalui latihan praktis. Semakin banyak anak membaca, akan semakin besar kemungkinannya untuk menjadi pembaca yang baik. However, it is important to put forward again that this genetic disposition of a small impact on the development if early intervention in childhood and school years focused on providing a satisfactory linguistic programs for all children to develop the ability to read and spell - and it is important to remember that reading skills developed through practical exercises. The more children read, will be more likely to become good readers. Kenyataan ini juga berlaku bagi mereka yang mengalami kesulitan khusus mengembangkan keterampilan membaca yang sesuai usia yang disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan, kognitif atau bahkan genetik seperti disleksia. This fact also applies to those who have special difficulties develop reading skills appropriate age due to environmental factors, cognitive or even genetic as dyslexia.